Jumlah Keluarga Berisiko Stunting Turun Tahun 2024, Begini Respons Bara JP
Tagar.id Jenis Media: Nasional
TAGAR.id, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP Bara JP atau Barisan Relawan Jalan Perubahan Relly Reagen mengatakan bahwa permasalahan keluarga berisiko stunting berkat kerja keras Kemendagri.
"Saya mengikuti bagaimana Mendagri serius setiap rapat dengan Pj Kepala Daerah atau pun evaluasi mingguan sangat ditekankan penurunan target stunting," tandas mantan gubernur kedokteran ini yang juga Ketua Presidium Ikatan Alumni Senat Fakultas Kedokteran Indonesia ini.
Reagen melihat pentingnya pemerintahan kedepan menyinkronkan sektor BKKBN dengan daerah-daerah yang stanting tinggi agar di evaluasi kinerjanya berjalan dengan baik.
"Kan banyak kepala daerah yang berprestasi dalam penanganan penurunan stunting. Ya ada baiknya pemerintah pusat memberikan rewards melalui intensif pembangunan SDM dan pelayan medis dapat skala prioritas dari Kemenkes kedepan bukan hanya pemberian piagam secara seremonial," tandas sekjen Dpp Bara JP ini kepada awak media.
Sebelumnya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan bahwa jumlah keluarga berisiko stunting (KRS) di Indonesia mengalami penurunan cukup signifikan.
Direktur Pelaporan dan Statistik (Laptik) BKKBN Lina Widyastuti mengatakan jumlah KRS pada 2022 secara nasional berkisar 13,5 juta penduduk.
Angka tersebut menurun dari 2023, menjadi 11,8 juta penduduk dan kembali turun pada catatan awal 2024 menjadi 8,6 juta penduduk.
"Jumlah keluarga berisiko stunting (KRS) mengalami penurunan yang disebabkan oleh intervensi yang berdasar pada strategi penapisan yang telah ditetapkan," imbuhnya saat ditemui di kantor BKKBN Pusat, Jakarta Timur, Jumat, 9 Agustus 2024.
Lina menyebut intervensi yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR) berbasis data peningkatan akses terhadap jamban dan air bersih. Selain itu, intervensi berupa komunikasi maupun pelayanan modern terhadap pasangan usia subur (PUS) juga diyakini ikut berpengaruh.
"Sebuah keluarga dikatakan sebagai keluarga berisiko jika termasuk dalam keluarga sasaran (yakni calon pengantin, ibu hamil, keluarga memiliki baduta atau anak di bawah usia dua tahun, keluarga memiliki balita) yang tidak memiliki jamban dan akses air minum sehat," terangnya. []
Sentimen: negatif (98.1%)