Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Grup Musik: Naif
Kab/Kota: Senayan
Tokoh Terkait
Rakyat Capek atau "Happy" dengan Gaya Sekarang?
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, ide mengembalikan pemilihan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) harus mempertimbangkan aspirasi publik.
Habiburokhman mengatakan, sebelum mengambil keputusan, harus dilihat terlebih dahulu apakah masyarakat sudah lelah atau senang dengan sistem pemilihan presiden secara langsung yang berlaku saat ini.
"Kita harus perhatikan, ini yang paling penting ya, aspirasi publik. Pendapat masyarakat tuh seperti apa soal pemilihan umum presiden dan wakil presiden ini? Apakah sudah capek dengan gaya pilpres yang sangat melelahkan seperti 3 pemilu terakhir? Atau memang tetap happy masyarakatnya?" ujar Habiburokhman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Habiburokhman menjelaskan, dari sudut pandang politikus, pilpres yang dipilih langsung oleh rakyat tentu sangat melelahkan.
Baca juga: Putar Balik Amien Rais: Dari Usulkan Pilpres Langsung, Kini Dukung Dikembalikan ke MPR
Hanya saja, ia menekankan bahwa politikus tidak boleh membuat keputusan hanya berdasarkan kepentingan dan situasi mereka semata.
"Harus melihat aspirasi publik, aspirasi masyarakat seperti apa. Apakah nanti mereka merasa haknya diambil kan. Kan tidak bisa juga kita sewenang-wenang seperti itu," tuturnya.
Sementara itu, Habiburokhman menilai pembahasan mengenai pengembalian pilpres ke tangan MPR masih jauh.
Pasalnya, wacana tersebut akan mengembalikan demokrasi Indonesia seperti di era Orde Baru yang menurutnya ekstrem sehingga perlu solusi jalan tengah.
"Ini kan pemilu dari dipilih MPR ke DPR itu kan proses yang sangat-sangat panjang, dan itu peristiwa politik yang amat besar, yaitu Reformasi 98. Apakah kita kembali lagi ke MPR?" kata Habiburokhman.
Baca juga: Bamsoet: MPR Sudah Siapkan Karpet Merah untuk Amendemen UUD 1945
"Artinya kita extreme to extreme to extream lagi kan. Apakah ada solusi yang lain? Tidak murni seperti 98 ke belakang ya kan. Di zaman Orde Baru tidak murni seperti itu, tapi ada semacam jalan tengahnya," imbuh dia.
Sebelumnya, mantan Ketua MPR Amien Rais mengaku setuju jika sistem pemilihan presiden dikembalikan ke MPR seperti sebelum era Reformasi.
Hal itu ia sampaikan usai bersilaturahim dengan pimpinan MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Amien mengaku naif ketika dulu mengubah sistem pemilihan presiden dari tidak langsung menjadi langsung, dengan harapan dapat menekan terjadinya politik uang.
Baca juga: Sebut Semua Partai Setuju Amendemen UUD 1945, Bamsoet Dilaporkan ke MKD DPR
"Jadi mengapa dulu saya selaku ketua MPR itu, melucuti kekuasaannya sebagai lembaga tertinggi yang memilih presiden, dan wakil presiden, itu karena penghitungan kami dulu perhitungannya agak naif," kata Amien, Rabu kemarin.
"Sekarang saya minta maaf. Jadi dulu, itu kita mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih, mana mungkin? Perlu puluhan mungkin ratusan triliun. Ternyata mungkin. Nah itu," kata dia.
Pendiri Partai Amanat Nasional itu pun sepakat bila UUD 1945 kembali diamendemen untuk mengubah aturan pemilihan presiden.
"Itu (politik menyogok) luar biasa. Jadi sekarang kalau mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak?" jelas Ketua Majelis Syuro Partai Ummat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Sentimen: positif (100%)