Sentimen
Netral (61%)
9 Jun 2024 : 18.09
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

Kasus: PHK

Tokoh Terkait

Musabab pekerja migran tercekik biaya penempatan

Alinea.id Alinea.id Jenis Media: News

9 Jun 2024 : 18.09
Musabab pekerja migran tercekik biaya penempatan

"Saya dianggap terlalu ngurusin istri saya yang sebelumnya juga dipermasalahkan. Kami berdua hanya bekerja tiga bulan. Mulai dari Februari dan d PHK awal Mei," ucap Nuri.

Saat ini, Nuri dan istrinya masih “mengungsi” di selter penampungan pekerja migran Indonesia untuk mencari pekerjaan baru. Ia juga memproses protesnya terhadap PT. Blue Diamond Indonesia, yang sudah mengenakan biaya penempatan terlampau besar. Nuri sudah menjual sawah dan berutang untuk bisa membayar biaya penempatan tersebut.

Merujuk daftar Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), per 30 April 2023 PT. Blue Diamond Indonesia tercatat berkantor di Majalengka, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki nomor induk berusaha 1410220015819 dan nomor izin P3MI 14102200158190005, yang terdaftar izin pada 8 Desember 2022.

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno menilai, biaya penempatan pekerja migran yang masih mencekik disebabkan perlindungan yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia belum diimplementasikan. Di dalam pasal 30 ayat (1) beleid itu disebutkan, pekerja migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan.

“Lalu, mandat UU itu untuk mengatur pembiayaan diserahkan kepada BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) melalui peraturan badan, sehingga lahir Perban (BP2MI) Nomor 09 Tahun 2020 dan beberapa KepKa (keputusan kepala),” ujar Hariyanto, Selasa (28/5).

“Struktur pembiayaan yang dimaksud adalah dibiayai oleh negara dan pemberi kerja.”

Masalahnya, pada level daerah masih kebingungan menyelenggarakan vokasi karena problem klasik pembiayaan dan ketersediaan anggaran. “Pembiayaan yang dibebankan kepada pemberi kerja BP2MI mengalami kesulitan dan banyak mendapatkan penolakan dari beberapa negara tujuan, khususnya Taiwan,” tutur Hariyanto.

Selain itu, masih ada ketimpangan pemahaman atas kewenangan yang diberikan UU 18/2017 antara pemerintah pusat dan daerah, terutama di level kabupaten serta desa. “Masih tinggi ego sektoral di pemerintah desa yang kami duga sebagai penghambat implementasi dan menjadi kebingungan di pemerintah daerah,” kata dia.

Sedangkan layanan terpadu satu pintu untuk memangkas birokrasi proses penempatan berbiaya murah juga belum efektir. Bahkan, cenderung belum menjadi rencana strategis pemerintah kabupaten.

"Walaupun kabupaten yang sudah ada LTSA (layanan terpadu satu atap) masih perlu pembenahan dari segi SDM dan infrastrukturnya," kata Hariyanto.

Sementara itu, peneliti Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bram Nainggolan menilai, pekerja migran yang terjerat biaya penempatan terlampau besar bisa disebabkan terkena jebakan perusahaan penyalur ilegal ayng terus memberikan iming-iming kemudahan bekerja di luar negeri.

Bram mengaku pernah punya pengalaman menyelidiki perusahaan penyalur ilegal. Polanya, perusahaan yang berhasrat memberi biaya penempatan terlalu besar selalu mengklaim dari memiliki izin Kemenaker.

“Persamaan lainnya adalah mereka semua ngotot (bilang), ‘ayo Mbak, sini saya proses cepat. Kirim segera paspornya. Kalau belum punya paspor, sini saya bantu bikin paspornya’,” ujar Bram, Kamis (5/6).

“Bahkan, banyak juga yang nanya di mana lokasinya sekarang dan minta langsung share location. Beberapa bahkan menawarkan uang sebesar Rp8 juta untuk keluarga yang kita tinggalkan, supaya memberi izin.”

Namun, bisa jadi pula perusahaan yang terdaftar juga memang berniat ingin memeras pekerja migran. Di samping itu, banyak pekerja migran yang tidak tahu mengenai rekam jejak perusahaan penyalur.

“Promosi yang dilakukan, baik oleh BP2MI maupun Kementerian Ketenagakerjaan itu masih minim banget untuk edukasi,” tutur dia.

“Jadi, kalau ke depannya masih akan banyak korban yang direkrut dan diberangkatkan, serta pulang dalam peti mati, saya tidak terlalu kaget.”

Sentimen: netral (61.5%)