Sentimen
Negatif (88%)
20 Jun 2024 : 19.54

Usai Rapat dengan Jokowi, Gubernur BI Jamin Rupiah Akan Menguat

20 Jun 2024 : 19.54 Views 1

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Usai Rapat dengan Jokowi, Gubernur BI Jamin Rupiah Akan Menguat

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan nilai tukar rupiah akan menguat karena faktor fundamental yang terpantau baik.

Adapun faktor fundamental yang mempengaruhi perbaikan nilai tukar, meliputi inflasi yang tercatat 2,84 persen secara tahunan (year on year/YoY), pertumbuhan ekonomi yang tinggi mencapai 5,1 persen, dan pertumbuhan kredit sebesar 12 persen.

"Demikian juga kondisi-kondisi ekonomi kita, termasuk juga imbal hasil investasi Indonesia yang baik. Kalau dilihat dari faktor fundamental, nilai tukar rupiah kita itu seharusnya akan menguat," kata Perry usai rapat bersama Presiden Joko Widodo dan KSSK di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2024).

Baca juga: Jokowi Panggil Menkeu Hingga Gubernur BI, Bahas Kurs Rupiah yang Makin Melemah

Perry menuturkan, pelemahan nilai tukar saat ini lebih dipengaruhi oleh sentimen jangka pendek.

Pada Mei lalu, terjadi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Begitu pula dengan kebijakan bank sentral AS, The Fed, yang diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuan sebanyak 1 kali, dari semula diprediksi 3 kali sepanjang tahun ini.

Oleh karenanya, Bank Indonesia merespons dengan cara menaikkan suku bunga acuan dan intervensi di pasar untuk menstabilkan mata uang rupiah.

"Dan karenanya puji syukur rupiah kita pada waktu itu menguat dari Rp 16.600 (per dollar AS) menjadi Rp 15.900 (per dollar AS). Itu menunjukkan bahwa rupiah kemudian menguat begitu sentimen-sentimen pendek itu berakhir," tutur Perry.

Baca juga: IHSG Ditutup Menguat 1,37 Persen, Rupiah Melemah ke Rp 16.430 Per Dollar AS

Lebih lanjut Perry menuturkan, pergerakan nilai tukar rupiah yang melemah saat ini dipengaruhi oleh sentimen global dan domestik.

Di lingkup global, pelemahan dipicu oleh kenaikan suku bunga obligasi pemerintah AS dari 4,5 persen menjadi 6 persen. Lalu, penurunan suku bunga bank sentral Eropa.

Di sektor domestik, pelemahan dipicu oleh kenaikan permintaan korporasi untuk kepentingan repatriasi dividen di kuartal II 2024. Kemudian, persepsi sustainabilitas fiskal ke depan yang menciptakan sentimen di masyarakat.

"Biasa kalau triwulan II itu korporasi perlu repatriasi deviden, perlu juga membayar utang. Tapi biasanya nanti di triwulan III sudah enggak ada lagi. Itu membuat sentimen-sentimen, kemudian itu menjadi tekanan nilai tukar rupiah," jelasnya.

Baca juga: Hadapi Tren Pelemahan Rupiah dan IHSG, Ada Apa dengan Ekonomi Indonesia?

Untuk terus menjaga nilai tukar, Perry menyatakan Bank Indonesia akan terus berada di pasar.

Bank sentral memiliki cadangan devisa yang akan digunakan ketika terjadi aliran modal asing keluar (capital outflow) yang memicu pelemahan lebih lanjut.

"Wajar kita gunakan pada saat outflow, kita gunakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Dan itu intervensi, dari tunai, forward, maupun berkoordinasi dengan Bu Menteri Keuangan. Kami juga bisa beli SBN dari pasar sekunder. Itu langkah-langkah yang kami lakukan," sebut Perry.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sentimen: negatif (88.7%)