Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UIN, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Kab/Kota: Kudus
Tokoh Terkait
Khawatir Perzinahan Merajarela, Sekum Muhammadiyah Sebut Klarifikasi Kemenkes Bertentangan dengan UU Perkawinan
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 kini jadi polemik. Pasalnya, aturan tersebut dinilai justru akan memfasilitasi perzinahan atau seks bebas di kalangan pelajar dan remaja.
Pandangan itu salah satunya disampaikan Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof KH Abdul Mu’ti.
Pria asal Kudus, Jawa Tengah itu menyorot pernyataan Jubir Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mengklarifikasi PP 28/2024. Menurutnya, klarifikasi Kemenkes justru bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Perkawinan.
“Pernyataan Juru Bicara Kemenkes tentang alat kontrasepsi untuk remaja yang sudah menikah itu bertentangan dengan UU Perkawinan. Batas minimal usia perkawinan adalah 19 tahun. Remaja, adalah mereka yang berusia di bawah 19 tahun,” tulis Mu’ti di akun @abe_mukti di X, dikutip Kamis (8/8/2024).
“Ijin atau dispensasi perkawinan usia di bawah 19 tahun dimungkinkan bagi mereka yang sudah hamil di luar perkawinan yang sah atau kehamilan yang tidak dikehendaki,” lanjut Mu’ti.
Mu’ti mengaku khawatir dengan diberlakukannya aturan tersebut karena berpotensi menyebabkan angka seks bebas di kalangan pelajar dan remaja menjadi semakin tinggi, bahkan akan sulit untuk ditekan atau dikendalikan
“Dalam pelaksanaannya juga akan sulit dikontrol. Penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja berpotensi menimbulkan terjadinya seks bebas di kalangan masyarakat, khususnya remaja,” ujar Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.
Karenanya, Mu’ti meminta pemerintah untuk sesegera mungkin melakukan revisi terhadap aturan tersebut, karena jelas-jelas berpotensi tinggi bakal merusak moral generasi masa depan.
“Sebaiknya pemerintah merevisi PP nomor 28/2024. Potensi kerusakan moral akan semakin besar. Jangan sampai kepedulian akan kesehatan reproduksi merusak kesehatan mental dan moral masyarakat, khususnya remaja,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Jubir Kemenkes, dr Mohammad Syahril, mengklarifikasi tafsiran terhadap frasa penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja, yang termaktub dalam PP 28/2024.
Menurutnya, hal itu untuk edukasi soal kesehatan reproduksi dan juga edukasi penggunaan kontrasepsi. Selain itu, penyediaan alat kontrasepsi tersebut tidak diperuntukkan bagi semua kalangan remaja, melainkan hanya pelajar dan remaja yang telah menikah.
“Penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan, ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” katanya pada Senin (5/8/2024) lalu.
“Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil,” imbuh dr Syahril.
Ada pun, salah satu pasal yang menyebabkan polemik tersebut dalam PP 28/2024 ada di Pasal 103 ayat (1) dan ayat (4). Sejumlah kalangan menilai pasal tersebut berpotensi besar multitafsir dan dianggap seolah memfasilitasi perzinahan di kalangan pelajar dan remaja.
Beleid tersebut berbunyi: Pasal 103 ayat (1): Upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Kemudian, Pasal 103 ayat (4): pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi. (bs-sam/fajar)
Sentimen: positif (94.1%)