Sentimen
Negatif (100%)
19 Jun 2024 : 04.09
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Jember, Malang, Banyuwangi, Pasuruan, Bondowoso, Situbondo, Madura

Kasus: HAM, pembunuhan, teror

Pembantaian Banyuwangi 1998 Gegerkan Publik, Salah Satu Pelanggaran HAM Berat dalam Sejarah

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

19 Jun 2024 : 04.09
Pembantaian Banyuwangi 1998 Gegerkan Publik, Salah Satu Pelanggaran HAM Berat dalam Sejarah

PIKIRAN RAKYAT - Pembantaian Banyuwangi 1998 menjadi salah satu pelanggaran HAM berat yang tercatat dalam sejarah kelam pelanggaran HAM berat di Indonesia. Tragedi itu terjadi era Presiden Soeharto.

Pembantaian Banyuwangi 1998 merupakan tragedi berdarah dibantainya ratusan dukun santet di Kota Banyuwangi, Jawa Timur. Target utama pembantaian tersistematis dan terorganisir itu adalah orang-orang yang diduga telah melakukan praktik ilmu hitam—praktik ilmu hitam atau santet sudah familiar bagi warga Banyuwangi.

Sedikitnya, ada 250 orang yang dituduh dukun santet di Banyuwangi dan beberapa kota di Jawa Timur. Mereka diburu dan dibantai. Tragedi itu bahkan bikin keluarga korban menderita luka trauma dan stigma.

Tragedi berdarah itu terjadi antara Februari 1998—Oktober 1999. Mulanya, yang menjadi target adalah mereka yang dituduh punya ilmu hitam atau dukun santet oleh warga setempat. Komnas HAM dan Nahdlatul Ulama (NU) cabang Banyuwangi menyebut, tanda huruf X di sekitar rumah korban sebagai tanda penunjuk target sasaran yang harus dibunuh.

BBC News Indonesia melaporkan, jumlah orang-orang tidak bersalah yang dihabisi juga terus bertambah, sasarannya juga meluas, bukan cuma orang-orang yang dituding dukun santet saja. Bahkan, orang yang disebut guru agama, pengidap gangguan mental, hingga orang sipil juga ikut dibantai.

Bermula dari pendataan dukun

Ilustrasi dukun.

Tragedi berdarah di Banyuwangi bermula dari pendataan dukun oleh Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik. Dia berkirim radiogram pada 6 Februari 1998 kepada seluruh jajaran aparat pemerintah untuk mendatanya.

Pendataan itu, sejatinya dilakukan guna memberikan perlindungan kepada orang-orang yang diduga merupakan dukun santet. Namun radiogram berisi data itu bocor dan diterima sekelompok orang.

Data tersebut bikin kelompok tertentu melakukan penyisiran, kekerasan, dan pembunuhan massal. Ada lima kasus pembunuhan terhadap dukun santet dari Januari—Maret 1998, sebelum radiogram Purnomo Sidik itu dikeluarkan, Februari 1998. September 1998, sudah ada puluhan orang yang menjadi korban pembantaian.

Purnomo Sidik lalu kembali mengeluarkan radiogram pada September 1998 yang berisi tentang penegasan terhadap instruksi sebelumnya, yakni pendataan orang-orang yang dinilai punya kekuatan magis untuk melindunginya dari kekerasan.

Kompas melaporkan, seusai dilakukan pendataan oleh pemerintah, pembantaian orang-orang yang dituding dukun santet makin meluas. Bahkan, dalam satu hari disebutkan ada dua sampai sembilan orang yang dihabisi di Banyuwangi.

Pelaku pembantaian merupakan orang terlatih

Ilustrasi pelaku pembantaian. pixabay

Teror juga menyebar hingga ke Jember, Situbondo, Bondowoso, Malang, Pasuruan, hingga Madura. Laporan media saat itu menggambarkan adanya ketakutan, kepanikan, ketegangan, dan saling curiga yang semakin meluas.

Tim pencari fakta kasus pembantaian dukun santet oleh NU menyimpulkan, para pelaku merupakan orang-orang terlatih, dilakukan secara sistematis dan terorganisir. Hal itu didasari hasil temuan proses eksekusi korban yang selalu dilakukan malam hari, ketika mati lampu. Saat listrik menyala, korban sudah ditemukan tewas.

Para pelaku juga dilaporkan mengenakan pakaian serbahitam. Masyarakat menyebutnya ninja. Dalam menjalankan operasi pembantaian, pelaku juga memanfaatkan handy-talky.

Tim investigasi NU cabang Banyuwangi mengumumkan, berdasarkan hasil penyelidikan, ada dugaan keterlibatan aparat keamanan.

Pembantaian pada September 1998 bermula kala sosok bertopeng menghabisi Junaidi (53) dan As'ari (60), warga Kecamatan Rogojampi. Esok harinya, warga Desa Gintangan, Blimbingsari, bernama Tafsir (70) yang dianiaya. Dianiaya pukul 2.00 WIB, korban diseret dengan kendaraan sampai tewas.

Peneliti Sejarah Bumi Blambangan Bahrurrohim  mengungkapkan, pada 3 September 1998, Januri (60) yang dibantai dengan beringas. Bahkan, warga Desa Watukebo, Blimbingsari itu juga digantung.

Pria yang tergabung dalam Komunitas Pegon Banyuwangi itu mengungkapkan, lebih dari 70 korban pembantaian yang terdata. Puluhan korban tersebar di hampir seluruh kecamatan di Banyuwangi.

"Pembantaian juga menyasar para tokoh agama, khususnya yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama," tuturnya, seperti dilaporkan Detik.

Surat kabar Jawa Pos edisi 7 Oktober 1998 memberitakan, Pangab Jenderal TNI Wiranto memerintahkan pihak kepolisian untuk menangani masalah pembantaian massal di Banyuwangi, guna mencegah campur tangan pihak lain dalam masalah itu.

"Selain itu, ini dimaksudkan untuk menghindari agar tidak jatuh korban lebih banyak lagi," tutur Wiranto.

Hasil penyelidikan Komnas HAM

Ilustrasi penyelidikan. pixabay

Masyarakat mendesak agar motif di balik pembantaian di Banyuwangi diselidiki. Berdasarkan amanat UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, baruah pada 2015 Komnas HAM melakukan penyelidikan.

Penyelidikan Komnas HAM menyatakan, ada terduga aktor yang melakukan propaganda, penggalangan guna menggerakkan massa untuk menghabisi. Selain itu, ada pola yang diawali prakondisi, terungkap dengan adanya pendataan yang menghasilkan daftar nama sehingga bikin eskalasi dan keresahan di tengah masyarakat.

Hasil penyelidikan Komnas HAM lantas diserahkan ke Kejaksaan Agung pada 2019 supaya ditindaklanjuti, tetapi tak pernah ditindaklanjuti. Berbagai alasan disampaikan, salah satunya kelemahan bukti-bukti dan saksi.

Tragedi pembantaian itu akhirnya mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo. Pada Januari 2023, Jokowi—sapaan akrab Joko Widodo—mengakui dan menyesalkan 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk tragedi di Banyuwangi dan sekitarnya.

Selanjutnya, pemerintah berjanji menyelesaikan secara non-yudisial kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu itu, di antaranya dengan merehabilitasi dan memulihkan korban dan keluarga. Namun hingga awal Mei 2023, janji itu belum menemukan bentuk konkret, kecuali kebijakan itu bakal resmi diluncurkan pada Juni 2023.***

Sentimen: negatif (100%)