KPK Perlu Periksa Perusahaan Pengekspor
JPNN.com Jenis Media: Nasional
Rabu, 25 September 2024 – 01:17 WIB
Kebijakan ekspor benih bening lobster (BBL). Ilustrasi. Foto: Dok. WLI
jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan ekspor benih bening lobster (BBL) yang berpangkal pada kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Permen KP Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portunus spp.) terus menimbulkan polemik.
Kebijakan ini diduga terdapat penyalahgunaan wewenang oleh KKP. Selanjutnya, perusahaan joint venture dengan Vietnam juga diduga terkesan monopoli berkedok budi daya.
Ketua Wahana Lobster Indonesia (WLI) Wahyu Alamsyah mengendus dari kuota tangkap 493 juta BBL, ada 9,8 juta ekor dalam kurun waktu 5 bulan (sejak Maret-September 2024) yang sudah diekspor ke Vietnam.
“Dugaan sekitar 80 persen ekspor BBL Ilegal kedok budi daya yang diikat oleh regulasi dan 20 persen ekspor resmi negara. Namun, dari 20 persen BBL ekspor itu, perolehan PNBP hanya berkisar 16 persen saja,” ujar Wahyu, Selasa (24/9).
Menurut Wahyu, sistem pembelian ke koperasi modusnya dua PO yang seharusnya satu PO, misalnya perusahaan kirim surat permintaan kepada Badan Layanan Umum (BLU) dengan harga Rp 15 ribu.
Kemudian disetujui oleh BLU, tetapi di balik itu, perusahaan juga terbitkan PO baru lagi dengan permintaan ke koperasi nelayan dengan harga lebih tinggi atau Rp 18 ribu.
“Seharusnya hanya satu PO, yakni PO dari BLU ke koperasi,” ujarnya.
Menurut dia, hal indikasi adanya monopoli dan perdagangan ilegal yang dilakukan perusahaan ekspor BBL.
Kebijakan ekspor benih bening lobster (BBL) yang berpangkal pada kebijakan KKP melalui Permen KP Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster.
-
Sentimen: netral (72.7%)