Sentimen
Positif (99%)
23 Okt 2004 : 17.57
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru, Rezim Orde Lama

Grup Musik: Naif

Kab/Kota: Senayan

La Nyalla Apresiasi Amien Rais yang Menyesal Ubah Pemilu Jadi Langsung

23 Okt 2004 : 17.57 Views 5

Rilis.id Rilis.id Jenis Media: Nasional

La Nyalla Apresiasi Amien Rais yang Menyesal Ubah Pemilu Jadi Langsung

RILISID, Jakarta — Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mengapresiasi mantan Ketua MPR Amien Rais yang mengaku menyesal telah melakukan amandemen konstitusi. Menurutnya, Amien Rais telah menyampaikan secara jujur bahwa amandemen yang dilakukan MPR pada 1999-2002 telah kebablasan.

“Saya apresiasi Pak Amien Rais yang dengan jujur mengakui bahwa amandemen konstitusi pada tahun 1999-2002 telah kebablasan, sehingga Indonesia seperti tercerabut dari akar budayanya sendiri. Menjadi bangsa lain. Karena meninggalkan rumusan para pendiri bangsa,” kata La Nyalla dalam keterangan resminya, Kamis (6/6/2024).

La Nyalla menilai, pernyataan Amien Rais ini bisa dijadikan momentum untuk mempercepat terwujudnya visi Presiden RI terpilih Prabowo Subianto, untuk kembali ke Pancasila.

Senator asal Jawa Timur itu bersyukur telah timbul kesadaran atas gagasan yang selama ini digaungkan, bahkan menjadi keputusan lembaga di DPD RI agar bangsa ini kembali menjalankan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa, yang kemudian disempurnakan dan diperkuat, agar tidak mengulang penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru.

"Saya kira, pernyataan Pak Amien Rais yang menyesalkan terjadinya amandemen konstitusi yang kebablasan itu, harus dijadikan momentum untuk mempercepat terwujudnya visi presiden terpilih, Pak Prabowo untuk kembali ke Pancasila,” ucap La Nyalla.

Sebagai salah satu tokoh yang terus menyuarakan itu, La Nyalla menegaskan mendukung penuh visi Prabowo untuk kembali kepada Pancasila. Sebab, selain sebagai norma hukum tertinggi, Pancasila juga harus menjadi identitas konstitusi dan bernegara.

“Saya juga sudah berulangkali menyampaikan, bahwa kembali menjalankan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa itu bukan berarti kembali ke Orde Baru. Karena baik Orde Lama maupun Orde Baru belum secara murni menjalankan rumusan para pendiri bangsa. Oleh karena itu, DPD RI mengusulkan setelah kita kembali ke UUD 1945 naskah asli, kita harus lakukan Amandemen dengan teknik addendum,” ujarnya.

Dijelaskan La Nyalla, Amerika melakukan Amandemen 27 kali dengan addendum. Begitu juga India, 104 kali dengan addendum. Sehingga tidak mengganti sistem bernegaranya.

Sedangkan Indonesia, lanjut La Nyalla, amandemen di tahun 1999-2002 dilakukan dengan mengganti 95 persen lebih isi pasal-pasal, dan menghapus bab penjelasan. Sehingga sistem bernegara berganti. Dan tidak lagi derivatif dengan naskah pembukaan konstitusi.

Lebih runyam lagi amandemen saat itu tanpa disertai naskah akademik. Bukti ini bisa dilihat dari kesimpulan yang disampaikan komisi konstitusi bentukan MPR sendiri, maupun pernyataan beberapa anggota MPR saat itu.

“Jadi intinya tetap perlu dilakukan amandemen, tapi dengan addendum, setelah kita kembali ke UUD 1945 naskah asli, karena memang konstitusi asli tersebut masih harus disempurnakan. Tentu selain dengan mengadopsi semangat reformasi, juga harus dilakukan penguatan peran kedaulatan rakyat yang hakiki. Itulah yang diusulkan dalam Lima Proposal Kenegaraan yang dibuat DPD RI, menyusul keputusan Sidang Paripurna DPD RI 14 Juli 2023,” tambahnya.

Karena, sambung La Nyalla, dengan kembali ke sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa, maka sistem perekonomian juga akan lebih berkeadilan. Sehingga kemakmuran bisa lebih cepat diwujudkan. Karena hambatan kemakmuran adalah ketidakadilan.

“Teorinya sudah jelas, tanpa keadilan, kemakmuran rakyat adalah angan-angan. Jadi keadilan sosial adalah inti dari tujuan negara,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua MPR periode 1999-2004 Amien Rais meminta maaf karena pernah melakukan amandemen UUD 1945 untuk mengubah sistem pemilihan presiden dari sebelumnya oleh MPR menjadi dipilih oleh rakyat. Amien mengaku saat itu dirinya terlalu naif karena melihat politik uang tidak akan terjadi jika rakyat memilih langsung presidennya.

"Jadi mengapa dulu saya selaku ketua MPR itu, melucuti kekuasaannya sebagai lembaga tertinggi yang memilih presiden, dan wakil presiden, itu karena penghitungan kami dulu perhitungannya agak naif. Sekarang saya minta maaf," kata Amien Rais di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. (*)

Sentimen: positif (99.9%)