Sentimen
Negatif (98%)
2 Sep 2024 : 11.30
Informasi Tambahan

Hewan: Monyet

Kab/Kota: Gunung, Denpasar, Auckland

Kasus: covid-19, physical distancing

Partai Terkait

Kematian Pertama Terkait AIDS dan Covid19 Terjadi di Bali, Bagaimana dengan Cacar Monyet?

2 Sep 2024 : 18.30 Views 1

Tagar.id Tagar.id Jenis Media: Nasional

Kematian Pertama Terkait AIDS dan Covid19 Terjadi di Bali, Bagaimana dengan Cacar Monyet?

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Catatan: Artikel ini pertama kali ditayangkan di Tagar.id pada tanggal 2 September 2024. Redaksi.

TAGAR.id – “Menkes: Kasus Cacar Monyet Varian 1B Belum Terdeteksi di Indonesia.” Ini judul berita di VOA Indonesia (28/8/2024).

Membaca judul berita ini jadi teringat ke kasus HIV/AIDS dan virus corona, yang belakangan Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) menyebutnya sebagai Covid-19, yang selalu ditampik oleh beberapa kalangan, terutama dari kalangan pemerintah, tentang keberadaan kasus tersebut di Indonesia.

Kasus HIV/AIDS, misalnya, banyak kalangan yang menolak HIV/AIDS ada di Indonesia dengan alasan yang tidak akurat sebelum kematian seorang turis Belanda, laki-laki gay, karena penyakit terkait dengan HIV/AIDS di RS Sanglah, Denpasar, Bali, pada tahun 1987.

Setelah kejadian itu pemerintah selalu menggiring opini publik agar masyarakat tidak panik karena HIV/AIDS disebut sebagai penyakit orang bule, penyakit gay, tertular karena zina serta melacur dan seterusnya.

Ilustrasi epidemi HIV/AIDS (Sumber: hindustantimes.com/Pixabay)

Penduduk Asli Indonesia

Tapi, setahun kemudian, tepatnya tahun 1988, seorang penduduk asli Indonesia juga meninggal di tempat yang sama juga dengan penyakit terkait dengan HIV/AIDS. Tidak ada riwayat kontak fisik penduduk Indonesia itu dengan turis Belanda yang meninggal di Bali itu. Tempat tinggal penduduk asli Indonesia itu di luar Pulau Bali dengan jarak 2.758 km.

Akibatnya, sampai sekarang yang dipahami setengah orang di Indonesia terkait dengan HIV/AIDS hanya mitos (anggapan yang salah). Celakanya, pemerintah juga menyuburkan mitos-mitos tersebut yang membuat banyak orang terjerumus ke perilaku-perilaku seksual yang berisiko tinggi terjadi penularan HIV/AIDS.

Baca juga: Media di Indonesia Menyuburkan Mitos dan Hoaks Terkait dengan HIV/AIDS

Misalnya, mengait-ngaitkan zina, ‘seks bebas,’ pelacuran, LGBT dan lain-lain dengan penularan HIV/AIDS. Padahal, fakta medis menunjukkan penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (zina, ‘seks bebas,’ pelacuran, LGBT dan lain-lain), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom).

Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sampai 31 Maret 2023 sebanyak 672.266 yang terdiri atas 522.687 HIV dan 149.579 AIDS (Website HIV PIMS Indonesia). Tapi, perlu diingat jumlah ini tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang dilaporkan digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke permukaan air laut sedangkan kasus yang ada di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Sejumlah warga Selandia Baru sedang berolahraga sambil melewati papan jaga jarak untuk meredam penyebaran Covid-19 di Auckland, Selandia Baru, 31 Agustus 2020. (Foto: voaindonesia.com/Fiona Goodall/Reuters)

Menampik Covid-19

Akhir tahun 2019 dunia kembali digemparkan dengan penyebaran Covid-19 secara global. Tapi, lagi-lagi pemerintah menampik Covid-19 ada di Indonesia dengan pernyataan-pernyataan yang nyeleneh

Baca juga: Renungan 2 Tahun Pandemi Covid-19 di Indonesia

Bahkan, Ma'ruf Amin (Wakil Presiden RI-pen.) mengatakan: Berkat Doa Kiai dan Qunut, Corona Menyingkir dari Indonesia (liputan6.com, 29/2/2020).

Padahal, sebelumnya pakar di luar negeri tidak percaya di Indonesia tidak ada kasus Covid-19 karena negara-negara di ASEAN sudah mendeteksi kasus Covid-19. Bahkan, kematian terkait Covid-19 sudah terjadi di Bangkok, Thailand.

Alasan pakar luar negeri adalah Indonesia tidak menjalankan survailans tes Covid-19 sehingga tidak ada kasus. Pemerintah baru mengakui ada Covid-19 di Indonesa setelah pengakuan warga pada 2/3/2020.

Apa lacur setelah itu bermunculan kasus demi kasus karena penanggulangan yang terlambat, seperti skrining pendatang di pintu-pintu masuk dari luar negeri yang tidak masif.

Tidaklah mengeherankanpula kalau kemudian Indonesia masuk 20 besar jumlah kumulatif kasus Covid-19 di dunia. Sampai 13/4/2024 jumlah kasus 6.829.221 dan 162.063 kematian. Kasus global 704.753.890 dengan 7.010.681 kematian (worldometers).

Terkait dengan cacar monyet, WHO menyebut dengan Mpox (Monkeypox Virus), Filipina, Singapura dan Thailand sudah mengumumkan penemuan Mpox.

Pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, ini juga bisa mendorong mitos: Penularan cacar monyet ini katanya 95 persen disebabkan oleh kontak seksual dan umumnya terjadi di kelompok tertentu saja (VOA Indonesia, 28/8/2024.

Ilustrasi - Menunjukkan hasil tes cacar monyet (monkeypox/Mpox) yang positif. (Foto: voaindonesia.com/Reuters/Dado Ruvic)

Penularan melalui kontak seksual tapi bukan merupakan penyakit infeksi menular seksual (PIMS) karena penularan terjadi karena kontak badan bukan terjadi pada kontak hubungan seksual. Selain itu bisa terjadi pada semua kalangan karena bukan karena sifat hubungan seksual, tapi kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu mengidap Mpox.

Mpox dapat menular melalui kontak fisik yang dekat dalam bentuk apa pun, seperti pelukan, ciuman, sentuhan, kontak melalui pembicaraan berhadap-hadapan yang lama, seks oral, seks penetrasi melalui vagina atau anal dengan seseorang yang mengidap cacar monyet.

Thailand sudah melaporkan dugaan kasus pertama Mpox Varian Clade 1b yang terdeteksi pada turis Eropa yang baru mendarat dari Afrika (VOA, 22/8/2024).

Dengan kasus di Thailand ini pertanyaannya kemudian adalah: Apakah kemudian pemerintah meningkatkan pencegahan di pintu-pintu masuk ke Indonesia?

Di Bandara Internasional Soekarno-Hatta ada spanduk yang menginformasikan tentang Cacar Monyet (MPox), tapi apakah ada langkah konkret menyaring pendatang untuk mendeteksi cacar monyet?

Semoga cacar monyet tidak mengikuti kasus HIV/AIDS dan Covid-19 yang menyengsarakan hanya karena menyebarkan informasi yang berbalut norma, moral dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis tentang penyakit tersebut. []

*Syaiful W. Harahap adalah Redaktur di Tagar.id

Sentimen: negatif (98.4%)