Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Kab/Kota: Yogyakarta
Tokoh Terkait
Tak Perlu Cemas Tambang Ormas Keagamaan
Kompas.com Jenis Media: Nasional
HIRUK pikuk tawaran ormas keagamaan menerima pengelolaan tambang, memasuki babak baru. Hal ini setelah Muhammadiyah sebagai salah satu Ormas Keagamaan terbesar memutuskan menerima tawaran pemerintah.
Sebelumnya Nahdlatul Ulama (NU) lebih dulu menerima, yang kemudian diikuti Pesatuan Islam (PERSIS).
Sekalipun sudah diputuskan dalam rapat pleno PP Muhammadiyah, sebagaimana disampaikan oleh Buya Anwar Abbas (Kompas.com, 26/7), namun Muhammadiyah terlebih dahulu menyelenggarakan Rapat Konsolidasi Nasional dengan mengundang Ketua dan Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah beserta Unsur Pembantu Pimpinan tingkat pusat di kampus Universitas Aisyiyah Yogyakarta (27-28/7).
"Muhammadiyah siap mengelola usaha pertambangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024," kata Abdul Mu'ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah dalam konferensi pers usai Konsolnas PP Muhammadiyah (28/7/2024).
Muhammadiyah berkomitmen memperkuat dan memperluas dakwah dalam bidang ekonomi, termasuk pengelolaan tambang yang sesuai dengan ajaran Islam.
"Pengelolaan tambang yang sesuai dengan ajaran Islam, konstitusi, dan tata kelola yang profesional, amanah, penuh tanggung jawab, seksama, berorientasi kepada kesejahteraan sosial, menjaga kelestarian alam secara seimbang dan melibatkan sumber daya insani yang handal dan berintegritas tinggi," kata Prof Mu'ti.
Setidaknya ada tiga landasan Muhammadiyah dan Ormas Keagamaan lainnya menerima tawaran untuk mengelola tambang.
Pertama, landasan teologis. Dalam kaidah ushul fiqh disebutkan hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya (Djazuli, 2007).
Hal ini sejalan dengan keputusan fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tentang Pengelolaan Pertambangan dan Urgensi Transisi Energi Berkeadilan (2024), antara lain menyatakan bahwa "Pertambangan (at-ta’d?n) sebagai aktivitas mengekstraksi energi mineral dari perut bumi (istikhr?j al-ma’?din min ba?n al-ar?) masuk dalam kategori muamalah atau al-um?r al-duny? (perkara-perkara duniawi), yang hukum asalnya adalah boleh (al-ib??ah) sampai ada dalil, keterangan, atau bukti yang menunjukkan bahwa ia dilarang atau haram (al-a?l fi al-mu’?malah al-ib??ah ?atta yadulla ad-dal?l ‘al? ta?r?mih)”.
Kedua, landasan yuridis. Dalam UUD NRI 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kemudian Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam Pasal 83A ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2024 disebutkan bahwa aturan baru ini memperbolehkan ormas keagamaan, seperti Muhammadiyah dan NU, untuk mengelola Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK) di bawah badan usaha.
Artinya, pengelolaan tambang yang akan dilakukan oleh Ormas Keagamaan telah memilik landasan yuridis kuat, sehingga dapat menjadi payung hukum untuk melindungi pengelolaan tambang agar tetap berada di jalan yang benar.
Ketiga, landasan organisatoris. Dalam Anggaran Dasar pasal 7 ayat 1 berbunyi; Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam segala bidang kehidupan.
Selain itu juga dalam Anggaran Rumah Tangga pasal 3 ayat 8 berbunyi; Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup berkualitas.
Sentimen: positif (100%)