Sentimen
Negatif (94%)
14 Jun 2024 : 23.33
Informasi Tambahan

Institusi: UNPAD

Kasus: Narkoba

Tokoh Terkait

Wacana Bansos untuk Korban Judi Online, Bukti Kesalahan Nalar Pemerintah

14 Jun 2024 : 23.33 Views 3

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Wacana Bansos untuk Korban Judi Online, Bukti Kesalahan Nalar Pemerintah

PIKIRAN RAKYAT - Kriminolog Universitas Padjadjaran Yesmil Anwar menilai pemerintah telah melangkah secara keliru untuk menangani persoalan judi online. Pemerintah terlambat menangani judi online dari hulu hingga ke hilir.

Pembentukan satuan tugas untuk memberantas judi online tidak akan efektif. Pasalnya para penegak hukumnya sendiri sudah dicemari oleh judi online. "Kita lihat saja berapa banyak oknum ASN dan aparat penegak hukum yang malah terjerat oleh judi online. Padahal seharusnya itu tugas mereka untuk memberantasnya," ujar Yesmil kepada kontributor Pikiran Rakyat Dewiyatini pada Jumat, 14 Juni 2024.

Pencegahan dari hulu, kata Yesmil, dirasa sudah sulit untuk dilakukan. Menurut Yesmil, pemerintah tidak ingin mengatakan bahwa situasi ini disebabkan ketidakbecusan dan pengelolaan pemberantasan judi online. Bahkan kemungkinan besar, banyak oknum aparat yang diuntungkan.

Indonesia menjadi pelaku judi online terbanyak di ASEAN dengan angka di atas 200.000 orang. Pada 2023, perputaran uang judi online mencapai Rp300 triliun. Bahkan Januari-Maret 2024, angkanya sudah mencapai Rp100 triliun.

Persoalan judi online sendiri, lanjut Yesmil, semakin kompleks. Sebetulnya yang menjadi korban, bukanlah si pelaku. Mereka antara lain, keluarga, rekan kerja, atasan, bahkan negara. Contoh terbaru polwan yang membakar suaminya yang sesama polisi karena si suami kecanduan judi online dan menelantarkan keluarganya. Yesmil mengatakan istrinya menjadi korban, setelah ditelantarkan, kemudian dihukum atas perbuatannya. Anak-anaknya juga menjadi korban karena kehilangan orangtua di usia balita.

Terakhir, perwira TNI yang menyalip uang satuan hingga di atas Rp800 juta karena kecanduan judi. Korbannya adalah anggota yang seharusnya berhak atas uang yang berasal dari negara tersebut.

Yesmil menyayangkan pernyataan Menko PMK Muhajir Effendi yang akan menjadikan pelaku judi online yang miskin ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sehingga dapat menerima bantuan sosial. Yesmil meyakini kebijakan itu tidak dilakukan dengan kajian berbagai aspek. "Pemerintah menganggap mereka sebagai korban, padahal jelas-jelas diatur dalam KUHP bahwa mereka termasuk pelaku kejahatan. Pernyataannya mengabaikan sisi hukum," katanya.

Dikatakan Yesmil, ada yang disebut dengan crime without victim, tapi persoalan judi ini sudah masuk dalam KUHP. Bahkan judi sendiri, sudah disebut sebagai patologi sosial.

Solusi menjadikan pelaku judi online sebagai korban, kata Yesmil, membuktikan pemerintah tidak memiliki visi dan nalar. "Dalam kriminologi, hal itu disebut dengan denial to the victim. Pemerintah menyangkal dengan berpura-pura tidak tahu akibat judi online lalu menjadikan para penjudi online yang jatuh miskin itu sebagai korban sehingga butuh dibantu dengan bantuan sosial," ujarnya.

Pemberian bantuan sosial itu pun semakin membuktikan bahwa pemerintah selalu salah sasaran dalam distribusi bantuan. Pembentukan satgas hingga pemberian bansos tidak akan efektif untuk menghentikan kecanduan judi online.

"Selama ini mereka sudah nyaman. Saat tak punya uang, mudah untuk mengakses pinjaman online. Apalagi ketika diberi bansos, para penjudi dan oknum aparat yang terlibat semakin nyaman karena disuntikkan subsidi oleh pemerintah yang saya yakin akan dipakai untuk judi lagi," ujar Yesmil.

Malahan seharusnya, para pelaku judi online itu juga mendapatkan hukuman berupa larangan bagi mereka untuk mendapatkan bantuan sosial. Layaknya para pencandu narkoba, mereka harus direhabilitasi agar lepas dari adiksinya.***

Sentimen: negatif (94.1%)