Sentimen
Positif (44%)
18 Jun 2024 : 05.39
Informasi Tambahan

Kab/Kota: California, Garut

Soal Aturan Perlindungan Ojol: Driver Harusnya Dianggap Pemilik Saham, Bukan Buruh

18 Jun 2024 : 12.39 Views 1

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Soal Aturan Perlindungan Ojol: Driver Harusnya Dianggap Pemilik Saham, Bukan Buruh

PIKIRAN RAKYAT - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Tenaga Kerja masih merumuskan regulasi untuk melindungi para driver ojek online (ojol). Menanggapi hal ini, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, memberikan masukan dengan menekankan pentingnya menerapkan paradigma kemitraan yang sejajar.

Menurutnya, pengemudi ojol harus dianggap sebagai bagian dari "beneficial ownership" atau pemilik saham karena driver ojol juga menanamkan modal melalui kendaraan mereka. "Pengemudi ojol pada dasarnya menanamkan modal, paling besar adalah kendaraannya. Kendaraan itu menjadi bagian inti alat produksi perusahaan. Sehingga mereka juga bagian dari pemilik saham," ujar LaNyalla, Minggu, 16 Juni 2024.

Yayan, driver ojol yang ikut dirikan Ponpes Inarotud Dujaa Al Yusro di Garut.

Ia mencontohkan, meskipun valuasi modal mereka kecil, pengemudi ojol berhak atas perlindungan hukum. Selain mendapat upah dari jerih payah mereka, valuasi modal mereka juga harus diperhitungkan sebagai bagian dari dividen.

"Orang di lantai bursa bisa membeli saham perusahaan ojol ini. Bahkan, nilai per lembar sahamnya lebih murah dibanding harga kendaraan. Begitu publik membeli saham, mereka juga bagian dari pemilik dan berhak atas keuntungan, apalagi pengemudi ojol menanamkan modal dalam bentuk alat produksi," tuturnya.

Belajar dari negara lain

LaNyalla juga menyarankan pemerintah mempelajari skema yang sudah diterapkan di Spanyol, Belanda, dan California, Amerika Serikat.

Di Spanyol, sejak 2021, sopir ojol diakui sebagai karyawan dengan konsekuensi adanya Upah Minimum, Cuti, dan tunjangan lainnya. Di Belanda, pada tahun 2022, terdapat UU khusus sektoral yang memberi beberapa hak dan perlindungan minimum bagi pekerja platform, termasuk transparansi dalam algoritma dan hak untuk berunding bersama.

Sementara di California, sejak 2019, pemerintah negara bagian mengesahkan UU yang mengklasifikasikan pekerja transportasi dan pengantaran berbasis aplikasi sebagai kontraktor independen dengan beberapa tunjangan, termasuk gaji minimum berdasarkan waktu kerja.

LaNyalla menekankan pentingnya memenuhi prinsip kemitraan yang sejajar, termasuk hak mitra untuk melakukan kontrol atas kinerja perusahaan. Faktanya, saat ini pengemudi ojol tidak memiliki kontrol tersebut, sedangkan perusahaan platform yang menentukan tarif.

"Belum lagi perusahaan menggunakan mesin algoritma untuk mengontrol pendapatan mereka. Bahkan bisa menonaktifkan pengemudi karena tidak memenuhi metrik kinerja. Kalau tidak sejajar seperti ini, namanya bukan kemitraan," ujarnya.***

Sentimen: positif (44.4%)