FAJAR.CO.ID, JAKARTA- Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi, mengungkapkan bahwa uang perjalanan pegawai dipotong sekitar 10 hingga 50 persen untuk mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Hal ini diungkapkan Dedi saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, dikutip dari ANTARA.

"Jadi intinya, setiap ada kegiatan di Badan SDM, pasti kan ada perjalanannya. Nah, perjalan-nya itu dipotong sekitar 10–50 persen," kata Dedi.

Dia menjelaskan bahwa meskipun uang perjalanan tersebut tidak fiktif karena kegiatannya memang ada, uang yang dikumpulkan kemudian disetorkan kepada biro umum.

"Tidak selalu (disetor ke) kepala biro (umum), tetapi stafnya. Jadi, biasanya laporan dari 'sesba' (sekretaris badan) saya, kalau uang-nya sudah ada, biasanya ditelepon ke kepala biro, kemudian ada petugas dari biro umum yang jemput," tuturnya.

Penyetoran uang yang disebut dengan istilah "sharing" tersebut tercatat dalam bentuk kuitansi dan terjadi berulang-ulang mulai dari tahun 2020 hingga 2023.

Di samping itu, Dedi juga mengatakan bahwa jajaran eselon I Kementan dikumpulkan oleh mantan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono. Di sana, Kasdi menyampaikan bahwa ada keperluan SYL yang mesti dibantu lewat dana sharing.

"Jadi biasanya kalau Pak Kasdi itu menyampaikan bahwa ada kegiatan-kegiatan Pak Menteri yang harus kita bantu dalam bentuk sharing," ucap Dedi.

"Begitu ya? Itu jelas disampaikan sendiri oleh sekjen?" tanya Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh memastikan.

"Iya, jelas. Dan saat itu bukan saya sendiri, dengan teman yang lain juga ada," jawab Dedi.

Dalam perkara ini, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.

Pemerasan itu dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa dalam perkara tersebut.

Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*)