Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Diponegoro
Kab/Kota: Semarang, Gowa
Kasus: korupsi, kekerasan seksual
Tokoh Terkait
Perlu Pembenahan di Setiap Perguruan Tinggi
Koran-Jakarta.com Jenis Media: Nasional
Untuk mencegah perundungan dalam program PPDS diperlukan pembenahan di setiap perguruan tinggi dan rumah sakit mitra dengan standar sistem pendidikan yang disepakati bersama.
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyatakan, pencegahan perundungan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) butuh peraturan jangka panjang. Hal tersebut penting agar kejadian perundungan seperti yang terjadi di Universitas Diponegoro (Undip) tidak terulang kembali.
"Butuh solusi jangka panjang sehingga kerja sama antara satu kementerian dengan kementerian lain ini jelas tertulis dan ketika ada problematika maka bisa diselesaikan secara aturan yang mereka sepakati bersama," ujar Fikri, dalam siaran TV Parlemen, di Jakarta, Jumat (20/9).
Dia menerangkan, untuk jangka pendek, kementerian perlu mengadvokasi korban atau keluarga dan untuk pihak bersalah harus diproses aparat penegak hukum. Sedangkan, untuk jangka menengah perlu pembenahan-pembenahan di setiap perguruan tinggi dan rumah sakit sebagai mitra pendidikan.
"Kementerian Lembaga yang menyelenggarakan pendidikan internal untuk menerapkan standar sistem pendidikan nasional utamanya terkait pencegahan perundungan di lingkungan pendidikan," terangnya.
Baca Juga :
Bupati dan Kapolres Gowa Datangi SPMN 3 untuk Mengecek Kasus Perundangan SiswaSebelumnya, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), Yan Wisnu Prajoko akhirnya mengakui adanya perundungan di dalam PPDS Anestesia di Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang. Pihaknya akan melakukan sejumlah perbaikan dalam PPDS dan meminta kepada berbagai pihak untuk ikut memberi arahan dalam perbaikan.
Susun Aturan
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Suharti, mengungkapkan pihaknya tengah menyiapkan Pedoman terkait pelaksanaan PPDS. Pedoman ini diharapkan untuk menghindari kejadian perundungan serupa di Undip.
Dia melanjutkan, pedoman tersebut dirancang dengan sejumlah kementerian dan lembaga terutama Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Harapannya, upaya tersebut bisa memperkuat pencegahan perundungan.
"Kita tidak ingin proses pendidikan dokter ternodai. Pasalnya lulusan kedokteran akan berguna bagi kemanusiaan. Kita mendidik orang untuk menjadi manusia baik, untuk kemanusiaan masa melalui proses yang tidak benar," ucapnya.
Suharti juga menuturkan, pihaknya tengah menyiapkan aturan dalam bentuk Peraturan Menteri untuk mencegah kekerasan di satuan pendidikan tinggi. Peraturan tersebut tidak lagi sekadar fokus pada kekerasan seksual, melainkan pada tiga jenis kekerasan.
"Permendikbudristek ini diharapkan dapat menjadi landasan dan pijakan bagi perguruan tinggi," tuturnya. Dia menekankan, dalam aturan tersebut peran satuan tugas penting untuk proses pencegahan perundungan. Dia mendorong kampus untuk membentuk satuan tugas serta memastikan proses pelaksanaannya.
Baca Juga :
Pemprov: Tiga Kunci Pemberantasan KorupsiSebelumnya, kuasa hukum keluarga almarhumah AR, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anastesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Misyal Achmad, mengungkapkan terdapat tiga korban lain perundungan di lembaga pendidikan itu yang akan melapor ke polisi.
"Ada tiga lagi yang akan melapor. Satu rekan se-angkatan almarhumah, dua lainnya sudah keluar dari PPDS," kata Misyal di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (19/9). ruf/S-2
Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup
Sentimen: positif (57.1%)