Sentimen
Negatif (99%)
27 Jun 2024 : 14.45
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Jabodetabek, Cikini, Menteng

Kasus: Kemacetan

UU DKJ akan Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, Publik yang Setuju dan Tidak Masih Berimbang

27 Jun 2024 : 21.45 Views 1

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Metropolitan

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ), utamanya dalam Pasal 24 ayat (2) menyatakan bahwa pemerintah daerah Jakarta punya kewenangan dalam membatasi usia kendaraan yang beroperasi di jalan, serta batasan terhadap jumlah kepemilikan kendaraan.

Berdasarkan hasil survei opini publik yang digelar Lembaga Survei KedaiKopi pada periode 11-14 Juni 2024, mengungkap warga yang setuju dan tidak setuju soal rencana kebijakan ini nyaris seimbang. 

Sebanyak 49,2 persen responden tidak setuju dengan pembatasan kendaraan, dan 40,2 persen setuju. Sisanya 10,6 persen menyatakan tidak tahu.

“Publik yang menyatakan setuju 40,2 persen, tidak setuju 49,2 persen, dan 10,6 persen tidak tahu,” kata Direktur Riset dan Komunikasi KedaiKOPI, Ibnu Dwi Cahyo saat memaparkan hasil survei di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2024).

Jika dirincikan lagi, pemilik KTP Jakarta punya keseimbangan suara antara setuju dan tidak setuju. Mereka yang tidak setuju sebanyak 44,7 persen, dan setuju 44,1 persen.

Sedangkan KTP non-Jakarta, 52,3 persen tidak setuju dan 37,6 persen setuju atas rencana pembatasan kendaraan di Jakarta.

Sementara itu, soal alasan setuju atau tidak setuju tentang kebijakan pembatasan usia dan jumlah kepemilikan kendaraan di Jakarta, mayoritas atau 54,8 persen responden yang tidak setuju berkaitan dengan kondisi ekonomi masyarakat sulit.

Sebab jika usia kendaraan dibatasi, maka publik harus mengganti kendaraan mereka yang telah melebihi batasan usia tersebut.

Tidak semua lokasi punya akses transportasi umum (13,2 persen) juga jadi alasan teratas mengapa mereka menolak kebijakan pembatasan kendaraan.

Kemudian responden yang setuju dengan kebijakan ini beralasan mampu mengurangi kemacetan di jalan (44,7 persen), mengurangi polusi udara (26,8 persen).

“Yang setuju alasan utamanya adalah mengurangi kemacetan, lalu mereka setuju juga untuk mengurangi polusi udara,” kata Ibnu.

Adapun survei ini dilakukan secara online dengan melibatkan 445 responden dari warga yang tinggal di Jabodetabek dan melakukan mobilisasi pergi atau melewati Jakarta minimal seminggu sekali.

Demografi responden yakni 68,5 persen perempuan dan 31,5 persen laki-laki. Pemilik KTP Jakarta 40,2 persen, dan pemilik KTP non-Jakarta 59,8 persen. Sebanyak 57,4 persen responden menyatakan keperluan mobilitas tersebut dalam rangka bekerja, liburan atau jalan-jalan 40,7 persen, lalu 24 persen menyatakan Jakarta menjadi jalur perlintasan menuju lokasi kerja, menempuh pendidikan 19,4 persen, dan 4,7 persen berdagang.

Sebanyak 97,3 persen menyatakan memiliki kendaraan bermotor, dengan rincian 90,8 persen sepeda motor dan 37,6 persen mobil.

Metode pengambilan data menggunakan Computerized Assisted Self-Interview (CASI). 

Sentimen: negatif (99.6%)