Sentimen
Praktik Mutilasi Alat Kelamin Perempuan Dihapus, Pemerintah Terbitkan PP Baru
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Pemerintah menghapus praktik mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation) atau sunat perempuan melalui peraturan perundang-undangan.
Kebijakan tersebut tertuang dalam PP nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023.
"Menghapus praktik sunat perempuan," kata Pasal 102 huruf a.
Tak hanya kali ini, pemerintah menaruh perhatian pada sunat perempuan dalam Permenkes Nomor 6 tahun 2014 soal pencabutan Permenkes Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan pada 6 Februari 2014.
Dalam Permen tersebut, sunat perempuan dinilai tak lagi relevan dengan dinamika perkembangan kebijakan global dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan.
Sunat Perempuan Sempat Dinilai HalalPublik sebelumnya menilai bila praktik sunat perempuan diperbolehkan, melihat poin-poin yang terkandung dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/Menkes/Per/XII/2010.
Dalam Permenkes tersebut dijelaskan pa saja ketentuan umum sunat perempuan, penyelenggaraan sunat perempuan, hingga pembinaan dan pengawasannya.
Tetapi, untuk memperjelas bila pemerintah tak lagi menganjurkan sunat perempuan, Kemenkes merilis Permenkes Nomor 6 tahun 2014 soal pencabutan Permenkes Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010.
Kalaupun beberapa orang masih mau menjalani prosesi sunat perempuan, pemerintah memberi instruksi agar Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k menerbitkan pedoman penyelenggaraannya.
"Memberi mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k untuk menerbitkan pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat serta tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation)," kata Pasal 2 dalam Permenkes Nomor 6 tahun 2014.
Apa Itu Sunat Perempuan?Menurut WHO, mutilasi alat kelamin perempuan (FGM) mencakup semua prosedur yang melibatkan penghilangan sebagian atau seluruh alat kelamin luar perempuan, atau cedera lain pada organ kelamin perempuan untuk alasan nonmedis.
Praktik ini tidak memiliki manfaat kesehatan bagi anak perempuan dan perempuan dan menyebabkan pendarahan hebat dan masalah buang air kecil, dan kemudian kista, infeksi, serta komplikasi saat melahirkan dan peningkatan risiko kematian bayi baru lahir.
Praktik FGM diakui secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi manusia anak perempuan dan perempuan. Praktik ini mencerminkan ketidaksetaraan yang mengakar antara kedua jenis kelamin dan merupakan bentuk diskriminasi ekstrem terhadap anak perempuan dan perempuan.
WHO sangat mendesak penyedia layanan kesehatan untuk tidak melakukan FGM dan telah mengembangkan strategi global dan materi khusus untuk mendukung penyedia layanan kesehatan melawan medikalisasi.***
Sentimen: positif (97%)