Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Keputusan Airlangga Mundur Dinilai Anomali karena Berprestasi dan Dekat dengan Penguasa
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai bahwa pengunduran diri Airlangga Hartarto dari posisi Ketua Umum Partai Golkar adalah peristiwa anomali.
Sebab, menurut Agung, dari dua alasan yang dikemukakan Airlangga seharusnya tidak bisa dijadikan alasan untuk mundur.
“Secara teks itu sebenarnya sederhana ya pesannya dua menjaga soliditas di internal. Kemudian, menjaga transisi dan sinkronisasi pemerintahan dari Joko Widodo (Jokowi) ke Prabowo. Teksnya begitu, tetapi kalau kita bedah konteksnya ada apa? Kan semuanya baik-baik saja sebenarnya,” ujar Agung dalam program Obrolan Newsroom bersama Kompas.com, Selasa (13/8/2024).
"Soal soliditas di internal, kemarin Airlangga mau aklamasi prosesnya, malah seluruh Indonesia mendukung,” katanya melanjutkan.
Baca juga: Bukan Sekali Ini Airlangga Dapat Serangan, tapi Kali Ini Satu Pukulan Langsung Roboh
Kemudian, Agung berpandangan bahwa tidak ada masalah terkait sinkronisasi dan transisi pemerintahan karena Airlangga menjalankan tugasnya dengan baik sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
“Jadi anomalinya di situ. Jadi kontradisksi antara teks dan konteks yang kita lihat dengan yang Airlangga jalani selama ini,” ujarnya.
Oleh karena itu, Agung menduga bahwa ada faktor di luar partai yang membuat Airlangga akhirnya memutuskan mundur dari jabatannya di Golkar. Sebab, secara internal tidak mengemuka masalah.
Apalagi, prestasi Golkar pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 terbilang sangat baik dengan finis di peringkat dua perolehan suara secara nasional.
Baca juga: Sebut Airlangga Tetap Dapat Posisi Penting di Partai, Golkar: Kita Tidak Pernah Membuang...
Agung lantas menyebut, faktor eksternal yang mungkin saja berasal dari persoalan hukum. Asumsi itu berdasarkan pengalaman sejarah dari para Ketum Golkar sebelumnya.
“Kalau dibedah kenapa mereka misalkan tidak lagi menjadi ketum ataupun mundur. Pertama itu yang mengemuka Setya Novanto itu karena masalah hukum,” katanya.
Kemudian, ada Aburizal Bakrie dan Jusuf Kalla karena masalah prestasi, tidak mampu meningkatkan elektoral Partai Golkar. Sedangkan Akbar Tandjung diduga karena faktor dislike dari penguasa saat itu yakni Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Jadi, kalau dibedah dari tiga hal tadi maka Airlangga cenderung yang ada masalah, ada kasus mungkin yang mengemuka dugaannya. Karena beliau sangat dekat dengan presiden baik Jokowi atau Prabowo. Kemudian, berprestasi secara elektoral,” ujarnya.
Oleh karena itu, Agung menduga bahwa faktor eksternal yang membuat Airlangga memutuskan mundur bisa jadi karena ada masalah hukum yang ingin diselesaikan.
Baca juga: 3 Peristiwa di Luar Nalar Terjadi pada Golkar, Terbaru Pengunduran Diri Airlangga
Namun, Agung mengatakan, saat ini persoalannya bukan lagi menduga-duga faktor di balik pengunduran diri Airlangga, melainkan nasib Partai Golkar pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Menurut dia, Golkar memang harus segera memiliki ketum definitif sebelum pendaftaran calon kepala daerah dibuka pada 27-29 Agustus 2024. Sebab, membutuhkan tanda tangan ketum definitif dalam formulir pendaftaran calon kepala daerah yang diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sentimen: positif (96.9%)