Sentimen
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Indo-Pasifik Kunci bagi Prabowo
Kompas.com Jenis Media: Nasional
BELUM reda keterkejutan atas kematian Pemimpin Hezbollah, Hassan Nasrallah akibat serangan bom Israel, kembali dunia terhenyak atas serangan Iran ke berbagai instalasi militer Israel.
Setelahnya, pemberitaan dihiasi pekik “Dunia di ambang Perang Dunia Ketiga!”
Indikator ekonomi dunia belum pulih total dari krisis keuangan dan eurozone crises, kemudian diperparah hantaman pandemi dan perang.
The Economist dan Times dalam berbagai feature menyebutkan krisis politik akan terus menjadi ancaman utama pertumbuhan ekonomi dunia.
Payahnya lagi, perdagangan internasional semakin terhambat karena keegoisan negara-negara maju mematok hambatan kiri dan kanan, dan berupaya membenarkan proteksionisme atas dasar narasi lingkungan.
Sementara itu, ketika berbagai masalah pelik dunia membutuhkan solusi, multilateralisme lumpuh layu akibat keengganan negara-negara anggotanya bertindak.
Lidah PBB seringkali kelu, tak berkutik menyuarakan ketidakadilan. Tangan aksinya tidak cukup jauh menjangkau ketika berhadapan dengan masalah ketimpangan dunia.
Ini adalah realita eksternal yang akan dihadapi Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Luar Negeri Sugiono ke depannya.
Secara internal, warisan politik luar negeri yang dibangun mantan Presiden Joko Widodo dan Menterinya, Retno Marsudi memberikan nuansa tersendiri.
Dari periode lalu, kita lihat bagaimana politik luar negeri disandarkan pada kuantitas. Coba cermati pernyataan tahunan Menlu RI, grafis dan angka.
Sayangnya, terlepas banyaknya ‘capaian angka’, keengganan dan tidak cukup pedulinya Joko Widodo pada politik luar negeri akibatkan Indonesia seringkali gamang dalam beraksi dan mencitrakan diri sebagai aktor yang enggan berinvestasi terhadap kedalaman hubungan dengan aktor-aktor krusial politik dunia.
Terlepas dari narasi ‘keberlanjutan’ yang diusung Prabowo, patut dicermati bahwa dari segi karakter, Ia akan sangat berbeda dengan Joko Widodo dalam mewarnai politik luar negeri lima tahun ke depan.
Prabowo adalah Presiden yang menaruh politik luar negeri di kepalanya, dan kali ini, politik luar negeri kembali masuk ke Istana, dan diperhatikan langsung oleh pemimpin tertinggi.
Melihat ini semua, kawasan Indo-Pasifik menjadi target utama yang perlu digarap Prabowo setidaknya dalam 1-2 tahun ke depan, guna mengelola politik luar negeri menjadi pendorong pencapaian target-target Asta Cita termasuk meraih ambisi pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Berkaitan besarnya ketidakpastian global, politik luar negeri harus diarahkan untuk menciptakan jejaring pengaman kawasan dari sisi ekonomi dan keamanan.
Dalam koridor ekonomi, salah satunya adalah harus menargetkan pengalihan rantai pasok menjadi lebih pendek ke kawasan Indo-Pasifik.
Sentimen: negatif (99.6%)