Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Bogor, Kalibata, Malang, Cilandak, Pasar Minggu, Mampang Prapatan, Pancoran, Menteng, Cikini, Duren Tiga, Pengadegan, Cilandak Timur
Kasus: mayat, penganiayaan, kecelakaan
Tokoh Terkait
Kisah Pilu Arie Hanggara, Bocah 7 Tahun yang Dihabisi Ayah Kandung dan Ibu Tiri
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Kisah pilu Arie Hanggara pernah membikin masyarakat Indonesia berduka. Bagaimana tidak, nyawa bocah 7 tahun itu melayang pada suatu Kamis dini hari, puluhan tahun lalu.
Arie adalah anak kedua Machtino Eddiwan atau Tino—jebolan sekolah penerbangan Curug, Tangerang—dengan Dahlia Nasution. Kedua orangtuanya itu bercerai pada Juli 1982. Arie punya kakak bernama Anggi dan dua adik, namanya Andi dan Akrie.
8 November 1984 menjadi hari terakhir bocah kelahiran 21 Desember 1977 itu menghirup udara. Nyawa Arie Hanggara dihabisi ayah kandung dan ibu tirinya. Kematiannya menjadi duka nasional. Media massa kompak memberitakan kisah pilu bocah yang lahir di Kabupaten Bogor itu.
Kala itu, tubuh Arie Hanggara babak belur karena dianiaya Tino di sebuah kontrakan di Jalan Haji Maun, Duren Tiga, Pancoran Jakarta Selatan, menggunakan tangan dan gagang sapu. Tewas dalam perjalanan menuju rumah sakit, jasadnya pun terbujur kaku di kamar mayat Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Harian Kompas edisi 9 November 1984 melaporkan, nyawa bocah nahas itu melayang seusai dipukul ayah kandungnya gegara disebut mencuri uang di sekolah. Selain dibikin film bertajuk Arie Hanggara (1985) yang diproduksi PT Tobali Indah Film, kisah Arie dibikin lagu oleh Rhoma Irama yang diberi judul Anak yang Malang.
Raja Dangdut itu bukan satu-satunya yang bikin lagu tentang Arie. Karena selain Rhoma Irama, Chicha Koeswoyo juga bikin lagu serupa, judulnya Balada Arie Hanggara. Demikian pula dengan Idris Sardi yang bikin lagu berjudul Alam Bebas yang Damai.
Siapa Arie Hanggara?Ilustrasi sekolah.
Sebelum Tino dan Dahlia bercerai, mereka tinggal di Pengadegan Timur, Kalibata, Jakarta Selatan. Namun, keduanya memutuskan berpisah lantaran persoalan ekonomi. Tino lantas menikah lagi dengan Santi bin Cece dan kembali membawa Anggie, Arie, dan Andi yang sebelumnya dititipkan kepada neneknya.
Mula-mula, keluarga itu hidup biasa-biasa. Namun, Tino yang tak memiliki pekerjaan tetap sering menggerutu. Setali tiga uang, Santi juga suka cerewet menghadapi ketiga anak tirinya.
Di antara saudaranya, Tino kerap menjadi sasaran kemarahan Tino dan Santi. Sebelum meregang nyawa, bocah kelas satu SD Yayasan Perguruan Cikini (Yaperci), Menteng, Jakarta Pusat, itu, kerap disiksa oleh Tino dan Santi. Bocah itu mulai disiksa sejak 3 November 1984. Arie juga dituduh nyolong duit Rp1.500. Namun, bocah malang itu tak mengaku lantaran tak merasa melakukannya.
Arie dipaksa meminta maaf dan mengaku. Kaki dan tangan bocah malang itu diikat. Dia disuruh jongkok ke kamar mandi. Karena tak merasa mencuri, Arie cuma bisa diam. Namun, Santi malah menambah hukuman. Anak tirinya itu diminta berdiri sambil memegang kuping.
Entah dari mana bocah malang itu punya uang Rp1.500 itu, karena pihak sekolah juga mengaku, tak ada murid yang kehilangan duit atau dicuri. Arie dilaporkan sempat absen sekolah selama sepuluh hari pada Agustus 1984. Tempo edisi 24 November 1984 melaporkan, Khadijah, salah seorang guru, mengatakan bahwa wajah Arie tampak memar dan bengkak.
"Ketika saya tanya, Arie mengaku dipukul papanya," ujar Khadijah.
Kronologi Arie Hanggara meninggal dunia
Ilustrasi penganiayaan.
Awal November 1984, Arie juga tak masuk sekolah. Tino dan Santi kembali menyiksa bocah malang itu. Arie lagi-lagi dituduh mencuri uang, jumlahnya Rp8.000. Namun, bocah yang dikenal jago matematika itu tak mengaku.
Arie lantas menjadi sasaran kekerasan, ditampar Santi dan disiksa Tino. Ayahnya itu tega memukul dengan tangan dan gagang sapu. Malam itu, lamat-lamat jerit tangis Arie terdengar tetangga. Namun, mereka enggan ikut campur.
Kekejaman Santi berlanjut, dia mengacungkan pisau agar anak tirinya itu mau mengaku. Namun, tetap saja Arie tak mengaku. Tino yang marah lantas meminta anak kandungnya itu untuk berdiri.
Sekira pukul 1.00 WIB, Tino melihat Arie tak berdiri. Emosi Tino kembali berapi-api. Tubuh mungil bocah malang itu kembali dipukul gagang sapu. Tino panik saat mendapati Arie terbujur kaku.
Bersama Santi, Tino lantas membawa anak kandungnya itu ke RSCM dan mengatakan kalau anaknya itu kecelakaan lalu lintas. Namun, nyawa Arie tak tertolong. Bocah nahas itu pergi untuk selamanya dan dimakamkan di TPU Jeruk Purut, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Ciri luka di sekujur tubuh Arie bikin tim medis RSCM curiga kalau bocah itu bukan korban kecelakaan lalu lintas. Di sekujur tubuhnya, ada 40 luka.
Tino dan Santi diadili
Ilustrasi pengadilan.
Tino dan Santi ditangkap Polsek Mampang Prapatan saat akan membawa pulang jasad Arie. Saat ditangkap, Santi sedang perjalanan pulang bekerja.
Kekejaman Tino dan Santi bikin keduanya diadili Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keduanya diganjar hukuman penjara. Tino dihukum 5 tahun penjara, sedangkan Santi 2 tahun penjara.
Waktu penyidik melakukan rekonstruksi, massa memadati kawasan Jalan Haji Maun. Massa bahkan berteriak, "Orangtua jahat, bunuh saja!"
Massa menyemut, emosi ingin menghabisi Tino dan Santi yang tega menghabisi nyawa bocah tak berdaya. Polisi sampai melepaskan tembakan peringatan.
Bukan cuma waktu rekonstruksi, massa juga mendatangi sidang Tino dan Santi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tempo edisi 26 Januari 1985 bahkan mengungkap suasana sidang kala itu. Banyak masyarakat yang tak habis pikir dengan kelakuan Tino dan Santi.***
Sentimen: negatif (100%)