Sentimen
Positif (88%)
12 Okt 2024 : 17.32

Soal Pertemuan Prabowo dan Jokowi, Anas Urbaningrum: Busana Mantan Harus Disadari Pemimpin Lama, Hormati Proses Transisi

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

12 Okt 2024 : 17.32
Soal Pertemuan Prabowo dan Jokowi, Anas Urbaningrum: Busana Mantan Harus Disadari Pemimpin Lama, Hormati Proses Transisi

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional (PKN), Anas Urbaningrum, menyampaikan pandangannya terkait pertemuan antara Prabowo Subianto dan Presiden Jokowi.

Anas menilai pertemuan tersebut sebagai upaya membangun relasi demokratik yang positif, sekaligus menekankan pentingnya kerukunan antar pemimpin

"Membangun relasi demokratik," ujar Anas dalam keterangannya di aplikasi X @anasurbaninggrum (9/10/2024).

Anas mengaku, dirinya merupakan salah satu orang yang merindukan adanya kerukunan di antara para pemimpin bangsa.

"Saya termasuk yang merindukan kerukunan para pemimpin. Tidak ada perseteruan dan perpecahan. Tapi, bukan bermakna selama sama dan seragam. Lalu terlarang untuk berbeda. Bukan begitu," ucapnya.

Anas menegaskan, apabila pemimpin lama dan baru tidak terjebak dalam konflik, proses transisi kekuasaan akan berjalan lebih lancar dan tanpa gejolak.

"Jika pemimpin yang pergi dan datang tidak berseteru dan berkonflik, transisi kepemimpinan pasti akan berjalan lebih lancar dan tanpa gejolak," tukasnya.

Namun, jika diliputi suasana perseteruan, hal itu berpotensi menciptakan "retakan sejarah" yang menghambat kemajuan bangsa.

"Sebaliknya, proses transisi diliputi cuaca politik konfliktual antara yang lama dan baru, pasti terjadi retakan sejarah yang mengganggu proses pendakian bangsa ke tahap yang lebih tinggi," Anas menuturkan.

Suasana perseteruan cenderung mendorong agar yang baru menghapus jejak yang lama, bahkan untuk hal-hal baik (prestasi) yang telah dihasilkan.

Anas juga mengingatkan bahwa suasana perseteruan cenderung mendorong pemimpin baru untuk menghapus jejak pemimpin lama, bahkan untuk hal-hal baik yang telah dicapai.

Menurutnya, relasi transisi yang bersifat konfliktual bisa memunculkan “demonisasi” terhadap pemimpin lama, di mana orangnya serta hasil kerjanya dipersalahkan dan diabaikan.

"Ada episode sejarah kita yang seperti itu. Tidak asik," cetusnya.

Ia menegaskan pentingnya kesinambungan dan perubahan yang harmonis.

"Transisi yang lancar akan menyediakan cuaca kondusif bagi proses kesinambungan dan perubahan atau perubahan dan kesinambungan. Terserah pilih terminologi yang mana," imbuhnya.

Ia menganggap, perubahan harus disertai penghormatan terhadap pencapaian sebelumnya, dan kontinuitas harus mengikuti perubahan agar tetap relevan.

"Faktanya, tidak ada kontinuitas tanpa perubahan. Bahkan untuk menjamin kontinuitas justru harus memahami dan menyesuaikan dengan perubahan, yakni keadaan2 baru yg muncul," bebernya.

"Sebaliknya, perubahan tidak akan pernah berjalan sukses, jika alpa mempertimbangkan hal-hal baik yg justru musti dipastikan kontinuitasnya," sambung dia.

Anas juga memberikan pandangannya terkait bagaimana seharusnya pemimpin baru dan lama berinteraksi.

Pemimpin baru, kata Anas, harus tetap menghormati prestasi pemimpin lama, sementara pemimpin lama perlu sadar bahwa masa kekuasaannya telah berakhir dan tidak perlu campur tangan secara berlebihan.

Karena itu, pemimpin baru patut respek kepada yang lama, termasuk dengan prestasi yang sdh dicapai.

"Jika yang lama ingin serba cawe-cawe, bukan saja tidak bijak dan tidak menghormati yang baru. Bahkan itu bisa menimbulkan penilaian kurang elok, semisal disebut sindrom pasca-kuasa," terangnya.

Anas juga menekankan bahwa pemimpin lama harus menerima kenyataan bahwa kekuasaan telah berganti.

Tambahnya, mereka perlu menyesuaikan diri dengan peran sebagai mantan pemimpin, sementara pemimpin baru harus menjalankan amanah tanpa terbayangi oleh pendahulunya.

"Yang lama harus menyadari bahwa musim telah berganti. Pemimpin baru sudah berdiri. Segeralah menyesuaikan diri dengan busana mantan," tandasnya.

Anas bilang, pemimpin yang baru harus tegak berdiri. Sebab, saat ini amanah telah berada di pundaknya.

"Yang baru harus tegak berdiri. Sekarang amanah ada di pundak dan harus ditunaikan dgn berani. Jangan terbayangi sang mantan tanpa takaran," kuncinya.

(Muhsin/fajar)

Sentimen: positif (88.9%)