Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru, Rezim Orde Lama
Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Masih Tertahan, Kepentingan Politik Belum Sejalan?
Liputan6.com Jenis Media: News
Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensat) menilai, pertemuan antara Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri akan membawa kebaikan untuk Indonesia.
"Pertemuan Megawati-Prabowo ini hal yang luar biasa jika terjadi. Keduanya bertemu sebagai pemenang pilpres dan pileg, bisa membawa suatu perbaikan dan kebaikan untuk Indonesia," kata Hensat dilansir Antara, Senin (16/9/2024).
Dia menjelaskan, kebaikan itu dapat diartikan sebagai pertanda berakhirnya perseteruan antara PDI Perjuangan dengan KIM yang terjadi selama Pilpres 2024 lalu.
Bukan hanya itu, menurut Hensat, pertemuan Megawati dengan Prabowo juga dapat menjadi simbol bahwa keduanya bisa berkolaborasi dalam pemerintahan.
"Jika dalam pertemuan ini keduanya saling mengerti bahwa kolaborasi keduanya diperlukan untuk kemajuan Indonesia, ini akan bagus sekali," kata dia.
Namun demikian, kata Hendri Satrio, hal tersebut belum tentu memastikan PDIP mau masuk ke dalam Koalisi Indonesia Maju. PDIP bisa saja tetap berkolaborasi, namun dari luar lingkaran kekuasaan.
Sementara itu, pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menilai rencana pertemuan Prabowo dengan Megawati tidak bermanfaat secara politik, kecuali PDIP bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun jika PDIP bergabung, maka justru akan melemahkan demokrasi.
"Bahkan mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya, karena tidak ada lagi partai politik yang menjadi kontrol kekuasaan jika PDIP bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran," kata dia.
Menurutnya, kalaupun itu terjadi tentu tidak mudah dan tidak gratis. Ada harga yang harus dibayar misalkan sejumlah kursi menteri untuk PDI Perjuangan.
Terlebih, PDI Perjuangan merupakan partai dengan jumlah kursi terbanyak di DPR dan satu-satunya partai yang belum bergabung ke dalam koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Dengan kondisi demikian, PDIP berada pada posisi tawar yang lebih tinggi. Apalagi PDIP tahu bahwa Prabowo tidak menginginkan adanya oposisi. Karena itu, PDIP pastinya akan jual mahal," jelas Haidar.
3 Faktor PDIP Sulit Gabung Koalisi Prabowo-GibranIa juga menilai bahwa ada beberapa faktor yang membuat PDIP sulit bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Pertama, faktor sejarah. Orde lama versus orde baru. Soekarno versus Soeharto. Dan kita tahu, ada Titiek Soeharto bersama Prabowo," kata Haidar.
Ia meyakini, orde baru merupakan memori kelam yang sangat membekas dalam ingatan Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Baik pada masa awalnya ketika Soeharto menduduki tampuk kekuasaan menggantikan Soekarno, maupun pada akhirnya saat Megawati berperan dalam reformasi tumbangnya orde baru.
"Kedua, faktor SBY," lanjut R Haidar Alwi.
Ia melihat, hingga saat ini Megawati belum bisa menerima kekalahannya dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Pilpres 2004. SBY sendiri kini merupakan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang tergabung dalam koalisi pendukung Prabowo-Gibran.
"Ketiga, faktor Jokowi," sambung Haidar Alwi.
Dalam pengamatannya, PDI Perjuangan mungkin menganggap Jokowi sebagai pengkhianat. "Bagi Megawati dan PDIP, semua itu mungkin berbau pengkhianatan," katanya memungkasi.
Sentimen: positif (93.8%)