Sentimen
Negatif (100%)
4 Agu 2024 : 09.01
Informasi Tambahan

Event: Ramadhan

Kasus: Tipikor, korupsi

Panik saat Ditangkap, Eks Gubernur Malut Abdul Gani Akui Setor Rp1 Miliar ke PPATK

4 Agu 2024 : 09.01 Views 4

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Panik saat Ditangkap, Eks Gubernur Malut Abdul Gani Akui Setor Rp1 Miliar ke PPATK

PIKIRAN RAKYAT - Mantan Gubernur Maluku Utara (Malut), Abdul Gani Kasuba mengungkapkan telah menyetorkan uang kepada seseorang yang mengakui dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Uang senilai Rp1 miliar tersebut diperuntukan sebagai kompensasi, agar dia bisa bebas dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pengakuan itu disampaikan pada saat dia ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam kapasitasnya sebagai saksi tunggal di Pengadilan Tipikor pada PN Ternate, Kamis 1 Agustus 2024.

Selain pengakuan Abdul Gani Kasuba, JPU juga menampilkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di monitor yang terpampang dalam ruang sidang.

Dalam isi BAP tersebut, Abdul Gani Kasuba jelas menerangkan bahwa pemberian uang tersebut karena oknum pegawai PPATK bernama Kusnandar bersama 2 orang temannya meminta untuk diberikan uang senilai Rp12 miliar sebagai kompensasi agar tidak melakukan OTT terkait dengan proyek-proyek di Maluku Utara.

"Akan tetapi, saya (AGK) sampaikan tidak mempunyai uang sebesar itu dan akan saya usahakan dengan menghubungi Ahmad Purbaya yang juga sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku Utara,” katanya.

Setelah menghubungi Kaban BPKAD Maluku Utara, Ahmad Purbaya mengakui ada paket pekerjaan yang bisa dicairkan dari proyek Jamaludin Wua alias Udin Motul.

"Sehingga diperintahkan untuk dicairkan. Jadi saya (AGK), Ahmad Purbaya dan Udin Motul pergi ke Bank Maluku-Malut untuk mengambil uang sebesar Rp1 miliar dan setelah ada uangnya saya perintahkan Ahmad Purbaya menyerahkan ke Kusnandar," tutur Abdul Gani Kasuba.

Setelah sidang untuk memberikan kesaksian tunggal berakhir, sidang dilanjutkan dengan agenda yang sama terhadap terdakwa Ramadhan Ibrahim. Selanjutnya, sidang putusan dengan terdakwa Mantan Kelala Biro BPBJ Maluku Utara Ridwan Arsan yang divonis 4 tahun 2 bulan penjara.

Dakwaan Abdul Gani Kasuba

KPK mendakwa Abdul Gani Kasuba telah menerima suap sebesar Rp5 miliar dan gratifikasi Rp99,8 miliar.

"Tim jaksa mendakwa dengan penerimaan suap senilai Rp5 miliar dan 60 ribu dolar AS disertai penerimaan gratifikasi senilai Rp99,8 Miliar dan 30 ribu dolar AS," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis 9 Mei 2024.

Hal tersebut disampaikan setelah tim jaksa KPK merampungkan pelimpahan berkas perkara Abdul Ghani Kasuba ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ternate pada Pengadilan Negeri (PN) Ternate pada Rabu 8 September 2023.

Meski penahanan terdakwa telah sepenuhnya menjadi wewenang Pengadilan Tipikor, saat ini belum dilakukan pemindahan tempat penahanan karena tim jaksa masih menunggu penetapan jadwal sidang.

Penetapan Sebagai Tersangka

KPK menetapkan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Penyidik KPK juga langsung melakukan penahanan terhadap Abdul Ghani Kasuba dan lima orang lainnya yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 20 Desember 2023.

Tersangka lainnya, yakni Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin (AH), Kadis PUPR Pemprov Maluku Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Pemprov Maluku Utara Ridwan Arsan (RA), ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim (RI), serta pihak swasta Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW).

Konstruksi perkara yang menjerat Abdul Ghani Kasuba dan para tersangka lainnya berawal saat Pemprov Maluku Utara melaksanakan pengadaan barang dan jasa dengan anggaran bersumber dari APBD.

AGK dalam jabatannya selaku Gubernur Maluku Utara ikut serta dalam menentukan siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan tersebut.

Untuk menjalankan misinya tersebut, AGK kemudian memerintahkan AH selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman, DI selaku Kadis PUPR dan RA selaku Kepala BPPBJ untuk melaporkan soal berbagai proyek yang akan dikerjakan di Provinsi Maluku Utara.

Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Maluku Utara mencapai pagu anggaran lebih dari Rp500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, serta pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.

Dari proyek-proyek tersebut, AGK kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.

Selain itu, AGK juga sepakat dan meminta AH, DI dan RA untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar anggaran dapat segera dicairkan.

Kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang adalah KW dan ST. Keduanya juga telah memberikan uang kepada AGK melalui RI untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan oleh perusahaannya.

Teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta. Inisiatif penggunaan rekening penampung ini adalah hasil ide antara AGK dan RI.

Buku rekening dan kartu ATM tetap dipegang oleh RI sebagai orang kepercayaan AGK. Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp2,2 miliar.

Uang-uang tersebut kemudian digunakan, antara lain, untuk kepentingan pribadi AGK berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.

Atas perbuatannya tersangka ST, AH, DI, dan KW sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001

Tersangka AGK, RI, dan RA sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.***

Sentimen: negatif (100%)