Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Imparsial
Tokoh Terkait
Soal Wacana TNI Boleh Berbisnis, Moeldoko: Banyak Prajurit Masih "Ngojek"
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Presiden Moeldoko mengakui, pemerintah punya tanggung jawab untuk membentuk tentara yang profesional dan sejahtera, tetapi ia mengungkapkan bahwa masih banyak prajurit TNI yang belum sejahtera.
Hal ini disampaikan Moeldoko merespons wacana untuk mencabut larangan berbisnis bagi anggota TNI melalui revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI aatau revisi UU TNI.
"Jadikan kami menjadi prajurit profesional sesuai dengan definisi. Risikonya lengkapi persenjataannya dengan baik, latih mereka dengan baik, dengan anggaran yang cukup, berikutnya sekolahnya juga dibenahi dengan baik," kata Moeldoko dalam program ROSI Kompas TV, dikutip Jumat (26/7/2024)
"Yang tidak kalah pentingnya adalah tingkatkan kesejahteraannya. Tapi kenyataannya sekarang masih ada prajurit yang ngojek," ujar dia melanjutkan.
Baca juga: Moeldoko Klaim Wacana TNI Boleh Berbisnis Tak Akan Ubah Substansi Kerja Prajurit
Mantan panglima TNI itu menyebutkan, masih banyak pula prajurit yang tidak memiliki rumah ketika mereka ditugaskan di bidang administrasi.
Hal ini berbeda dengan TNI yang bertugas di satuan tempur dan tergabung dalam brigade, yang biasanya sudah mendapatkan rumah dinas beserta instalasi dasar berupa air dan listrik.
"Tetapi begitu dia berdinas di mabes TNI, di AD, di markas besar itu orang-orang administrasi enggak punya rumah dia. Enggak punya jatah rumah, makanya dia harus kos. Risikonya kos itu bayar tiap bulan, bayar listrik, air, transportasi. Karena negara memang belum bisa menyiapkan itu," ujar dia.
Moeldoko menegaskan, kesejahteraan prajurit menjadi salah satu komponen utama yang perlu dipikirkan oleh semua pihak.
Baca juga: Anggota TNI Boleh Berbisnis Dikhawatirkan Gerus Profesionalitas Prajurit
"(Kalau sudah begitu), Yang salah siapa? Prajuritnya kah atau negara yang salah. Itu yang harus dipikirkan oleh semua dari kita," kata dia.
Moeldoko pun mengeklaim bahwa pencabutan larangan berbisnis dalam revisi UU TNI tidak akan mengubah substansi kerja-kerja prajurit karena tidak menghilangkan definisi prajurit profesional.
"Pasal 39 (UU TNI) ada kalimat yang menyatakan TNI dilarang berbisnis, dihilangkan. Kalau dihilangkan emang mengubah substansi? Enggak ada yang berubah substansi. Pertanyaannya, di mana bapak menjamin itu? Baca dengan baik itu definisi dari prajurit profesional," kata Moeldoko.
Larangan berbisnis bagi prajurit TNI tercantum dalam pasal 39 UU TNI, yang menyatakan bahwa prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan menjadi anggota partai politik, politik praktis, kegiatan bisnis, kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilu dan jabatan politis, dan lainnya.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak tetap berharap personelnya diizinkan berbisnis.
Dia juga mengakui ada sejumlah prajurit yang menjadi ojek online (ojol) sebagai pekerjaan sampingan.
Di sisi lain, poin soal rencana TNI boleh berbisnis dalam revisi UU TNI dikritisi banyak pihak.
Baca juga: Dalih Kesejahteraan Prajurit di Balik Revisi UU TNI
Direktur Imparsial Gufron Mabruri berharap, pembuat kebijakan jangan membiarkan wacana mencabut larangan berbisnis bagi anggota aktif TNI dalam proses revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 berlanjut.
Sebab, salah satu amanat Reformasi 1998 adalah TNI harus menjadi alat pertahanan negara yang profesional dan tidak terlibat dalam jabatan publik dan memberi batas tegas terhadap kehidupan warga sipil.
Namun, ia juga meminta pemerintah tidak lepas tangan soal isu kesejahteraan prajurit karena tugas menyejahterakan prajurit merupakan kewajiban negara dan bukan tanggung jawab personel TNI secara individu.
"Seharusnya alih-alih menghapus larangan berbisnis bagi TNI aktif, pemerintah dan TNI fokus di dalam menyejahterakan prajurit dan bukan malah mendorong prajurit berbisnis," ucap Gufron.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Sentimen: negatif (86.5%)