Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pemilu 2019
Institusi: Universitas Indonesia
Kab/Kota: Guntur
Tokoh Terkait
Eks Anggota KPU Gugat "Presidential Threshold", MK Ingatkan soal "Legal Standing"
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota KPU RI, Hadar Nafis Gumay menggugat Pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas pencalonan presiden ("presidential threshold") ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia mewakili yayasan Netgrit yang ia besut.
Ia juga menggandeng pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, sebagai pemohon kedua.
MK mengingatkan mereka agar memperkuat argumentasi soal kedudukan hukum pemohon.
Sebab, dari 32 gugatan soal "presidential threshold" yang pernah diputus Mahkamah, banyak di antaranya gugur lebih awal karena pemohon dinilai tak punya kedudukan hukum.
"Kadang kala kendati pun permohonan itu demikian bagusnya, tapi karena pemohon tidak punya legal standing jadi buyar semuanya," ucap hakim konstitusi Guntur Hamzah dalam sidang pendahuluan di MK, Rabu (7/8/2024).
"Pak Hadar dan Bu Titi dan para kuasa, tolong diperhatikan betul karena ini pasal berkaitan dengan pengajuan capres," kata dia.
Baca juga: Pakar Gugat ke MK, Ingin Hapus Dikotomi Parpol Pengusung dan Pendukung di PIlpres
Guntur mengingatkan, capres-cawapres diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Ini kerap kali membuat pemohon yang tak berkaitan dengan partai politik tidak dipertimbangkan permohonannya oleh majelis hakim.
Bahkan, Partai Buruh besutan Said Iqbal juga pernah mengalami hal serupa meskipun berstatus partai politik peserta Pemilu 2024, bukan peserta Pemilu 2019 yang hasilnya digunakan untuk menentukan partai politik mana yang dapat mengusung capres-cawapres.
"Saya sarankan supaya legal standing-nya bisa ada, apakah (berupa kerugian konstitusional yang) faktual atau potensial," ucap Guntur.
Baca juga: Pengamat: Kepala Daerah Harus Dilantik Serentak, Tunggu Putusan MK
Dalam perkara nomor 101/PUU-XXII/2024 ini, Hadar dan Titi mengajukan 2 petitum yang masing-masing memuat model presidential threshold yang berbeda bagi partai politik di parlemen dan nonparlemen.
Petitum pertama, mereka meminta agar presidential threshold dihapus sepanjang partai politik memiliki kursi parlemen.
Sementara itu, sesama politik nonparlemen dapat mengusung capres-cawapres, asal koalisinya memenuhi 20 persen jumlah partai politik peserta pemilu sebelumnya.
Baca juga: Ada Sengketa Ulang Pileg 2024, MK Jamin Judicial Review Jalan Terus
Mengacu Pileg 2024 yang diikuti 18 partai politik, misalnya, maka 3 partai politik nonparlemen (hasil pembulatan ke bawah dari 3,6) sudah cukup untuk mengusung capres-cawapres Pilpres 2029.
Pada petitum alternatif, Hadar dan Titi meminta agar presidential threshold dihapus sepanjang partai politik memiliki kursi parlemen, sedangkan presidential threshold untuk partai politik nonparlemen dapat ditentukan kemudian oleh pembentuk undang-undang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Sentimen: positif (61.5%)