Sentimen
Positif (99%)
15 Jun 2024 : 13.50

Tanggapan Pengamat Kebijakan Publik terhadap Terbitnya Perpres Nomor 42 Tahun 2024

15 Jun 2024 : 20.50 Views 1

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Tanggapan Pengamat Kebijakan Publik terhadap Terbitnya Perpres Nomor 42 Tahun 2024

 

KOMPAS.com - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang berlaku mulai 25 Maret 2024.

Perpres tersebut memberikan ketentuan hukum terkait penambahan ruas jalan tol, target, skema pembiayaan ruas tol, termasuk penugasan kepada PT Hutama Karya (Persero) untuk pengusahaan proyek JTTS.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, kebijakan pembangunan infrastruktur, khususnya tol, umumnya membawa dampak ekonomi yang bagus untuk daerah sekitarnya.

Percepatan pembangunan JTTS memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumatera dan diharapkan dapat mempercepat distribusi barang dan jasa. 

Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai faktor agar manfaat ekonomi dari pembangunan jalan tol tersebut dapat dirasakan masyarakat luas.

Baca juga: Serap PMN Rp 85,5 Triliun, Hutama Karya Bangun 809 Kilometer JTTS

“Saya berharap mudah-mudahan tidak terlalu cepat, tetapi ditata dengan baik. Karena ini faktor alam, proyek ini menimbun lahan untuk jalan tol. Timbunan itu harus matang,” ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (12/6/2024). 

Agus mengatakan, pemerintah harus belajar dari Trans-Jawa yang tidak matang, sehingga beton statis yang harusnya tahan tiga tahun sudah rusak saat menginjak dua tahun.

Perhatikan dampak sosial

Lebih lanjut, Agus juga meminta pemerintah dan Hutama Karya menghitung dampak sosial dan ekonomi di sekitar jalan tol. Sebab, pembangunan jalan tol dapat mengubah dinamika ekonomi di wilayah sekitarnya. 

Menurutnya, terdapat kekhawatiran jika perencanaan pembangunan infrastruktur pendukung belum matang, seperti penentuan rute, rest area, dan fasilitas lainnya. 

Dia mencontohkan, adanya tol di Jawa turut membuat beberapa bagian di Jalur Pantura sepi. Ini berdampak kepada masyarakat yang berjualan di sekitar jalan ini.

Baca juga: 15 Ruas Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS) yang Resmi Beroperasi di 2024

Meskipun pemerintah telah menyiapkan rest area untuk masyarakat yang terdampak, Agus menilai jumlahnya kurang dan mereka harus membayar sewa.

“Saya berharap Hutama Karya melakukan studi antropologi di ruas jalan yang dibangun, meskipun Trans-Sumatera lintas timur dan barat lebih banyak dilewati truk-truk,” ujarnya. 

Dia menegaskan, studi antropologi sosial diperlukan untuk memahami dampak sosial dari pembangunan jalan tol dan mengantisipasi masalah yang mungkin timbul.

Menurutnya, studi antropologi penting karena dapat melihat peta persebaran penduduk, pekerjaan, dan budaya yang berguna untuk memberikan penanganan bagi masyarakat yang terdampak.

“Itu harus ada data antropologi sosial, di mana orang ini, terus diapain. Harus ada mitigasinya, kalau tidak pembangunan jalan tol menjadi pusat kemiskinan baru,” katanya.

Sentimen: positif (99.9%)