Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Institusi: UGM
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Putusan MA 'di Luar Nalar', Logikanya Melenceng dari Jalur Demi Kaesang Anak Jokowi
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti mengkritik penalaran hukum dalam putusan Mahkaham Agung (MA) yang menurutnya tidak wajar. Dia menjelaskan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berfokus menjalankan tugasnya dalam pelaksanaan pemilu, yaitu dari proses pendaftaran hingga penetapan paslon.
Badan penyelenggara Pemilu itu tidak mengambil peran dalam proses pelantikan calon kepala daerah.
“(Oleh karena itu) PKPU tidak berpikir ke depan sampai proses pelantikan. Jadi tidak wajar penalaran hukumnya (putusan MA),” kata Bivitri Susanti.
Selain itu, dalam pertimbangan hukum putusan MA halaman 58 disebutkan bahwa dalam sistem tata negara yang diatur di dalam UUD 1945 peraturan pokok yang perlu dipertimbangkan adalah penentuan badan dan alat kelengkapan negara termasuk para pejabat yang mendudukinya.
Menurut Bivitri Susanti, MA secara konstitusional bertugas untuk menguji peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Sedangkan, untuk menguji UU terhadap UUD adalah tugas Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jadi dengan MA mengacu ke UUD 1945 ini sudah keluar dari tugas konstitusional yang harusnya dilakukan MA,” ucapnya.
Polemik Putusan MAKemudian, pada halaman 59 putusan MA itu disebutkan bahwa membatasi sejak pendaftaran hanya akan menggambarkan pelaksanaan UU 10 Tahun 2016 (tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota) dari sisi termohon selaku penyelanggara pemilihan dan tidak mengambarkan original intent (penafsiran tekstual) UU 10 Tahun 2016 untuk mengakomodasi anak muda.
“Mereka menyimpulkan itu dari mana? Apakah dengan meletakan 30 dan 25 (tahun) maka bisa dibaca sebagai original intent untuk anak muda?” ujar Bivitri Susanti.
“Dan kritik logika berikutnya, kalau persoalan di anak muda atau tidak muda, apakah dengan memberikan pembedaan antara sejak penetapan paslon ke pelantikan, perbedaannya signifikan? Sehingga membuat seseorang dari yang dikategorikan anak muda menjadi tidak anak muda lagi? Karena dalam kasus sekarang saja bedanya itu kurang lebih tiga bulan,” tuturnya menambahkan.
Senada, Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar melihat bahwa putusan MA itu membuka ruang bagi calon yang belum genap berusia 30 maupun 25 tahun untuk mendaftar saat pendaftaran pilkada dibuka pada 27 Agustus 2024. Akibatnya, akan berpotensi menimbulkan masalah baru dan ketidakpastian hukum.
“Bukannya dengan menafsirkan itu kepada saat pendaftaran itu memastikan tidak ada pelanggaran, kan clear itu,” ucapnya.
Gerindra: Putusan MA Sudah Sangat TepatTerkait dengan tudingan tersebut, Wakil Ketua Umum Gerindra, Habiburokhman mengatakan bahwa secara substansi putusan MA tentang syarat batas usia sudah sangat tepat. Gerindra disebut-sebut berpotensi mendukung Kaesang Pangarep dalam Pilkada 2024.
“Karena memang batas usia pejabat dihitung pada saat dia menjabat. Hak dan kewajiban sebagai pejabat baru timbul setelah adanya jabatan," ujarnya.
"Ini kan masalah hukum yang sederhana dan mudah dipahami. Lagi pula UU Pilkada tidak membatasi penghitungan usia mengacu pada pencalonan,” tutur Habiburokhman menambahkan.
Dia pun melihat bahwa pandangan masyarakat tentu beragam menyikapi putusan MA itu.
“Ada yang mendukung dan ada pula yang menuding, itu hal yang biasa dan merupakan bagian dari demokrasi. Kita persilahkan rakyat yang akan menilai," kata Habiburokhman.
"Secara formal putusan MA sebagai lembaga peradilan harus kita hormati. Negara kita adalah negara hukum, makanya kita harus selalu taat hukum,” ucapnya menambahkan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.***
Sentimen: positif (78%)