Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Bogor, Bekasi
Kasus: Tipikor, kasus suap, korupsi
Tokoh Terkait
Bima Arya
Mantan Camat Jatisampurna Mengaku Hanya Sanggup Setor Pungli di Rutan KPK Selama 2 Bulan
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Camat Jatisampurna sekaligus terpidana korupsi kasus suap, Wahyudin mengaku sangat terpaksa membayar pungutan liar (pungli) ke petugas Rumah Tahanan (Rutan) Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengakuan ini Wahyudin sampaikan ketika dihadirkan sebagai saksi sidang dugaan pungli Rutan KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2022 bersama Wali Kota Bekasi saat itu Rahmat Effendi, Wahyudin dijebloskan ke sel isolasi di Rutan Cabang KPK pada Gedung Merah Putih.
“Ukurannya berapa?” tanya Jaksa KPK di Pengadilan TIpikor Jakarta Pusat, Senin (7/10/2024).
“Kurang lebih 2x3 meter,” jawab Wahyudin.
Baca juga: Pj Wali Kota Bogor: Tidak Ada Toleransi untuk Pungli di Pasar TU
Menurut Wahyudin, ruang isolasi itu sempit, panas, dan tidak nyaman. Ia dikunci dan tidak boleh keluar.
Wahyudin menyebut, pada umumnya tahanan baru harus menjalani masa isolasi selama 14 hari.
Namun, ia bisa keluar dari ruang isolasi dan masuk ke kamar tahanan setelah 7 hari karena memenuhi permintaan petugas KPK untuk membayar sejumlah uang.
“Berapa yang diminta pada saat itu?” tanya Jaksa KPK.
“Rp 20 juta,” ujar Wahyudin.
Setelah membayar biaya awal itu, Wahyudin masih harus membayar pungli setiap bulan sebesar Rp 5 juta sampai Rp 6 juta.
Namun, Wahyudin hanya membayar iuran rutin itu selama dua bulan karena tidak sanggup. Biaya pungli 8 bulan berikutnya kemudian dibayarkan Rahmat Effendi alias Pepen.
Wahyudin mengaku sangat terpaksa membayar uang pungli itu. Sebab, ia hanya aparatur sipil negara (ASN) biasa dengan ekonomi pas-pasan.
Baca juga: Tahanan KPK Takut Diisolasi di Lantai 9 Karena Mistis, Akhirnya Bayar Pungli Rp 20 Juta
Ketika ia terjaring OTT KPK, istri Wahyudin menjadi tulang punggung keluarga. Ia harus mencari nafkah dan membiayai sekolah anak-anaknya.
“Kalau saja uang itu (pungli) dibayarkan untuk membantu saya yang ada di tahan tentu saya sangat berkeberatan,” tutur Wahyudin.
Sentimen: negatif (99.2%)