Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
BUMN: Garuda Indonesia
Event: Pilkada Serentak
Partai Terkait
Menyoal Sikap Jokowi Terhadap Putusan MK, Mahasiswa Unismuh: Tukang Kayu Kini Jadi Priyayi Diktator
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Sikap yang diperlihatkan Presiden Jokowi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia minimal Calon Gubernur (Cagub) mendadak menjadi perhatian publik.
Pasalnya, Jokowi dianggap menunjukkan sikap yang berbeda ketika putusan MK melibatkan kepentingan anak-anaknya, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep.
Kecaman pun terus mengalir kepada orang nomor satu di Indonesia tersebut. Baik dari kalangan Politkus maupun mahasiswa.
Seperti Ketua Umum (Ketum) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Fahrul Dason, ia ikut mengecam sikap Jokowi.
Dikatakan Fahrul, dulunya Jokowi hanya seorang tukang kayu. Tidak jauh berbeda dengan masyarakat kecil yang kadang merintih kelaparan.
"Seorang tukang kayu dari kalangan wong cilik kini telah berubah menjadi wong licik, berusaha menjadi seorang priyayi diktator," ujar Fahrul kepada fajar.co.id, Kamis (22/8/2024) siang.
Fahrul mengatakan, pada Kamis ini masyarakat di seluruh Indonesia benar-benar murka karena menyaksikan kondisi negara yang tergerogoti nafsu kekuasaan.
"Merusak aturan-aturan Mahkamah Konstitusi," cetusnya.
Lebih lanjut, Fahrul menuturkan bahwa masyarakat juga telah banyak menyaksikan bagaimana Presiden Jokowi mencoba membangun sebuah panggung sandiwara.
"Dengan dukungan Badan Legislasi (Baleg) yang menggagalkan putusan MK, menerima putusan MA. Beberapa akademisi berpendapat bahwa dinamika ini merupakan upaya untuk meloloskan anak bungsunya, Kaesang Pangarep, dalam kontestasi pilkada," tukasnya.
Dijelaskan Fahrul, penurunan ambang batas pencalonan (threshold) juga terjadi, dari 20 persen menjadi 6,5-10 persen pada dasarnya merupakan strategi untuk membagi kue kekuasaan terhadap koalisi yang belum berhasil mendapatkan kursi.
"Sebagai bentuk terima kasih komitmen politik. Dengan menurunkan threshold, partai-partai kecil tetap bisa maju dalam kontestasi Pilkada," sebutnya.
Setelah meloloskan Gibran sebagai Wakil Presiden, kata Fahrul, kini langkah-langkah diktator Jokowi berlanjut dengan upaya meloloskan anak bungsunya, Kaesang.
"Saya melihat ini sebagai bagian dari strategi culas untuk membangun kesetiaan koalisi terhadapnya," imbuhnya.
"Keuntungan dari strategi ini adalah bagaimana Jokowi melibatkan orang-orang di sekitarnya untuk ikut bertanggung jawab. Dengan cara ini, ia memastikan mereka semua menjadi bagian dari konspirasi kekuasaan," sambungnya.
Fahrul kemudian mengutip perkataan Mikel Hem dalam bukunya "Kiat-Kiat Menjadi Diktator—Pelajaran dari Pemimpin yang Paling Edan", hampir tidak ada diktator yang tidak menempatkan kerabat dan teman sampai keluarga dalam berbagai posisi penting.
"Dengan demikian, orang-orang terdekatnya bisa dipastikan menduduki posisi kunci," tandasnya.
Fahrul bilang, riuh-ricuh yang terjadi di masyarakat hari ini merupakan respons moral terhadap situasi politik yang tampaknya belum berakhir.
"Setidaknya, masyarakat harus bersatu dalam menolak dan mengawal setiap putusan MK untuk melawan semua ini," kuncinya.
Sebelumnya, di berbagai platform Media Sosial (Medsos), netizen Indonesia gencar membagikan gambar lambang Burung Garuda dengan latar belakang biru dan tulisan 'Peringatan Darurat'.
Gerakan ini muncul sebagai reaksi atas upaya DPR dan pemerintah untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan ambang batas syarat pencalonan kepala daerah.
Gambar Burung Garuda berwarna biru ini pertama kali dipublikasikan melalui akun Instagram yang dikelola kolaborasi antara @najwashihab, @matanajwa, dan @narasitv.
Postingan ini pun sontak mendapat perhatian luas dari pengguna Medsos. Baik pengguna akun X, Instagram, maupun Facebook.
Di platform X (dulu Twitter), hingga pukul 19.04 WITA pada 21 Agustus 2024, lebih dari 93,2 ribu cuitan telah dibuat dengan menggunakan tagar 'Peringatan Darurat', mencerminkan besarnya respon publik terhadap isu ini.
"Peringatan Darurat! DPR membuang Keputusan Mahkamah Konstitusi, dan memaksakan RUU Pilkada demi kepentingan rezim! DPR sudah tidak menganggap lembaga yang harus menjaga Konstitusi Republik Indonesia. #KawalPutusanMK. Mari sama2 pasang gambar Peringatan Darurat ini di sosmed kita," tulis akun @marilah_kemari.
"Rapatkan barisan sappo kita lawan rezim rusak Jokowi. Saatnya bersatu, pendukung PDIP, pendukung Ahok, pendukung Anies, mahasiswa, buruh, dan warga DKI, jgn diam lawan koalisi perusak demokrasi. Gerakan ini dilihat sebagai bentuk protes masyarakat terhadap langkah pemerintah dan DPR yang dinilai berpotensi merusak integritas hukum dan demokrasi Indonesia," akun @Anak_Ogi juga ikut memperlihatkan perlawanannya.
Dukungan terhadap gerakan ini terus bertambah, semakin menegaskan kekhawatiran publik bahwa perubahan yang diusulkan bisa berdampak negatif pada tatanan demokrasi dan konstitusi negara.
(Muhsin/fajar)
Menyoal Sikap Jokowi Terhadap Putusan MK, Mahasiswa Unismuh: Tukang Kayu Kini Jadi Priyayi Diktator
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Sikap yang diperlihatkan Presiden Jokowi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia minimal Calon Gubernur (Cagub) mendadak menjadi perhatian publik.
Pasalnya, Jokowi dianggap menunjukkan sikap yang berbeda ketika putusan MK melibatkan kepentingan anak-anaknya, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep.
Kecaman pun terus mengalir kepada orang nomor satu di Indonesia tersebut. Baik dari kalangan Politkus maupun mahasiswa.
Seperti Ketua Umum (Ketum) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Fahrul Dason, ia ikut mengecam sikap Jokowi.
Dikatakan Fahrul, dulunya Jokowi hanya seorang tukang kayu. Tidak jauh berbeda dengan masyarakat kecil yang kadang merintih kelaparan.
"Seorang tukang kayu dari kalangan wong cilik kini telah berubah menjadi wong licik, berusaha menjadi seorang priyayi diktator," ujar Fahrul kepada fajar.co.id, Kamis (22/8/2024) siang.
Fahrul mengatakan, pada Kamis ini masyarakat di seluruh Indonesia benar-benar murka karena menyaksikan kondisi negara yang tergerogoti nafsu kekuasaan.
"Merusak aturan-aturan Mahkamah Konstitusi," cetusnya.
Lebih lanjut, Fahrul menuturkan bahwa masyarakat juga telah banyak menyaksikan bagaimana Presiden Jokowi mencoba membangun sebuah panggung sandiwara.
"Dengan dukungan Badan Legislasi (Baleg) yang menggagalkan putusan MK, menerima putusan MA. Beberapa akademisi berpendapat bahwa dinamika ini merupakan upaya untuk meloloskan anak bungsunya, Kaesang Pangarep, dalam kontestasi pilkada," tukasnya.
Dijelaskan Fahrul, penurunan ambang batas pencalonan (threshold) juga terjadi, dari 20 persen menjadi 6,5-10 persen pada dasarnya merupakan strategi untuk membagi kue kekuasaan terhadap koalisi yang belum berhasil mendapatkan kursi.
"Sebagai bentuk terima kasih komitmen politik. Dengan menurunkan threshold, partai-partai kecil tetap bisa maju dalam kontestasi Pilkada," sebutnya.
Setelah meloloskan Gibran sebagai Wakil Presiden, kata Fahrul, kini langkah-langkah diktator Jokowi berlanjut dengan upaya meloloskan anak bungsunya, Kaesang.
"Saya melihat ini sebagai bagian dari strategi culas untuk membangun kesetiaan koalisi terhadapnya," imbuhnya.
"Keuntungan dari strategi ini adalah bagaimana Jokowi melibatkan orang-orang di sekitarnya untuk ikut bertanggung jawab. Dengan cara ini, ia memastikan mereka semua menjadi bagian dari konspirasi kekuasaan," sambungnya.
Fahrul kemudian mengutip perkataan Mikel Hem dalam bukunya "Kiat-Kiat Menjadi Diktator—Pelajaran dari Pemimpin yang Paling Edan", hampir tidak ada diktator yang tidak menempatkan kerabat dan teman sampai keluarga dalam berbagai posisi penting.
"Dengan demikian, orang-orang terdekatnya bisa dipastikan menduduki posisi kunci," tandasnya.
Fahrul bilang, riuh-ricuh yang terjadi di masyarakat hari ini merupakan respons moral terhadap situasi politik yang tampaknya belum berakhir.
"Setidaknya, masyarakat harus bersatu dalam menolak dan mengawal setiap putusan MK untuk melawan semua ini," kuncinya.
Sebelumnya, di berbagai platform Media Sosial (Medsos), netizen Indonesia gencar membagikan gambar lambang Burung Garuda dengan latar belakang biru dan tulisan 'Peringatan Darurat'.
Gerakan ini muncul sebagai reaksi atas upaya DPR dan pemerintah untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan ambang batas syarat pencalonan kepala daerah.
Gambar Burung Garuda berwarna biru ini pertama kali dipublikasikan melalui akun Instagram yang dikelola kolaborasi antara @najwashihab, @matanajwa, dan @narasitv.
Postingan ini pun sontak mendapat perhatian luas dari pengguna Medsos. Baik pengguna akun X, Instagram, maupun Facebook.
Di platform X (dulu Twitter), hingga pukul 19.04 WITA pada 21 Agustus 2024, lebih dari 93,2 ribu cuitan telah dibuat dengan menggunakan tagar 'Peringatan Darurat', mencerminkan besarnya respon publik terhadap isu ini.
"Peringatan Darurat! DPR membuang Keputusan Mahkamah Konstitusi, dan memaksakan RUU Pilkada demi kepentingan rezim! DPR sudah tidak menganggap lembaga yang harus menjaga Konstitusi Republik Indonesia. #KawalPutusanMK. Mari sama2 pasang gambar Peringatan Darurat ini di sosmed kita," tulis akun @marilah_kemari.
"Rapatkan barisan sappo kita lawan rezim rusak Jokowi. Saatnya bersatu, pendukung PDIP, pendukung Ahok, pendukung Anies, mahasiswa, buruh, dan warga DKI, jgn diam lawan koalisi perusak demokrasi. Gerakan ini dilihat sebagai bentuk protes masyarakat terhadap langkah pemerintah dan DPR yang dinilai berpotensi merusak integritas hukum dan demokrasi Indonesia," akun @Anak_Ogi juga ikut memperlihatkan perlawanannya.
Dukungan terhadap gerakan ini terus bertambah, semakin menegaskan kekhawatiran publik bahwa perubahan yang diusulkan bisa berdampak negatif pada tatanan demokrasi dan konstitusi negara.
(Muhsin/fajar)
Sentimen: negatif (100%)