Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Kasus: covid-19, Tipikor, pencurian, korupsi
Tokoh Terkait
Tak Nyambung Jokowi Diminta Jadi Saksi SYL di Sidang Korupsi, kata Stafsus Presiden
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Permintaan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) supaya Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menjadi saksi dalam persidangan kasus korupsinya dinilai tidak relevan.
Hal ini disampaikan Staf Khusus Presiden RI Bidang Hukum, Dini Purwono. Baginya, Jokowi tak memiliki kepentingan dan korelasi apa pun terkait kasus pencurian uang rakyat yang menilai tidak relevan.
"Menurut kami permintaan tersebut tidak relevan," kata Dini melalui pesan singkat kepada wartawan, Sabtu, 8 Juni 2024.
Dini melanjutkan, proses persidangan SYL berkaitan dengan kasus dalam kapasitas pribadi. SYL melakukan segala tindak yang disangkakan tidak dalam rangka tugas, pokok, dan fungsi sebagai pembantu Presiden Jokowi.
Dengan demikian, menurutnya, hubungan Presiden dengan para menteri pembantunya merupakan hubungan kerja yang dibatasi dengan kegiatan seputar roda pemerintahan.
"Presiden tidak dalam kapasitas untuk memberikan tanggapan atau komentar apa pun terkait dengan tindakan pribadi para pembantunya," ujar Dini.
Kuasa hukum SYL, Djamaluddin Koedoeboen sebelumnya menyatakan, pihaknya sudah berkirim surat untuk meminta kesediaan Presiden Jokowi hadir sebagai saksi yang meringankan SYL, dalam sidang kasus korupsi di Kementerian Pertanian.
Perkara SYL yang sedang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bagi Djamaluddin terjadi ketika pandemi Covid-19, dengan adanya hak diskresi dari presiden. Hak ini diberikan Jokowi kepada menterinya dalam pengelolaan kementerian.
Namun, titik persoalan muncul sebab SYL melakukan sesuatu atas hak tersebut, yang kemudian dianggap bermasalah oleh KPK. Dengan begitu, harapannya besar terhadap kedatangan Presiden Jokowi sebagai penanggung jawab tertinggi negara kala itu.
Baca Juga: Ilham Habibie Maju di Pilkada Jabar 2024, Siapa yang Bakal jadi Wakilnya?
Dakwaan SYLJaksa mendakwa SYL melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasan. Jaksa menyebut SYL menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023. Jaksa menyebut SYL melakukan perbuatan tersebut bersama-sama Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.
"Terdakwa selaku Menteri Pertanian RI periode tahun 2019 sampai 2023 meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, yaitu dari anggaran Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementerian RI sejumlah total Rp44.546.079.044," kata jaksa KPK Taufiq Ibnugroho.
Selain itu, Jaksa juga mendakwa SYL, Kasdi dan Hatta menerima gratifikasi yang dianggap suap senilai Rp40.647.444.494 pada Januari 2020-Oktober 2023. SYL dan kawan-kawan tidak melaporkan penerimaan gratifikasi ke KPK dalam kurun waktu 30 hari kerja.
"Perbuatan terdakwa tersebut haruslah dianggap pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Menteri Pertanian RI Tahun 2019-2023 sebagaimana diatur dalam Pasal 12C ayat 1 dan 2 UU Tipikor,” ucap jaksa.
Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa SYL melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.***
Sentimen: negatif (65.3%)