Sentimen
Negatif (98%)
5 Sep 2024 : 20.35

Mengenal Digital Minimalism, Manfaatkan Internet untuk Semakin Bernilai

5 Sep 2024 : 20.35 Views 2

Harianjogja.com Harianjogja.com Jenis Media: News

Mengenal Digital Minimalism, Manfaatkan Internet untuk Semakin Bernilai

Harianjogja.com, JOGJA—Minimalisme digital merupakan gaya atau cara hidup dengan memfokuskan waktu online, pada beberapa aktivitas tertentu untuk bisa mendukung hal-hal yang seseorang hargai.

Mungkin Anda sudah bosan dengan pembahasan dampak buruk atau baik dari menggunakan internet. Sepertinya internet sama dengan pisau, manfaat atau bahayanya tergantung bagaimana dan untuk apa menggunakannya. Namun yang kita bahas kali ini, tentang cara mengatasi kecanduan internet dengan minimalisme digital.

Untuk memahami gaya hidup ini, kita bisa mengutip buku berjudul Digital Minimalism karya Cal Newport. Secara garis besar, minimalisme digital berupa gaya hidup yang memfokuskan berselancar di media online hanya untuk menunjang aktivitas hidup yang berharga. Setidaknya ada lima ide dasar yang Newport bagikan dalam bukunya.

Pertama, untuk menerapkan minimalisme digital, seseorang perlu memilih dan memilah sesuatu yang hendak dia dapatkan dari internet. Apabila persinggungan dengan internet tidak ada korelasi dengan tujuan hidup, maka perlu abaikan.

“Kaum minimalis tidak keberatan melewatkan hal-hal kecil,” tulis Newport. “Yang lebih mengkhawatirkan mereka adalah meremehkan hal-hal besar yang sudah mereka ketahui pasti akan membuat hidup menjadi baik.”

Prinsip kedua bernama penguraian digital. Praktiknya, seseorang akan menentukan aturan teknologi, mengambil istirahat tiga puluh hari tanpa bermain internet. Baru setelahnya kembali lagi menggunakan internet, dengan mengevaluasi tujuan utamanya.

Selanjutnya berupa perampasan kesendirian. Prinsip ini berupa keadaan seseorang tidak menghabiskan waktu sendirian. Mereka bertemu atau bersosialisasi, untuk kemudian berbincang dan mendapatkan segala ide yang mungkin muncul. Prinsip keempat bernama paradoks media sosial. Seseorang yang menerapkan minimalisme digital sadar bahwa media sosial bisa jadi penghubung dengan orang lain, namun juga sekaligus memberikan efek kesepian, bahagia, dan sedih.

Prinsip terakhir bernama Bennett. “Praktik di mana Anda memprioritaskan aktivitas yang aktif daripada konsumsi pasif. Anda bisa menggunakan keterampilan untuk menghasilkan barang-barang berharga, dan mencari aktivitas yang memerlukan interaksi sosial terstruktur di dunia nyata,” tulisnya.

Kecanduan

Sistem internet, terutama media sosial, memang didesain untuk kecanduan. Dalam banyak kasus, sifat adiktif dari teknologi baru ini merupakan fitur desain yang dirancang dengan cermat.

Misalnya sistem video pendek, dibuat agar pengguna media sosial tidak mudah bosan. Dampaknya, tingkat konsentrasi pengguna semakin menurun. Sehingga saat melihat video pendek-pendek, ada rasa untuk ingin terus melanjutkannya, penasaran dengan konten selanjutnya.

Begitupun analisis pada video yang mendapat klik ‘like’. Sistem media sosial akan menampilkan konten yang sekiranya menjadi favorit pengguna. Sehingga sistem media sosial bisa terus menjerat perhatian pengguna.

Semakin sering seseorang menggunakan media sosial, semakin sedikit waktu yang dicurahkan untuk interaksi offline. Kondisi itu bisa membuat seseorang cenderung merasa kesepian dan sengsara. Rasa sakit dari kesepian bisa sama buruknya dengan penyakit fisik.

“Dorongan kecil yang Anda terima dari memposting di unggahan teman atau menyukai foto Instagram terbaru mereka, tidak dapat mengimbangi kerugian besar yang dialami karena tidak lagi menghabiskan waktu di dunia nyata dengan teman yang sama,” tulis Newport.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sentimen: negatif (98.1%)