Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Cirebon
Kasus: mayat, pembunuhan
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Roundup: Bebasnya Pegi Setiawan Bisa Rusak Citra Polri, Tuntutan Ganti Rugi dan Sidang Etik Menanti
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Penyidik Polri diminta agar menjadikan perkara praperadilan Pegi Setiawan sebagai pembelajaran. Dia sempat ditetapkan sebagai tersangka kasus Vina Cirebon oleh Polda Jawa Barat, sebelum akhirnya batal dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Bandung, Senin 8 Juli 2024.
"Jangan sampai terulang kembali begitu juga anggota Polri secara keseluruhan lainnya," ucap Wakil Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman dalam keterangannya pada Selasa 9 Juli 2024.
Politikus Gerindra itu mengatakan bahwa Komisi III DPR sejauh ini melihat kinerja Polri secara umum sudah sangat baik. Oleh karena itu, dia menekankan agar kasus seperti ini harus segera diperbaiki agar tidak membawa dampak memperburuk citra Polri.
"Tiap tahun Polri itu menyidik sekira 400.000 perkara lebih dengan baik demi melayani masyarakat jadi kalau ada kasus-kasus seperti Pegi ini. Kasus seperti ini harus segera diperbaiki agar tidak membawa dampak memperburuk citra Polri," tutur Habiburokhman.
Dituntut Ganti Rugi
Tim Kuasa hukum Pegi Setiawan menuntut ganti rugi mencapai ratusan juta rupiah kepada Polda Jawa Barat. Tuntutan itu dilayangkan, usai gugatan praperadilan yang diajukan oleh kliennya dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
“Kurang lebih Rp175 juta dari dua sepeda motor yang ditahan Polda Jabar, dengan ditambah penghasilan setiap bulan Rp5 juta sebagai kuli bangunan yang terhenti selama tiga bulan,” kata Kuasa hukum Pegi Setiawan, Toni RM di Bandung, Senin 8 Juli 2024.
Dia menjelaskan, Pegi Setiawan selama ditahan telah kehilangan penghasilan dan pekerjaan yang selama ini menjadi tumpuan hidup keluarganya. Sebagai kuli bangunan, penghasilan kliennya itu cukup membantu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan kedua adiknya.
“Sehingga ketika ditahan, Pegi kehilangan penghasilan. Maka kami nanti berdiskusi dengan tim penasihat hukum berencana akan mengajukan gugatan ganti kerugian,” tutur Toni RM.
Lebih lanjut, dia menyebut keluarga Pegi Setiawan merasa malu dengan penetapan tersangka tersebut. Selain itu, pihaknya meminta Polda Jabar mengumumkan bahwa kliennya sudah tidak ditetapkan sebagai tersangka.
"Amar putusan rehabilitasi penyidik mengumumkan Pegi tersangka Polda Jabar untuk mengumumkan tidak lagi tersangka," ujar Toni RM.
Penyidik Polda Jabar Harus Disidang Etik
Kuasa Hukum Pegi Setiawan lainnya, Marwan Iswandi secara tegas meminta kepada Kapolri untuk segera melakukan sidang kode etik kepada penyidik dan Polda Jawa Barat beserta jajarannya karena dianggap telah mencederai muruah instansi Kepolisian.
Hal itu diungkapkan setelah Pegi Setiawan telah keluar dari sel tahanan menyusul dikabulkannya putusan praperadilan oleh Pengadilan Negeri (PN) Bandung terkait status tersangka Pegi Setiawan dalam kasus Vina Cirebon.
Marwan Iswandi menilai bahwa penyidik telah melakukan tindakan sewenang-wenang karena menetapkan Pegi Setiawan sebagai tersangka.
"Penyidik ini perlu menurut saya disidangkan kode etik. Saya minta kepada Kapolri, semoga bapak Kapolri mendengar apa yang saya sampaikan," kata Kuasa Hukum Pegi Setiawan, Marwan Iswandi.
Tidak hanya penyidik, dijelaskan Marwan Iswandi, Polda Jawa Barat dan jajaran di bawahnya juga harus bertanggung jawab atas kejadian ini.
"Kapolda dan jajarannya memalukan instansi Polda Jawa Barat, sementara di Polda Jawa Barat masih banyak anggota-anggota bagus. Ini memalukan sekali," ujarnya.
Dijelaskan Marwan Iswandi, bahwa dalam hal ini, penyidik dan Polda Jawa Barat telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Kapolri dalam proses penyelidikan yang dilakukan.
"Mereka ini tidak sesuai dengan Perkap Kapolri. Kalau mereka mengikuti aturan Perkap Kapolri, maka sudah seperti yang sudah saya bilang. Mereka telah melakukan pelanggaran kode etik," ucapnya.
Dikatakan Kuasa Hukum Pegi Setiawan, peristiwa ini juga sudah jelas-jelas telah tidak mengindahkan Perkap Kapolri yang seharusnya jadi acuan yang digunakan oleh Penyidik dan Polda Jawa Barat.
"Melanggar, melawan perintah Kapolri. Sudah jelas kok perkapnya sebelum menetapkan tersangka, dia dipanggil dulu, baru tahapan-tahapannya dijadikan sebagai saksi, sampai gelar perkara," katanya.
"Kalau ini tidak. Klien kami itu dijadikan tersangka bari dicari alat-alat bukti. Alat buktinya pun lemah. Coba kalau mereka mengikuti aturan," ucapnya.
PR Aparat Bertambah
Bebasnya Pegi Setiawan dinilai belum menuntaskan masalah. Sebab, pekerjaan rumah (PR) aparat penegak hukum justru bertambah.
Dikabulkannya praperadilan Pegi Setiawan atas penetapan tersangka oleh Polda Jawa Barat belum menuntaskan masalah dari perkara tersebut. Ada sejumlah permasalahan yang perlu dituntaskan usai putusan Pengadilan Negeri (PN) Bandung terhadap gugatan Pegi Setiawan.
Salah satunya adalah saksi Aep yang dianggap memberikan keterangan palsu. Dia seharusnya diproses secara hukum.
"Keterangannya, sebagaimana perspektif saya selama ini, adalah barang yang paling merusak pengungkapan fakta," ucap Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel dalam keterangannya pada Senin 8 Juli 2024.
"Persoalannya, keterangan palsu (false confession) Aep itu datang dari mana? Dari dirinya sendiri ataukah dari pengaruh eksternal? Jika dari pihak eksternal, siapakah pihak itu?" ujarnya menambahkan.
Persoalan berikutnya, saksi Sudirman yang terindikasi memiliki perbedaan dari sisi intelektualitas. Dia boleh jadi tergolong sebagai individu dengan suggestibility tinggi.
Dengan kondisi tersebut, Sudirman sesungguhnya sosok rapuh. Ingatannya, perkataannya, serta cara berpikirnya bisa berdampak kontraproduktif bahkan destruktif bagi proses penegakan hukum.
"Perlu pendampingan yang bisa menetralisasi segala bentuk pengaruh eksternal yang dapat 'menyalahgunakan' saksi dengan keunikan seperti Sudirman," tutur Reza Indragiri Amriel.
Patahnya Narasi Polda Jabar
Kemudian, patahnya narasi Polda Jabar bahwa Pegi Setiawan adalah sosok yang mengotaki pembunuhan berencana, berimplikasi serius terhadap nasib kedelapan terpidana. Bagaimana otoritas penegakan hukum dapat mempertahankan tesis bahwa kedelapan terpidana itu adalah kaki tangan Pegi?
Selain itu, benarkah mereka pelaku penghilangan nyawa berencana, ketika interaksi masing-masing terpidana (selaku eksekutor) dengan Pegi (selaku mastermind) ternyata tidak pernah ada?
Lebih lanjut, terkait kerja scientific Polda Jabar yang selama ini dibahas sebatas terkait DNA, CCTV, dan otopsi mayat. Reza Indragiri Amriel mengatakan, dia terus mendorong eksaminasi terhadap scientific investigation Polda Jabar pada 2016.
"Saya mencatat ada satu hal yang belum pernah diangkat, yakni bukti elektronik berupa detil komunikasi antarpihak pada malam ditemukannya tubuh Vina dan Eky di jembatan pada 2016," katanya.
Hal itu juga termasuk komunikasi via gawai yang masing-masing korban lakukan dengan pihak-pihak yang dikenalnya.
"Siapa, dengan siapa, tentang apa, jam berapa. Itulah empat hal yang semestinya secara rinci diperlihatkan sebagai alat bukti. Sekali lagi, siapa menghubungi siapa terkait apa pada jam berapa," tutur Reza Indragiri Amriel.
Dia berfirasat, Polda Jabar memiliki data yang diekstrak dari gawai para pihak tersebut. Selain itu juga, data itu sangat potensial mengubah 180 derajat nasib seluruh terpidana kasus Vina Cirebon.
Reza Indragiri Amriel juga mengingatkan, korban salah tangkap mendapat ganti rugi. Demikian praktik di banyak negara.
"Ketimbang melalui mekanisme hukum yang bersifat memaksa bahkan mempermalukan, institusi kepolisian biasanya memilih penyelesaian secara kekeluargaan guna memberikan kompensasi itu," katanya.
Respons Kapolri
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo memastikan Polri segera menangani kelanjutan kasus Pegi Setiawan berdasarkan putusan PN Bandung atas dikabulkannya gugatan praperadilan penetapan tersangka yang dinyatakan gugur.
"Yaa tentunya itu akan didalami ya, didalami isi dari keputusan tersebut apa, karena ini kan terkait dengan sah tidaknya martabat sebagai tersangka dan mungkin hal-hal lain," ujarnya.
"Saya juga belum tahu isinya apa, tapi yang jelas akan segera ditindaklanjuti," ucap Listyo Sigit Prabowo menambahkan.
Jenderal polisi bintang empat itu juga memastikan jajarannya mematuhi dan menghormati putusan pengadilan. Upaya menindaklanjuti dan menghormati putusan pengadilan itu juga sudah disampaikan oleh Polda Jawa Barat, melalui Kabid Humas.
"Saya kira dan juga disampaikan oleh Polda Jawa Barat ya melalui kabid humasnya untuk langkah selanjutnya tentunya akan menunggu hasil lampiran dari keputusan ataupun tembusan dari keputusan tersebut. Jadi supaya bisa ditindak lanjuti," tutur Listyo Sigit Prabowo.***
Sentimen: positif (100%)