Bara dalam sekam hubungan Polri-Kejagung
Alinea.id Jenis Media: News
Namun demikian, Bambang menyayangkan tak ada penjelasan lebih jauh dari Polri mengenai aksi Iqbal. Apalagi, sebagai personel Densus 88, Iqbal seharusnya tak berkepentingan memata-matai pejabat Kejagung. "Isu ini akan membuat asumsi publik semakin liar terhadap Polri," kata dia.
Pada Pada Pasal 23 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Perpres nomor 52 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri, ditegaskan bahwa tugas Densus 88 berkaitan dengan penanggulangan terorisme. Artinya, personel Densus 88 semestinya tak dikerahkan untuk mengurusi hal-hal yang tidak berkaitan dengan tindak pidana terorisme.
Bambang mengatakan friksi antara Kejagung dan Polri tak akan selesai hanya karena Jaksa Agung dan Kapolri bersalam-salaman di depan publik. Ia menyebut ada bara dalam sekam yang potensial menghanguskan hubungan kedua institusi penegak hukum itu. “Artinya, para elit sedang menimbun masalah,” imbuh dia.
Aksi spionase personel Densus 88 kepada Jampidsus, kata Bambang, kian mengindikasikan kesewenang-wenangan Polri. “Pola-pola seperti itu tentu bisa diidentifikasi sebagai bentuk fasisme yang jauh dari praktek demokrasi, apalagi Pancasila,” ujarnya.
Pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta mengakui bahwa nasib penguntit Jampidsus sepenuhnya di tangan Polri. Karena tak ada penjelasan terang-benderang dari Kejagung dan Polri, ia sepakat misteri penguntitan Jampidsus bakal terus memicu polemik.
"Tentu publik melihat bahwa kejadian tersebut belum clear karena akan sulit diterima logika umum bahwa kejadian penguntitan tersebut dianggap bukan suatu masalah," tutur Stanislaus kepada Alinea.id.
Bebasnya Iqbal dari segala macam sanksi, menurut Stanislaus, menunjukan bahwa orang yang memerintahkan penguntitan terhadap Jampidsus punya pengaruh kuat di tubuh Polri. “Penjelasan tersebut yang akan membangun konstruksi kesimpulan bahwa itu memang sebuah tugas,” kata dia.
Sentimen: negatif (88.6%)