Sentimen
Positif (100%)
6 Agu 2024 : 13.41
Informasi Tambahan

Grup Musik: Boomerang

Tokoh Terkait
Arzeti Bilbina

Arzeti Bilbina

Aturan Alat Kontrasepsi bagi Pelajar Tak Sesuai Norma, DPR Minta Tinjau Ulang

6 Agu 2024 : 13.41 Views 1

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Aturan Alat Kontrasepsi bagi Pelajar Tak Sesuai Norma, DPR Minta Tinjau Ulang

PIKIRAN RAKYAT - Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina meminta pemerintah untuk meninjau ulang aturan tentang penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja.

Adapun aturan tentang penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan di mana isi beleid itu terkait dengan upaya sistem reproduksi sesuai siklus.

Ia mengatakan aturan ini dikhawatirkan akan memberi dampak kesehatan jangka panjang, sekaligus berpotensi membuat remaja masuk ke pergaulan bebas.

"Hati-hati, jika gagal pengawasan justru jadi racun perusak anak-anak! Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan ini diimbangi dengan pendidikan seksual yang holistik dan pendekatan yang sensitif terhadap nilai-nilai masyarakat karena bisa jadi boomerang bagi anak muda Indonesia,” ujar Arzeti pada Selasa 6 Agustus 2024.

Berpotensi salah tafsir

Arzeti menjelaskan kekhawatiran atas PP nomor 28 tersebut sangat berdasar sebab dalam pasal 103 yang mengatur soal alat kontrasepsi tersebut tidak tertulis secara detail mengenai pelajar yang diberikan edukasi, sehingga rawan disalahartikan.

“Saya kira perlu ada penjelasan dan edukasi yang clear, karena bunyi pasal yang sekarang bisa membuat salah tafsir,” katanya.

Pada Pasal 101 Ayat (1) PP 28/2024 diatur bahwa upaya sistem reproduksi sesuai siklus hidup meliputi kesehatan sistem repoduksi bayi, balita, dan anak prasekolah; kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja; kesehatan sistem reproduksi dewasa; kesehatan sistem reproduksi calon pengantin; dan kesehatan sistem reproduksi lanjut usia.

Secara lebih khusus aturan tentang Upaya Kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja diatur dalam Pasal 103. Menariknya pada Pasal 103 Ayat (4) disebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja salah satunya meliputi penyediaan alat kontrasepsi.

Bunyi aturan tersebut adalah sebagai berikut: Pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) paling sedikit meliputi: a. deteksi dini penyakit atau skrining, b. pengobatan, c. rehabilitasi, d. konseling, e. penyediaan alat kontrasepsi’.

Tidak sejalan dengan norma

Arzeti pun menilai aturan itu tidak sejalan dengan norma-norma di Indonesia. Apalagi bagi anak-anak usia remaja yang seharusnya tidak boleh melakukan hubungan seksual karena akan berpengaruh terhadap kesehatannya.

“Jangan sampai aturan ini malah menjadi dasar anak-anak muda melakukan seksual di luar pernikahan. Selain secara norma dilarang, dampak kesehatannya juga sangat berpengaruh," ujarnya.

Badan Riset Inovasi Nasional melakukan penelitian tentang remaja dan kesehatan reproduksi, dalam penelitian itu ditemukan adanya dampak kesehatan yang akan diterima oleh remaja jika melakukan hubungan seksual pada usia dini. Adapun dampak kesehatannya seperti pendarahan, postpartum, dan gangguan mental seperti depresi.

Data dari WHO pada 2021 juga menunjukkan remaja yang melakukan hubungan seksual di usia dini menghadapi risiko komplikasi dan kematian yang lebih tinggi akibat kehamilan. Penggunaan alat kontrasepsi, menurut Arzeti, juga tidak menjamin akan mencegah terjadinya kehamilan dan berbagai penyakit.

"Melihat dampak kesehatan yang akan diterima remaja, pemerintah seharusnya lebih bisa menimbang dampak dari aturan yang dikeluarkan. Apakah lebih banyak dampak positifnya daripada negatifnya?” ucapnya.

Lebih lanjut, Arzeti menilai masalah kesehatan reproduksi menjadi isu tambahan yang mungkin saja terjadi akibat implementasi aturan itu. Sebab aturan dan penyediaan alat kontrasepsi saja tidak cukup untuk mengatasi tantangan kesehatan reproduksi remaja, tapi perlu banyak faktor lain lagi yang harus dilakukan.

"Untuk memastikan efektivitas kebijakan ini, harus ada pendekatan yang holistik dan komprehensif yang mencakup pendidikan seksual yang berkualitas, konseling, dan dukungan emosional," katanya.***

Sentimen: positif (100%)