Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Tokoh Terkait
Begini Penjelasan Pakar Hukum Tata Negara Soal Putusan MK Terkait Ambang Batas Pilkada dan Syarat Umur
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Mahkamah Konsitusi (MK) mengeluarkan dua putusan terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Hal tersebut ditanggapi Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana dengan kepakarannya.
Dua putusan itu adalah putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan dan putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang pemaknaan syarat umur.
Denny menjelaskan, meskipun MK menolak permohonan dua mahasiswa
dalam Putusan 70, namun MK memberikan pertimbangan hukum yang tegas. Bahwa syarat umur diperhitungkan penetapan pasangan calon kepala daerah, bukan sejak pelantikan.
“MK mengatakan pemaknaan demikian sudah terang benderang dan tidak perlu diberi penguatan dan penafsiran lain,” ungkapnya dikutip fajar.co.id dari unggahannya di X, Rabu (21/8/2024).
“Dengan menggunakan pendekatan historis, sistematis, praktis, dan komparatif, MK menegaskan pemaknaan syarat umur dihitung sejak penetapan pasangan calon, bukan sejak pelantikan,” tambahnya.
Ia mengungkapkan, memang ada putusan Mahkamah Agung yang memaknai syarat umur dihitung sejak pelantikan pasangan kepala daerah terpilih.
“Putusan MA itu di ruang publik dianggap membuka peluang pencalonan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, yang saat ini namanya mulai disebut sebagai calon kepala daerah,” ucapnya.
Ia bilang, dengan putusan MK yang demikian, artinya, peluang Kaesang untuk maju sebagai pasangan calon kepala daerah pada level provinsi menjadi tertutup. Karena syarat umur minimal gubernur adalah 30 tahun.
“Sedangkan Kaesang saat penetapan calon kepala daerah provinsi, belum berusia 30 tahun. Kecuali yang bersangkutan maju sebagai kepala daerah di level Kabupaten/Kota, yang syarat umurnya 25 tahun,” ujarnya.
Jika tetap, kata dia, memaksakan maju sebagai calon kepala daerah. Sesuai putusan MA yang memaknai syarat umur dihitung sejak pelantikan.
“MK menegaskan akan memutus pencalonan yang demikian sebagai tidak sah melalui persidangan sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi,” terangnya.
Sementara itu, Putusan 60 tentang syarat ambang batas pencalonan, disebutnya menegaskan putusannya sebelumnya. Itu membatalkan dan menyatakan inkonstitusional syarat pencalonan kepala daerah yang hanya diperuntukkan bagi partai politik yang memiliki kursi di parlemen daerah.
“Konsep menghormati daulat rakyat, yang telah memberikan suara dalam pemilu, serta keadilan syarat dibandingkan dengan syarat calon independen, adalah beberapa landasan argumentasi Putusan 70,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, Putusan 70 menghilangkan syarat kursi, dan hanya mengakui syarat suara sah, dan membatalkan bersyarat Pasal 40 ayat 1 dan membatalkan keseluruhan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada.
“Konsekuensinya Pasal 40 ayat (2) juga dinyatakan MK tidak berlaku, atau dalam putusan disebutkan ”Pasal 40 ayat (2) UU 10/2016 dan ketentuan lain yang terkait dan terdampak pemberlakuannya harus menyesuaikan dengan putusan a quo,” imbuhnya.
Dalam amar putusannya, ia mengungkapkan, MK kemudian memberikan syarat ambang batas yang berbeda-beda persentasenya untuk setiap wilayah, tergantung jumlah Daftar Pemilih Tetap.
“Untuk Jakarta misalnya, dengan DPT antara 6 juta – 12 juta, maka syarat pencalonan adalah partai politik harus mendapatkan suara sah paling sedikit 7,5% di Daerah Khusus Jakarta, ucapnya.
Dengan syarat baru tersebut, Denny mengatakan yang menjadi pertanyaan apakah PDI Perjuangan yang bisa mengusung calon sendirian, akan mengusulkan Anies Baswedan? Mengingat dinamika beberapa hari ke depan tentu akan sangat menentukan dan menarik diperhatikan.
“Yang juga akan terdampak Putusan 60 adalah strategi melawan ” kotak kosong” yang ada di beberapa wilayah, kemungkinan akan berubah dengan adanya syarat baru berdasarkan putusan MK tersebut,” ujarnya.
Dengan dua putusan MK tersebut, Putusan 60 soal syarat ambang batas, dan Putusan 70 soal syarat umur, maka peta pertarungan Pilkada tentu akan berubah dan semakin dinamis serta semakin hangat.
“Beberapa hari menjelang pendaftaran kepala daerah ke KPU, akan banyak drama dan politicking yang seyogyanya tidak makin menghilangkan esensi pemilu yang semestinya jujur, adil, dan demokratis,” terangnya.
Ia bilang putusan MK yang demikian, sebaiknya semua elemen negara Presiden, Parlemen (DPR dan DPD), KPU, MA, Partai Politik, dan semua elemen kepemiluan, sebaiknya menghormati putusan yang demikian.
“Pemaknaan di luar Putusan MK yang sudah jelas sebaiknya dilaksanakan dan tidak lagi dimaknai tergantungan kepentingan partisan atau politik pememangan sesaat, yang bertentangan dengan kepentingan pemilu dan dan negara hukum Indonesia,” pungkasnya.
(Arya/Fajar)
Sentimen: positif (50%)