Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Senayan
Tokoh Terkait
Kalau Presiden Dipilih MPR, Pilpres Harus Berbasis "Electoral College" Seperti di AS
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan, jika pemilihan presiden diserahkan ke MPR RI maka sistem yang digunakan haruslah seperti sistem electoral college yang digunakan oleh Amerika Serikat (AS).
Jika menggunakan sistem ini, seorang calon presiden belum tentu bisa menang meski meraih perolehan suara terbesar dari rakyat.
"Kalau dipilih oleh MPR, maka pemilihan presiden harus berbasis kepada sistem distrik yang mendekati sistem electoral college seperti yang ada di Amerika Serikat. Tapi sekali lagi pembenahannya harus terintegrasi tidak boleh tambal sulam," ujar Fahri saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Kamis (6/6/2024).
Baca juga: Nasdem Sebut Ide Bamsoet Kembalikan Pilpres ke MPR Sebuah Kemunduran
Menurut Fahri, dalam Pemilu 2024, yang paling sedikit bermasalah ialah kontestasi pilpres.
Dia menyebut, masalah dalam pilpres di Indonesia adalah ambang batas presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.
Ambang batas ini membuat seseorang tidak bisa sembarangan mencalonkan diri sebagai presiden, harus mencari koalisi untuk mencapai kekuatan 20 persen tersebut.
"Sistem threshold 20 persen menghambat proses seleksi yang lebih luas kepada kandidat dengan berbagai latar belakang serta mengakibatkan muncul koalisi yang tidak jelas," tutur dia.
Fahri lantas mengusulkan agar pilpres ke depannya didesain dua putaran, sebagaimana amanat daripada UUD 1945.
Baca juga: Ketua MPR Sebut Pemilu 2024 Brutal, PDI-P: Solusinya Bukan Cabut Kedaulatan Rakyat
Dengan begitu, kata dia, peserta di pilpres bisa jauh lebih banyak.
"Putaran pertama dengan peserta oleh banyak calon karena tidak memakai threshold. Lalu pada putaran kedua sisa kandidatnya tinggal dua orang. Putaran pertama memakai electoral college dan putaran kedua sistem popular vote," imbuh Fahri.
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan bahwa proses amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 akan bergantung pada setiap pimpinan partai politik di parlemen.
Sebab, amendemen UUD baru bisa dilakukan atas persetujuan fraksi partai politik di DPR, serta anggota DPD.
"Menurut saya, ini sangat tergantung pada pimpinan partai politik," kata Bamsoet saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024), usai menerima mantan Ketua MPR Amien Rais.
Bamsoet mengatakan, MPR akan mengembalikan rencana amendemen untuk didiskusikan pada pimpinan partai politik.
Dia mengungkap komposisi partai politik di parlemen ke depan, kemungkinan ada delapan atau sembilan, dengan tambahan dari DPD.
Namun, ia yakin bahwa setiap pimpinan partai politik menyetujui amendemen yang membuka kemungkinan untuk mengembalikan sistem pemilihan presiden, dari langsung dipilih rakyat menjadi dipilih MPR.
Baca juga: PSI: Tak Ada Urgensi untuk Amendemen UUD 1945
Sebab, setiap pimpinan parpol sudah merasakan langsung pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang brutal.
Setiap pimpinan parpol sudah merasakan langsung pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang brutal.
"Saya yakin dan percaya mereka semua merasakan apa yang menjadi kekhawatiran kita hari ini, mereka mengalami pemilu kemarin sangat brutal. Yang sangat mahal, transaksional yang tidak masuk di akal," imbuh Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Sentimen: positif (94.1%)