Sentimen
Positif (88%)
3 Jun 2024 : 11.37
Informasi Tambahan

Kasus: HAM, korupsi

Tokoh Terkait

DPR dan Pemerintah Diminta Setop Bahas RUU Polri, Lebih Baik Prioritaskan RUU KUHAP

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

3 Jun 2024 : 11.37
DPR dan Pemerintah Diminta Setop Bahas RUU Polri, Lebih Baik Prioritaskan RUU KUHAP

PIKIRAN RAKYAT - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Polri. Sebelumnya, di dalam Rapat Paripurna, DPR resmi mengesahkan RUU perubahan ketiga atas Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2002 tentang Polri sebagai usul inisiatif DPR.

“Menolak Keras Revisi UU Polri berdasarkan inisiatif DPR,” kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur, kepada wartawan pada Minggu, 2 Juni 2024.

Dengan penolakan tersebut, Isnur meminta DPR maupun Pemerintah untuk segera menghentikan pembahasan tentang Revisi UU Polri pada masa legislasi ini. Selain itu, kata dia, Koalisi Masyarakat Sipil juga menuntut DPR dan Presiden untuk tidak menyusun UU secara serampangan hanya untuk kepentingan politik kelompok dan mengabaikan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan yang semestinya sejalan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum.

“Pembentukan UU baru semestinya memperkuat cita-cita reformasi untuk penguatan sistem demokrasi, negara hukum dan hak asasi manusia dalam rangka melindungi warga negara bukan justru sebaliknya mengancam demokrasi dan hak asasi manusia,” ujar Isnur.

Prioritaskan RUU KUHAP

Ketimbang melanjutkan pembahasan Revisi UU Polri, Isnur meminta DPR untuk memprioritaskan pekerjaan rumah legislasi lain yang lebih mendesak seperti Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), RUU Perampasan Aset, RUU Penyadapan, RUU Masyarakat Adat, dan lainnya.

Pada kesempatan yang sama, Isnur menyoroti Pasal 14 ayat 1b yang menyebut polri bakal berwenang mengawasi dan membina teknis Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan penyidik lain yang ditetapkan undang-undang. Atas kewenangan tersebut, Polri akan menjadi institusi super body karena penyidik di penegak hukum lain seperti di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) harus terlebih dulu berkoordinasi dengan penyidik di Polri sebelum menuntut suatu perkara.

“Karena berarti Jaksa Agung sebagai penyidik di UU HAM berat, KPK sebagai penyidik UU korupsi harus berkoordinasi, dibina, diiawasi oleh penyidik kepolisian,” ujar Isnur.

Dapat dibayangkan apabila RUU Polri disahkan menjadi undang-undang, nantinya penyidik KPK dan Kejaksaan Agung bakal dibina, diawasi, dan harus berkoordinasi dengan Polri. Menurut Isnur, ketentuan yang tertuang di dalam Pasal 14 ayat 1b menggambarkan adanya ketidakselarasan di dalam pembentukan undang-undang oleh Badan Legislasi (Baleg).

“Berikutnya di pasal 16 ayat 1 bukan hanya dalam hak penanganan penyidikan tapi dalam rekrutmen. Jadi ketua KPK mau melakukan rekrutmen penyidik, jaksa agung mau rekrutmen penyidik korupsi, KLHK mau melakukan rekrutmen penyidik lingkungan hidup, maka harus ada rekomendasi dari kepolisian,” ucap Isnur.***

Sentimen: positif (88.9%)