Sentimen
Positif (100%)
10 Okt 2024 : 05.28

Mengoptimalkan Mikroba Demi Kesehatan Manusia

10 Okt 2024 : 12.28 Views 1

Harianjogja.com Harianjogja.com Jenis Media: News

Mengoptimalkan Mikroba Demi Kesehatan Manusia

Mungkin Anda sering menikmati makan enak, tapi sadarkah aktivitas tersebut sebenarnya tidak hanya memasukkan nutrisi, tapi juga memasukkan banyak mikroba ke dalam tubuh. Sejumlah peneliti di Eropa sana belum lama ini menganalisis mikrobioma pada lebih dari 2.500 jenis makanan. Mereka mengungkapkan bahwa hampir 11.000 spesies mikroba, setengahnya merupakan hal baru dalam ilmu pengetahuan.

Mikroba ini tidak hanya penting untuk makanan, tim peneliti tersebut menemukan adanya tumpang tindih 3 persen antara mikrobioma usus manusia dewasa dan makanan yang diteliti. Survei besar-besaran terhadap "mikrobioma makanan", yang dipublikasikan di Cell—salah satu jurnal ilmiah paling bergengsi di dunia yang fokus pada berbagai aspek ilmu kehidupan. Jurnal ini menerbitkan penelitian-penelitian terbaru dan inovatif di bidang biologi molekuler, seluler, dan genetika—adalah yang terbesar dari jenisnya.

Penemuan ini akan membantu pengujian makanan di masa depan dengan memberikan identifikasi yang lebih baik terhadap bakteri baik dan buruk, menurut peneliti Paul Cotter, ahli mikrobiologi di Otoritas Pengembangan Pertanian dan Pangan Irlandia (Teagasc).

Mikrobioma adalah kumpulan dari semua mikroorganisme yang hidup di dalam tubuh manusia. Mikroorganisme ini termasuk bakteri, virus, jamur, dan juga gen-gennya. Meskipun terdengar asing, mikrobioma ini sebenarnya sangat penting bagi kesehatan kita. Jumlah mikroorganisme dalam tubuh manusia jauh lebih banyak daripada jumlah sel tubuh kita sendiri.

Seluruh mikrobioma memiliki berbagai fungsi penting, misalnya membantu pencernaan makanan, memperkuat sistem kekebalan tubuh, menghasilkan vitamin, melindungi tubuh dari bakteri jahat, dan lebih penting lagi adalah komposisi mikrobioma setiap orang berbeda-beda dan dipengaruhi oleh faktor seperti genetik, pola makan, gaya hidup, dan lingkungan sekitar.

Mikrobioma dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, seperti di usus besar. permukaan kulit, rongga mulut, dan hidung. Kulit manusia ternyata menjadi tempat nyaman untuk hunian berbagai jenis mikroba. Sedangkan rongga mulut merupakan tempat tinggal bagi banyak bakteri, dan rongga hidung juga memiliki komunitas mikroba yang unik.

Beberpa faktor yang memengaruhi mikrobioma adalah pola Makan, penggunaan antibiotic, lingkungan, dan kondisi kesehatan. Karenanya, menjaga keseimbangan mikrobioma sangat penting untuk menjaga kesehatan tubuh. Sebab, gangguan pada mikrobioma dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti penyakit pencernaan, alergi, dan penyakit autoimun.

Cara menjaga kesehatan mikrobioma antara lain dengan memperbanyak konsumsi buah, sayur, dan serat, selain dengan membatasi konsumsi makanan olahan dan tinggi gula. Faktor lain yang sangat menujang Kesehatan mikrobioma adalah mengonsumsi makanan probiotik atau suplemen probiotik dalam jumlah cukup serta selalu memerhatikan kebersihan tubuh dan lingkungan sekitar.

“Pengetahuan terbaru tentang mikrobioma ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas dan keamanan pangan yang ada,” ujar Paul Cotter sambil menambahkan bahwa mikroba yang baru diidentifikasi tersebut juga dapat digunakan untuk membuat makanan yang dapat membantu mikrobioma di usus kita sendiri.

Meskipun mikrobioma manusia terdiri dari semua bakteri di dalam diri sendiri (terutama di usus), mikrobioma makanan adalah semua mikroba di dalam sampel makanan tertentu. Pada beberapa makanan, pentingnya mikroba sudah diketahui dengan jelas. Misalnya sejenis ragi (Saccharomyces cerevisiae) yang digunakan untuk membuat roti dan bir. Gula dalam susu digunakan oleh bakteri asam laktat untuk membentuk yoghurt, sedangkan jamur dalam genus Penicillium menghasilkan brie dan camembert dengan bagian dalam berwarna krem ​​​​dan bagian luar berwarna putih.

Terlepas dari contoh-contoh yang sudah diketahui, banyak makanan mengandung mikroba yang tidak dikategorikan atau dipahami. Mikroba ini juga dapat membantu menentukan rasa dan tekstur makanan, sehingga setengah dari spesies mikroba yang ditemukan oleh tim sebelumnya tidak diketahui, masih banyak penemuan yang belum dilakukan para ilmuwan.

Untuk mengumpulkan data penelitian ini, tim tidak menumbuhkan bakteri dan mikroba lain secara individual di laboratorium, melainkan beralih ke pengurutan DNA untuk mengidentifikasi mikrobioma. Memproduksi seluruh genom mikroba dari suatu produk dengan cara ini dikenal sebagai metagenome (metagenomics).

Dengan menggabungkan 583 metagenom makanan yang sudah tersedia, tim tersebut menjangkau lembaga penelitian lain di seluruh dunia untuk memetakan mikrobioma dari 1.950 makanan lainnya, dan menghasilkan database mikroba dari lebih dari 2.500 makanan di 50 negara, termasuk Australia.  

Basis data akhir mencakup 15 kategori makanan “tingkat atas” yang berbeda, termasuk susu, daging, buah dan sayuran, dan sejumlah produk fermentasi yang berbeda. “Kami memasukkan banyak makanan fermentasi, yang memerlukan aktivitas mikroba yang diinginkan sebagai bagian dari produksinya,” kata Cotter.

Oleh karena itu, makanan-makanan tersebut umumnya mengandung mikroba tingkat tinggi, namun makanan lain yang tidak difermentasi seringkali mengandung mikroba, meskipun pada tingkat yang lebih rendah.

Mikroba Baru Pada Hasil Fermentasi

Riset terbaru membuka tabir bahwa banyak makanan dan minuman yang difermentasi—termasuk yoghurt, salami, alkohol, beberapa jenis acar, zaitun, dan kombucha/Scoby—ternyata mengandung begitu banyak mikrobioma  

Masyarakat memang sudah lama mengetahui bahwa makanan yang difermentasi beroleh pengaruh mikroorganisme dalam memproduksi produk-produk tersebut. Namun tidak terlalu menyadari keanekaragaman, kelimpahan, dan lokasi mikroorganisme tersebut,” Senaka Ranadheera, peneliti mikrobioma yang berspesialisasi dalam makanan sains di Universitas Melbourne.  

Dalam penelitian baru ini, spesies mikroba baru tersebar di hampir semua kategori makanan, namun antara 40 dan 50 persen spesies yang ditemukan dalam produk susu, minuman fermentasi, dan biji-bijian yang difermentasi tidak diketahui sebelum penelitian tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa bahkan dalam makanan fermentasi terdapat banyak mikroba di balik layar yang menciptakan produk yang lebih kompleks dari yang diketahui sebelumnya. Meskipun beberapa bakteri yang ditemukan berbahaya, seperti Salmonella dan E. coli, sebagian besar bakteri tersebut kemungkinan besar mempengaruhi makanan secara netral atau positif.

Para peneliti juga menyelidiki tumpang tindih antara mikrobioma usus manusia dan mikrobioma makanan. Mereka menemukan bahwa hanya dengan 2.500 produk makanan berbeda yang diteliti, 3 persen mikroba yang terkait dengan makanan sama dengan mikrobioma usus orang dewasa.

“Jika strain serupa ditemukan pada makanan dan manusia, implikasinya adalah strain ini muncul di usus sebagai akibat dari makanan tersebut,” kata Cotter sembari menambahkan bahwa hal ini memberikan bukti lebih lanjut bahwa makanan dapat mempengaruhi mikrobioma usus manusia.

Tumpang tindih tertinggi terjadi pada bakteri asam laktat Lactococcus dan Streptococcus. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk lebih memahami persilangan ini. Menurut Cotter, mungkin ada lebih banyak tumpang tindih antara sampel makanan dan usus yang belum teridentifikasi karena tidak cukupnya sampel yang dikumpulkan dari seluruh dunia.

Studi tersebut juga menemukan 56 persen mikroba makanan cocok dengan mikroba yang ada di usus bayi baru lahir, yang oleh para peneliti dikaitkan dengan penularan dari ibu, bukan konsumsi makanan secara langsung. Menurut Ranadheera, temuan ini menyoroti perlunya mengonsumsi makanan secara teratur untuk memberi makan mikrobioma usus manusia.

“Sebagian besar mikroorganisme tidak bisa bertahan lama di usus kita. Mereka bisa bertahan paling lama beberapa minggu,” ujarnya. “Kita perlu rutin mengonsumsi jenis produk makanan sehat ini sehingga kita memiliki pasokan probiotik sehat yang berlimpah yang dapat meningkatkan mikrobioma usus kita.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sentimen: positif (100%)