3 Juta Konten Judi Online Diblokir dalam Setahun, Media Sosial Jadi Tempat Bersemayam
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah berhasil memblokir sekitar 2.945.150 konten judi online dalam kurun waktu hampir satu tahun.
"Kami sudah take down 2.945.150 konten judi online dari 17 Juli 2023 hingga 13 Juni 2024," ucapnya, Sabtu 15 Juni 2024.
Pemberantasan konten judi online tersebut dilakukan sebagai bentuk komitmen Kemenkominfo dalam mencegah dampak negatif yang ditimbulkan dari situs-situs tersebut di kalangan masyarakat.
Kominfo juga dalam waktu yang bersamaan, telah mengajukan untuk menutup sekitar 555 akun e-wallet yang berkaitan dengan aktivitas judi online kepada Bank Indonesia.
"Pengajuan pemblokiran 5.779 rekening bank terkait judi online ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sudah berlangsung sejak 18 September 2023 hingga 28 Mei 2024," kata Budi Arie Setiadi.
Bahkan, Kominfo juga telah memberikan catatan positifnya sejak 17 Juli 2023 hingga 13 Juni 2024, pihaknya telah menangani 16.596 sisipan laman judi di situs pendidikan dan 18.974 di situs pemerintahan.
Kementerian itu juga telah melayangkan surat peringatan keras terhadap pengelola platform digital X, Telegram, Google, Meta, dan Tiktok yang banyak dimanfaatkan oleh para oknum untuk menyebarluaskan situs-situs tersebut.
“Pengelola platform digital akan didenda hingga Rp500 juta rupiah per konten, jika tidak kooperatif dalam memberantas judi online,” ujar Budi Arie Setiadi.
Judi Online dan Pinjol, Adik-Kakak yang Sulit DiberantasBudi Arie Setiadi mengatakan bahwa pemberantasan kegiatan judi online dan pinjaman online (pinjol) ilegal harus melibatkan semua kementerian di tanah air.
“Penanganan pemberantasan judi online dan pinjaman online ilegal perlu dilakukan secara komprehensif dan melibatkan semua kementerian,” ucapnya, Sabtu 15 Juni 2024.
Menurut Budi Arie Setiadi, kegiatan judi online yang saat ini menjamur di Tanah Air, sangat meresahkan dan memberikan dampak buruk kepada masyarakat. Sebab, mereka berakhir terjerumus ke dalamnya dan berkaitan erat dengan pinjaman online ilegal.
“Saya sudah pernah bilang berkali-kali judol sama pinjol ilegal ini adik-kakak. Saudara kandung ini! Dua-duanya disikat!” katanya.
Surat Keputusan (SK) Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online kini secara administrasi telah rampung. Presiden Jokowi pun dalam waktu dekat segera menandatangani, agar Satgas bisa bergerak memberantas judi online.
Penandatangan tersebut dilakukan oleh Jokowi, ketika para menteri yang tergabung dalam satgas tersebut memberikan sekaligus menyatakan persetujuan. Pemberantasan ini dilakukan agar masyarakat tidak lagi terjerumus ke dalam kegiatan yang membawa dampak negatif bagi kehidupannya.
"Prosedurnya semua Menteri paraf, nanti tinggal Pak Presiden. Tadi saya sudah paraf sebelum ke sini. Ketuanya Pak Menko Polhukam, Wakilnya Pak Menko PMK, Saya Ketua Bidang Pencegahan, Pak Kapolri Ketua Bidang Penegakan Hukum," tutur Budi Arie Setiadi.
Dia menekankan kembali bahwa keberadaan Satgas Pemberantasan Judi Online merupakan upaya menangani judi online secara komprehensif.
“Pokoknya kita memastikan bahwa pemberantasan judi online dan pinjaman online ilegal ini memang harus komprehensif. Tidak bisa separuh-separuh, harus semua lini bekerja bersama-sama,” ujar Budi Arie Setiadi.
Lebih Penting Tingkatkan KesadaranPengamat sekaligus peneliti bidang sosial The Indonesian Institute (TII), Dewi Rahmawati Nur Aulia mengatakan bahwa peningkatan kesadaran bahaya judi online jauh lebih penting untuk digencarkan oleh pemerintah. Ketimbang, mempertimbangkan memasukkan korban aktivitas nirmanfaat tersebut ke dalam daftar penerima dana bantuan sosial (bansos).
“Menurut saya, kita harus menyasar pada akar masalah kita, yang artinya harus ditingkatkan kesadaran tentang bahayanya perjudian ini, entah itu secara finansial, bagaimana hukumnya, yang tentunya juga melibatkan para penegak hukum termasuk pemuka agama,” tuturnya.
Menurut Dewi Rahmawati Nur Aulia, masyarakat yang terjerat dalam judi online lebih dari setengahnya merupakan kelompok dengan penghasilan yang cukup. Bahkan, beberapa korban merupakan kalangan dengan upah lebih tinggi dari upah minimum.
Selain itu, dia juga menilai kondisi korban yang menjadi miskin akibat terjerat judi online dilakukan secara sadar sejak semula dan atas keputusan pribadi, bukan diakibatkan karena kemiskinan struktural.
Oleh karena itu, Dewi Rahmawati Nur Aulia menyimpulkan bahwa tidak tepat terkait wacana mengikutsertakan korban judi daring/online sebagai penerima manfaat dana bantuan sosial (bansos) yang dikelola oleh Kementerian Sosial.
Dia pun mengingatkan bahwa ketentuan penerima dana bansos sudah diatur dalam undang-undang yakni masyarakat miskin, mulai dari yang berstatus hidup tidak layak hingga menjalani pengupahan di bawah upah minimum. Sedangkan para korban judi online melakukan aktivitas nirmanfaat itu atas kemauan mereka sendiri, hingga kemudian kehilangan harta dan mungkin terjerat utang.***
Sentimen: negatif (99.2%)