Ekspor Pasir Laut Berisiko Dampak Buruk bagi Lingkungan dan Sosial
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak menilai, kebijakan ekspor pasir laut berisiko membawa sejumlah dampak buruk bagi lingkungan dan sosial di Tanah Air.
Apalagi, menurut dia, pemerintah masih sangat lemah dalam pengawasan dan penegakan hukum.
“Pengerukan pasir laut berpotensi membawa beberapa dampak buruk bagi lingkungan dan sosial di Indonesia. Siapa yang akan bisa menjamin, bahwa pasir yang dikeruk adalah hasil sedimentasi di muara sungai?” kata Amin saat dihubungi, Rabu (18/9/2024).
Baca juga: Pemerintah Buka Lagi Ekspor Pasir Laut, Ketua Komisi VI DPR: Perlu Kajian Dulu
Amin juga menyoroti sejumlah dampak yang mungkin timbul terkait kebijakan ini, di antaranya kerusakan ekosistem laut.
Sebab, pengerukan pasir dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan mengancam kelangsungan hidup spesies laut dan menghancurkan habitat terumbu karang, mangrove, dan biota laut lainnya.
Dia memandang hal ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam kebijakan lingkungan.
“Di satu sisi mewacanakan pentingnya ekonomi hijau, namun pada saat bersamaan, sumber ekonomi hijau seperti mangrove dan biota laut (seperti padang lamun), terancam rusak oleh pengerukan pasir laut,” tutur dia.
Dampak lain yang mungkin terjadi, kata Amin, adalah erosi pantai yang bisa berujung hilangnya wilayah pesisir dan merusak infrastruktur di sekitarnya serta penurunan kualitas air atau peningkatan kekeruhan air laut.
Baca juga: Malaysia dan Kamboja Kompak Larang Ekspor Pasir Laut ke Singapura
Menurut Amin, dampak sosial juga akan terjadi seperti gangguan mata pencaharian nelayan karena kerusakan habitat laut serta konflik sosial akibat aktivitas pengerukan pasir yang memicu ketegangan antara pemerintah, perusahaan pengeruk, dan masyarakat pesisir.
Dia menambahkan, seharusnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam mengkaji aturan itu.
Sebab, menurut dia, akan ada risiko bahwa kebijakan yang hanya berfokus pada perdagangan dapat mengabaikan aspek ekologi dan keberlanjutan jangka panjang.
“Jika kebijakan pengerukan dan ekspor pasir laut tidak melibatkan dua kementerian tersebut, maka ada potensi dampak yang ditimbulkan lebih mahal daripada keuntungan ekonomi yang diperoleh,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi membuka keran ekspor pasir laut. Padahal, selama 20 tahun ke belakang hal ini dianggap aktivitas ilegal.
Baca juga: Ini Proyek Reklamasi Raksasa Singapura yang Bergantung Pasir Impor
Kemendag menyebutkan ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut hanya dapat dilakukan selama kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi.
"Ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut dapat ditetapkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim melalui keterangan di Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat (13/9/2024).
Aturan ekspor pasir laut ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut serta tindak lanjut dari usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan merevisi dua Peraturan Menteri Perdagangan di bidang ekspor.
Baca juga: Soal Ekspor Pasir Laut, Kemendag: Yang Diekspor Sedimen...
Sementara aturan turunannya diatur dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor, dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
"Revisi dua Permendag ini merupakan amanah Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 serta merupakan usulan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai instansi pembina atas pengelolaan hasil sedimentasi di laut," kata Isy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Sentimen: negatif (99.6%)