Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Indonesia
Tokoh Terkait
Merdeka dan Berdaulat Sumber Daya Alam
Detik.com Jenis Media: News
Seperti bunyi terompet atau kentongan di kampung-kampung yang keras serta memiliki arti notifikasi peringatan untuk tata kelola sumber daya alam negara kita tidak bisa terbendung lagi. Beberapa bulan ke belakang ramai diperbincangkan pro dan kontra pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) keagamaan lewat beleid Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2024 tentang tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Begitulah bunyi konstitusi negara kita dalam pedoman pengelolaan sumber daya alam.
Seperti berlian yang tampak indah karena memiliki banyak sisi, demikian pula banyak potensi yang dapat dilihat dari sumber daya alam Indonesia. Bangsa Indonesia telah dianugerahi oleh Tuhan kekayaan berupa sumber daya alam yang sangat berlimpah, baik di darat, perairan maupun di udara yang merupakan modal dasar pembangunan nasional di segala bidang sebagai pengelolaan sumber daya alam.
Termasuk dalam sejarah panjang peradaban bangsa kita, kolonialisme dan imperialisme yang selama ratusan tahun berada di bumi Nusantara juga dikarenakan oleh pengambilan sumber daya alam yang sangat melimpah dan diambil oleh bangsa barat untuk dibawa ke negeri mereka.
Sebagai bangsa yang merdeka sejak dibacakan proklamasi pada 17 Agustus 1945 oleh Sukarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, sumber daya alam adalah sebagai modal dasar yang harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan, dan dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia
Terlebih lagi Indonesia dengan segala keragaman yang dimilikinya serta tanah air yang begitu kaya, jika tidak dirawat dengan baik, akan menjadi negara yang isinya hanya konflik dan perpecahan. Sehingga pertanyaan yang harus direfleksikan oleh kita sebagai bangsa yang merdeka, apakah kita sudah merdeka dan berdaulat dalam pengelolaan sumber daya alam yang kita miliki? Atau, kita hanya terjebak dengan kata merdeka tanpa berdaulat pengelolaan sumber daya alam?
Kemerdekaan Tata Kelola Sumber Daya Alam
Pemaknaan kemerdekaan mesti merujuk pada tujuan kemerdekaan seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan dimaksud adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan.
Tentu merujuk dari tujuan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, untuk mencapai itu semua dan dengan melihat sumber daya alam yang melimpah harusnya kita dapat mencapai tujuan tersebut dengan terukur dan kepastian. Mengutip tulisan Kwik Kian Gie di Kompas, 22 September 2021, sejak 1967 sumber daya mineral kita sudah "dihabisi" korporat-korporat raksasa asing dan perorangan Indonesia swasta (istilah Bung Hatta, orang partikelir).
Selama Bung Karno presiden RI, Istana dibanjiri pimpinan perusahaan raksasa asing yang minta konsesi untuk eksplorasi dan eksploitasi SDA kita, terutama mineral yang sangat mahal harganya. Bung Karno menolak semuanya sambil memerintahkan Wakil Perdana Menteri Chairul Saleh yang ketika itu membidangi ESDM agar sedikit saja izin diberikan pada korporat asing untuk memperoleh devisa yang sangat kita butuhkan.
Ketika ditanya oleh Megawati, Bung Karno menjawab: "Nanti akan dieksploitasi oleh insinyur-insinyur kita sendiri." Ceritera ini saya peroleh langsung dari Megawati.
Sampai hari ini pun, dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia mengalami tiga defisit, yakni defisit di sisi pangan, manufaktur, dan minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan nasional. Di sisi pangan, Indonesia lebih banyak mengimpor komoditas pangan inti seperti beras, gandum, daging dibandingkan mengekspor pangan yang kita hasilkan. Gejala dini industrialisasi menyebabkan Indonesia mengimpor produk manufaktur lebih banyak dibandingkan mengekspor produk manufaktur.
Belum lagi kebutuhan nasional sektor energi yaitu minyak bumi kita sudah defisit kira-kira 800.000 barel per hari. Kalikan saja 100 dollar AS, Anda bisa bayangkan berapa devisa yang kita butuhkan gara-gara lifting, produksi minyak kita, turun terus dan setiap tahun selalu disuguhkan lip service pemerintah lewat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) ditargetkan di bawah satu juta barel per hari yang sampai saat ini tidak pernah tercapai dan seperti jauh panggang dari api. Jadi, kita mengalami triple deficit pada era kemerdekaan saat ini.
Alih-alih meningkatkan spirit transisi energi karena ancaman perubahan iklim dengan mengurangi emisi dari pembuangan energi fosil. Selama ini, Indonesia sangat tergantung pada batu bara dan yang terbaru beleid pemberian IUP kepada Ormas Keagamaan. Padahal, banyak jenis energi lain yang jika dikembangkan akan menyumbang signifikan pada upaya pemenuhan energi nasional. Terlebih lagi jika akses pada pengelolaan energi baru dan energi terbarukan itu dibuka seluas-luasnya kepada masyarakat atau komunitas sehingga muncul alternatif-alternatif pengelolaan energi yang tidak selalu tersentralisasi.
Refleksi Daulat Sumber Daya Alam
Pelibatan penelitian dan pengetahuan dalam pengambilan kebijakan juga menjadi kunci untuk mendorong daya saing produk Indonesia. Banyak sekali berbagai komoditas sumber daya alam kita yang tidak diolah dengan upaya maksimal walaupun sudah ada kebijakan hilirisasi. Sebagai contoh, pengolahan produk kelapa sawit yang selama ini membuat Indonesia hanya menjadi penghasil bahan mentah.
cita-cita kemerdekaan dalam konstitusi untuk mencapai negara yang adil dan makmur. Makmur dimaknai tidak sekadar kaya secara ekonomi, tetapi juga ada unsur perbaikan kemaslahatan sosial dan kualitas manusianya. Dalam hal ini, kesetaraan kesempatan dan kesetaraan pemberdayaan menjadi kunci bagi orientasi pemerintah dalam merumuskan peta jalan pembangunan nasional ke depan.
Upaya untuk mewujudkan Indonesia Maju 2045, pengelolaan sumber daya alam harus dilaksanakan dengan memastikan pemenuhan pangan yang memadai, pasokan energi yang cukup, hilirisasi industri yang berlandaskan peningkatan nilai tambah, aksesibilitas energi yang berpegang teguh keadilan di seluruh lapisan masyarakat, dan transformasi energi fosil ke energi bersih melalui komitmen serius terhadap tren global penggunaan energi dunia dalam rangka mitigasi dampak gas rumah kaca.
Komitmen Indonesia menuju Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 merupakan sebagian dari transformasi yang diperlukan dalam upaya menjadi negara maju pada 2045. Upaya ini meliputi diversifikasi ekonomi dari konsentrasi sumber daya alam, pembangunan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia yang didorong oleh pengetahuan, teknologi dan inovasi, serta dengan memanfaatkan keunggulan kompetitif pada berbagai rantai nilai energi bersih.
Terakhir, dalam kesempatan untuk memberikan secercah gagasan dalam refleksi makna merdeka dan berdaulat dalam pengelolaan sumber daya alam, negara kita harus mampu mengedepankan kepastian hukum yang berlandaskan hak-hak bangsa Indonesia tanpa terkecuali.
Rifqi Nuril Huda Direktur Eksekutif Institute of Energy and Development Studies (IEDS), mahasiswa Pascasarjana Hukum Sumber Daya Alam Universitas Indonesia, Ketua Umum Akar Desa Indonesia, Wakil Bendahara Umum DPP GMNI
(mmu/mmu)Sentimen: positif (100%)