Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Distribusi Kondom di Sekolah Disebut sebagai Pelecehan Agama
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Imam Shamsi Ali, diaspora Indonesia yang kini menetap di Amerika Serikat, ikut mengkritik wacana distribusi alat kontrasepsi di sekolah-sekolah Indonesia.
Menurutnya, langkah ini merupakan bagian dari perang terhadap agama dan moralitas yang menjadikan anak muda dan remaja sebagai target utama.
"Selain kekuarga, perang kepada agama dan moralitas juga menjadikan remaja dan anak muda bahkan yang di bawah umur (17 tahun ke bawah) sebagai target utama," ujar Shamsi Ali kepada fajar.co.id, Selasa (13/8/2024).
Imam Shamsi Ali mengungkapkan bahwa di dunia Barat, pendidikan seks (sex education) sering dijadikan justifikasi untuk pembenaran hubungan seksual dan promosi homoseksualitas.
"Di dunia Barat seringkali menjadi justifikasi pembenaran hubungan seks dan promosi homoseksualitas," ucapnya.
Ia menilai bahwa upaya tersebut sering kali didukung oleh kebijakan resmi pemerintah dan berbagai pengaruh non-resmi, termasuk dari dunia hiburan Hollywood.
"Karenanya ketika saya dengar perbincangan dan perdebatan yang lagi ramai di Indonesia tentang distribusi alat kontrasepsi (condom), termasuk untuk anak sekolah dan remaja, saya justeru tersadarkan kembali tentang peperangan global ini," sebutnya.
"Dan Indonesia nampaknya mulai ikut bertekuk lutut, sujud kepada propaganda yang yang dibangun oleh dunia luar," sambung dia.
Dia menambahkan bahwa kebijakan penyediaan alat kontrasepsi di sekolah jelas melecehkan agama dan moralitas.
"Kebijakan menyediakan alat kontrasepsi ini jelas adalah pelecehan agama dan moralitas," cetusnya.
Selain itu, ia menganggap langkah tersebut sebagai bukti bahwa sebagian segmen bangsa merasa inferior dan terbawa arus gerakan yang anti-agama dan moralitas.
"Bahkan menjadi bukti bahwa ada sebagian segmen bangsa yang memang terkalahkan dan inferior, bahkan terbawa arus barisan mereka yang anti agama dan moralitas," imbuhnya.
Imam Shamsi Ali menegaskan bahwa kebijakan semacam ini bertentangan dengan falsafah negara Pancasila yang berketuhanan, serta bertentangan dengan UUD 1945.
"Semua itu harusnya disadari jika bertentangan dengan Falsafah negara (Pancasila) yang berketuhanan, bertentangan dengan UUD," terangnya.
Ia juga menyebutkan bahwa kebijakan tersebut melecehkan karakter bangsa Indonesia yang dikenal dengan nilai-nilai luhur dan moralitas keagamaan.
Keluarga dan remaja jadi target utama
Jika mengikuti berbagai peristiwa dunia, kata Shamsi Ali, termasuk peristiwa-peristiwa di dunia Islam, termasuk Indonesia, maka didapati upaya perang terhadal agama dan moralitas ini menjadi sangat intens dalam tahun-tahun terakhir.
"Hal aneh yang mungkin terjadi dalam hal ini. Bahwa justeru di saat agama (Islam) menggeliat di dunia Barat, justeru perang kepada agama dan moralitas di dunia Islam semakin menjadi-jadi. Hal itu dapat kita lihat dalam berbagai ruang lingkup kehidupan dan kebijakaan-kebijakan pemerintahannya," Shamsi Ali menuturkan.
Shamsi Ali mengaku tidak perlu menceritakan lagi apa yang terjadi di negara-negara Islam Timur Tengah, termasuk Saudi Arabia. Tapi apa yang sedang terjadi di Indonesia saat ini telah mengkhawatirkan dan menggerahkan.
"Dalam posisi saya sebagai Imam dan da’i di negara Amerika yang sering dituduh phobia terhadap Islam, hal ini cukup menggerahkan bahkan menyakitkan," jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan Shamsi Ali, peerangan kepada agama dan moralitas di dunia Barat berpusat (Walau tidak ekslusif) pada dua segmen masyarakat.
"Pertama, pengrusakan melalui institusi keluarga. Di mana terjadi perongrongan besar-besaran kepada institusi keluarga," tambahnya.
Dibeberkan Shamsi Ali, hal itu dimulai dari pengaburan konsep jender, defenisi lelaki atau wanita tidak lagi berdasarkan fakta biologis. Tapi lebih kepada persepsi yang berkembang di masyarakat.
"Lelaki bisa jadi wanita atau sebaliknya wanita bisa jadi lelaki jika secara publik diterima," timpalnya.
Selanjutnya, Shamsi Ali menyebut bahwa yang terjadi adalah keluarga (suami-isteri) tidak lagi didefenisikan sebagai pasangan pria dan wanita.
"Maka perkawinan tidak lagi dipahami sebagai terjalinnya hubungan pernikahan antara seorang pria dan wanita, tapi juga karena pernikahan sesama jenis," tukasnya.
Shamsi Ali bilang, apa terjadi itu berlanjut dan berdampak kepada prilaku moralitas masyarakat secara luas. Hubungan seks bebas, termasuk seks sesama jenis menjadi hal yang dilihat “bernilai” moral.
"Asal terjadi dengan dasar saling menyukai dan berdasarkan kebebasan. Hati-hati saudaraku!," tandasnya.
PKS Makassar menolak wacana bagi-bagi alat kontrasepsi di sekolah
Seperti diketahui, Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 yang mengatur tentang pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 mengenai kesehatan, termasuk ketentuan terkait pemberian alat kontrasepsi kepada siswa dan remaja menuai penolakan.
Penolakan itu datang dari berbagai kalangan, termasuk politisi. Salah satunya, anggota Komisi B DPRD Kota Makassar fraksi PKS, Azwar.
Menurut Azwar, kebijakan membagikan alat kontrasepsi di sekolah-sekolah merupakan hal yang bisa berdampak buruk bagi generasi.
"Kita dengan tegas menolak, pendidikan edukasi seksual itu seakan-akan memberikan pelegalan terhadap seks bebas. Kan membagikan alat kontrasepsi," ujar Azwar kepada fajar.co.id, Sabtu (10/8/2024).
Ia menegaskan bahwa edukasi seksual dengan membagikan alat kontrasepsi tidak sesuai dengan adat ketimuran.
"Ini tidak sesuai dengan adat ketimuran kita," ucapnya.
Tambahkan, terkait edukasi biologis, lebih bagus jika dikembalikan ke rumah. Pembinaan keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak-anak.
"Kan ada penyuluhan Keluarga Berencana (KB) pada ibu-ibu, tidak perlu diajarkan begitu di sekolah-sekolah," tukasnya.
Azwar pun mewanti-wanti jika hal tersebut bakal diterapkan di kota Makassar. Ia bersama PKS memberikan penolakan keras.
"Karena ini sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur itu, tetapi jangan sampai disalah artikan. Makanya kita tegas, kan di situ di Pasal berapa itu, ada disebutkan edukasi dan pembagian alat kontrasepsi," sebutnya.
"Kita tegas mengingatkan jangan sampai terjadi bagi-bagi alat kontrasepsi di sekolah, nda boleh itu," sambung dia.
Azwar tidak menampik mengenai tujuan dari kebijakan tersebut. Hanya saja, menurutnya jika itu dilakukan di sekolah maka kesannya tidak tepat.
"Segi tujuan, itu kan sudah ada di sisi lain tentang KB, itu satu sisi baik. Tapi kalau mau dibawa ke sekolah pendidikannya, belum tetap," bebernya.
"Apalagi nanti disalahartikan bahwa ini mengajar seks bebas di usia sekolah. Jauh dari adat ketimuran kita," Azwar menuturkan.
Azwar khawatir, nantinya muncul kesan bahwa pemerintah mendorong agar pelajar melakukan hal negatif.
"Solusinya, perkuat pembinaan agama, keluarga, nilai-nilai akhlak diajarkan terus. Itulah yang bisa mencegah dari hal yang tidak diinginkan. Dengan begitu, tidak terpikir lagi bagi-bagi alat kontrasepsi," tandasnya.
Azwar bilang, dirinya tidak menyangka bahwa ada pemikiran yang lahir untuk membagikan alat kontrasepsi kepada anak-anak remaja di sekolah.
"Kok bisa pikiran itu muncul. Kita ingatkan, mana itu yang buat Undang-undang, yang mau bagi-bagi," kuncinya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Salah satu aspek penting dari PP ini adalah pengaturan terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja.
Pasal 103 dari PP tersebut menggarisbawahi upaya kesehatan reproduksi untuk pelajar dan remaja.
Pada ayat (1), disebutkan bahwa langkah-langkah minimal yang harus diambil mencakup pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Ayat (2) dari pasal yang sama menguraikan aspek-aspek edukasi yang harus diberikan, termasuk pemahaman tentang sistem, fungsi, dan proses reproduksi; cara menjaga kesehatan reproduksi; pengenalan risiko perilaku seksual dan dampaknya; konsep keluarga berencana; kemampuan untuk melindungi diri dan menolak hubungan seksual yang tidak diinginkan; serta pemilihan media hiburan yang sesuai dengan usia anak.
Lebih lanjut, Pasal 103 ayat (3) menyebutkan bahwa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi dapat dilakukan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di sekolah, serta kegiatan lain di luar sekolah.
Pasal 103 ayat (4) menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi harus mencakup deteksi dini atau skrining penyakit, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Konseling tersebut, menurut Pasal 103 ayat (5), harus memperhatikan privasi dan kerahasiaan individu, dan dilaksanakan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, konselor, atau konselor sebaya yang memiliki kompetensi sesuai kewenangan masing-masing.
(Muhsin/fajar)
Sentimen: positif (100%)