Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
BUMN: BSI
Institusi: Universitas Hasanuddin
Tokoh Terkait
Gagalnya Abdul Mu’ti Jadi Komisaris BSI Bukan Kesalahan Manajemen Bank
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA- Muhammad Said Didu kembali berkomentar terkait penarikan seluruh dana Muhammadiyah dari Bank Syariah Indonesia (BSI), yang banyak dikaitkan dengan tidak terpilihnya Abdul Mu'ti sebagai Komisaris BSI.
Menurut Said Didu, gagalnya Abdul Mu'ti menjadi Komisaris BSI bukanlah kesalahan manajemen bank tersebut. Sebagai mantan pejabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu menjelaskan bahwa keputusan tersebut berada di tangan pemegang saham utama, yaitu Menteri Negara BUMN atau Presiden.
“Ini bukan salah manajemen BSI tapi salah pemegang saham yaitu Menteri Negara BUMN atau Presiden,” ujar Said Didu dalam keterangannya di aplikasi X @msaid_didu, Kamis (20/6/2024).
Said Didu menambahkan bahwa pengangkatan Komisaris BUMN adalah wewenang Menteri BUMN yang bertindak atas arahan atau persetujuan Presiden. “Karena yang mengangkat Komisaris BUMN adalah Menteri BUMN atas arahan atau persetujuan Presiden,” tandasnya.
Said Didu juga menyoroti pentingnya komunikasi dan transparansi dalam pengambilan keputusan terkait posisi strategis di BUMN.
Ia berharap keputusan-keputusan semacam ini dapat lebih terbuka dan jelas sehingga tidak menimbulkan spekulasi dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat dan organisasi terkait.
Penarikan dana Muhammadiyah dari BSI telah menjadi isu serius dalam dunia perbankan belakangan ini. Sejumlah isu mengiringi penarikan dana organisasi Islam terbesar di Indonesia ini. Pengurus Pusat Muhammadiyah disebut mengusulkan kadernya, Abdul Mu'ti, untuk masuk di jajaran komisaris bank plat merah itu. Namun, usulan tersebut dikabarkan tidak diakomodasi saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Analis Keuangan Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Marzuki DEA, memberikan pandangannya. Menurutnya, ada alasan lain Muhammadiyah menarik dananya dari BSI selain karena isu tersebut.
“Kalau tanggapan publik bahwa karena ada komisaris yang tidak diakomodir oleh RUPS saya rasa relatif kebenarannya, karena itu bersifat politis,” kata Marzuki kepada fajar.co.id, Kamis (13/6/2024).
Sebagai organisasi masyarakat yang besar, Muhammadiyah diakui memiliki pemahaman yang kuat mengenai prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).
“Saya kira Muhammadiyah paham, bahwa hal seperti itu merupakan keputusan bersama para peserta RUPS, jadi tidak bisa dicampuri,” jelasnya.
Prof. Marzuki menilai bahwa keputusan yang diambil oleh Muhammadiyah dalam konteks bisnis merupakan langkah yang baik. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar dari keputusan tersebut. “Mungkin memperhatikan selama ini kebijakan BSI tidak seperti maksud prinsip bisnis Muhammadiyah tersebut maka diputuskan,” tutupnya. (*/fajar)
Sentimen: positif (40%)