Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: kasus suap, korupsi
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Harun Masiku
Rossa
Kusnadi
Menkumham Yasonna Laoly soal Keberadaan Harun Masiku: Mana Saya Tahu
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menekankan bahwa dia tidak mengetahui sama sekali keberadaan Harun Masiku. Dia juga menegaskan tidak ada upaya melindungi buron kasus dugaan suap tersebut.
“Mana kita (saya) tahu. Kalau kita tahu sudah kita kasih informasi,” katanya kepada wartawan usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna tentang perekonomian di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin 24 Juni 2024.
Yasonna Laoly mengatakan bahwwa tidak mungkin ada upaya melindungi Harun Masiku. Sekalipun, dia merupakan mantan kader PDIP tempatnya bernaung.
“Enggak lah, mana berani. Itu pelanggaran hukum,” ujarnya.
Sedangkan sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko meyakini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menangkap buron kasus dugaan suap Harun Masiku dalam waktu dekat.
“Ya mestinya. Mestinya bisa (KPK menangkap Harun dalam waktu dekat),” ucapnya.
Keyakinan serupa juga disampaikan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harapan. Dia meyakini AKBP Rossa Purbo Bekto selaku Kasatgas Penyidikan KPK dapat menangkap Harun Masiku, tersangka kasus pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR terpilih periode 2019—2024 di KPU.
Kasus yang Mencuat saat Tahun PolitikKPK menegaskan penanganan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dan pencarian Harun Masiku tidak ada kaitannya dengan agenda politik. Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyebut apabila penyidikan kasus tersebut mencuat di tahun politik, hal itu hanya sebuah kebetulan.
“Tidak dalam rangka agenda politik apa pun, pemberitaan maupun kegiatan yang dilakukan oleh penyidik, sekali lagi apabila itu terjadi secara bersamaan atau kebetulan, itu hanya kebetulan saja,” kata Tessa kepada wartawan, dikutip Sabtu, 15 Juni 2024.
Tessa menuturkan, penyidik KPK terus berupaya mencari Harun Masiku dengan berbagai strategi yang tidak bisa dibeberkan ke publik. Bahkan, kata dia, penyidik telah mendatangi beberapa negara yang terindikasi menjadi tempat persembunyian mantan caleg PDI Perjuangan (PDIP) tersebut.
“Penyidik tetap berupaya untuk mencari yang bersangkutan dengan strategi-strategi yang kembali lagi tidak bisa dirilis di publik. Ada beberapa negara juga berdasarkan informasi yang sudah kami dapatkan sudah didatangi oleh penyidik,” tutur Tessa.
Menurut Tessa, penyidik selalu mendindaklanjuti setiap informasi baru tentang keberadaan Harun Masiku. Tindaklanjut itu dilakukan dengan memeriksa saksi-saksi seperti pengacara Simeon Petrus, dua mahasiswa bernama Melita De Grave dan Hugo Ganda, serta Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto
“Jadi upaya (pencarian Harun Masiku) tetap terus dilakukan tanpa mengenal henti dan semua informasi baru yang didapatkan oleh penyidik akan ditindaklanjuti melalui pemeriksaan maupun upaya-upaya penyidikan lainnya,” ucap Tessa.
Harun Masiku Jadi Alat Tawar Politik Pimpinan KPK, Penyidik Jadi KorbanInstitute atau organsisasi yang berisi mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), IM57+, menilai kasus Harun Masiku telah dijadikan alat tawar politik oleh pimpinan KPK. Hal tersebut terlihat dari maju dan mundurnya penanganan kasus suap yang menjerat mantan caleg PDI Perjuangan (PDIP) tersebut. Apalagi, kasus Harun Masiku kerap muncul lagi pada tahun politik.
“Pimpinan KPK seolah menjadikan kasus (Harun Masiku) ini seakan sebagai alat bargain. Hal tersebut ditunjukan dengan maju mundurnya penanganan kasus ini yang ‘sangat kebetulan’ selalu sesuai dengan momentum politik di Indonesia, khususnya Pilpres,” kata Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha dalam keterangannya, Jumat, 14 Juni 2024.
Selain momentum politik, kata Praswad, penanganan kasus Harun Masiku kembali mencuat di tengah isu dugaan pelanggaran kode etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Sehingga wajar jika publik menilai perkara Harun Masiku kental dengan nuansa politik.
“Kalau Pimpinan KPK sejak awal tidak mempolitisi maka polemik ini tidak akan terjadi,” ujar Praswad.
Lebih lanjut Praswad berpendapat, langkah kubu PDIP yang melaporkan penyidik KPK Rossa Purbo Bekti ke Bareskrim Polri adalah bentuk kriminalisasi. Pasalnya, kata dia, kerja-kerja penyidik sudah pasti sesuai prosedur dan mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Undang-Undang (UU) KPK, termasuk ketika menyita ponsel dan dokumen dari tangan Kusnadi selaku staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
“Penyelidik dan penyidik KPK sejak awal sudah melakukan tindakan yang 100 persen sesuai dengan SOP, Kode Etik, dan peraturan perundangan khususnya KUHAP dan UU KPK sehingga pelaporan ini adalah jelas sebagai bentuk kriminalisasi terhadap petugas pada level pelaksana perintah,” tuturnya.
Praswad menjelaskan, penyidik berwenang melakukan berbagai upaya paksa termasuk menyita alat komunikasi ketika menemukan indikasi adanya bukti. Oleh karena itu, menyebut tindakan kriminalisasi tidak sesuai dengan prinsip-prinsip penegakan hukum yang independen sesuai dengan standar pada the Jakarta Principle yang disepakati negara- negara dalam melindungi penegakan hukum yang independen.
“Pihak pelapor yang melaporkan penyidik jangan sampai salah alamat dengan menyasar pada penyidik pada level pelaksana di lapangan, tetapi seakan tidak melihat kesalahan pada level Pimpinan KPK selaku pemberi perintah dan penanggung jawab mutlak atas seluruh tindakan penyidik,” ucap Praswad.***
Sentimen: negatif (78%)