Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Surabaya, Malang
Kasus: mayat, pembunuhan
Tokoh Terkait
Nyonya Astini Penghilang Tiga Nyawa, Berutang dan Habisi Tetangganya
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Astini Sumiasih merupakan salah satu nama yang pernah menyita perhatian publik. Nyonya Astini, demikian nama bekennya, perempuan yang sudah menghilangkan nyawa dan memutilasi tiga korbannya.
Kasus Nyonya Astini terbongkar kala warga Kampung Malang Utara, Surabaya, Jawa Timur, digegerkan dengan potongan kepala yang terbungkus plastik pada 6 Februari 1996 di Sungai Wonorejo, lalu dilaporkan ke Polsek Tegalsari. Kabar menggemparkan itu sampai ke Agus Purwanto yang sudah dua hari kehilangan kakaknya, Puji Astuti, warga Kampung Malang.
Potongan kepala itu dibawa ke kamar jenazah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Agus lantas bertolal ke rumah sakit tersebut, mengidentifikasi potongan kepala yang ditemukan pada 6 Februari 1996 itu. Dia pun lantas mengenali bahwa potongan kepala itu merupakan kakaknya.
Upaya polisi pecahkan kasus temuan potongan kepala di Sungai Wonorejo
Ilustrasi pembunuhan.
Pihak kepolisian lantas bergerak cepat berupaya memecahkan kasus temuan potongan kepala di Sungai Wonorejo itu dengan memanggil warga untuk diintai keterangan. Salah seorang warga yang memberi kesaksian bilang, sebelum Puji dikabarkan menghilang oleh keluarganya, melihatnya ke rumah Astini pada sore hari, sekira pukul 16.00 WIB.
Nyonya Astini lantas diamankan polisi. Mulanya dia mengelak sudah menghilangkan nyawa Puji, tetapi setelah diinterogasi dengan sejumlah pertanyaan, akhirnya mengaku sudah menghilangkan nyawa Puji lantaran jengkel dimaki dan dihina saat Puji menagih utang Rp20.000.
Bukan kali pertama Puji menagih utang kepada Astini. Namun, Astini selalu saja bilang tak punya uang. Sudah berulang kali Astini menyampaikan tak punya uang untuk membayar utang kepada Puji. Bahkan, untuk makan sehari-hari pun tidak punya.
Walakin, alasan kesekian kalinya Astini bikin Puji marah dan memaki hingga kata-kata kasar keluar dari mulutnya. Astini lantas mengajak Puji masuk ke rumahnya, berpura-pura mengambil uang. Namun, bukan uang yang diambilnya, si Nyonya ternyata mengambil besi panjang.
Kala itu, Puji dalam keadaan lengah. Astini menghantamnya dengan besi itu, sampai terkapar tak berdaya. Kepalannya nyaris hancur, darah mengalir. Kekejamannya tak berhenti begitu saja. Jasad Puji lantas dipotong-potong, dimasukkan ke sepuluh kantong plastik. Plastik-plastik itu dibuang dengan disebar ke beberapa tempat sampah dan sungai di wilayah kota berjuluk Kota Pahlawan itu.
Puji bukan satu-satunya korban Nyonya Astini
Ilustrasi pembunuhan.
Aksi keji Astini ternyata bukan satu-satunya. Kepada kepolisian, dia mengaku sudah melakukan hal serupa kepada dua tetangganya yang lain. Astini menghilangkan nyawa Rahayu alias Ibu Syukur dan Sri Astutik.
Rahayu dan Sri Astutik dihilangkan nyawanya lantaran Astuti sakit hati ditagih utang dan dimaki-maki. Dilaporkan Detik, pada 1992, Nyonya Astini meminjam uang Rp550.000 kepada Sri Astutik dan Rp1.200.000 pada 1993 pada Rahayu. Pada 17 Oktober 1996, Astini divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dia mendekam di Lapas Wanita Sukun, Malang.
Dia yang didampingi sejumlah pengacara mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur. Namun, pada Januari 1997, majelis hakim PT Jawa Timur memutuskan menguatkan keputusan PN Surabaya. Upaya kembali dilakukan, dia mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, MA tetap menjatuhkan hukuman mati pada Juni 1997. Kendati sempat mengajukan penunjauan kembali ke MA, tetapi hasilnya sama.
Astini begitu gigih. Bandingnya ditolak tak menyurutkan upayanya untuk mendapat hukuman yang ringan. Dia lantas mengajukan grasi kepada Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun, upayanya itu juga ditolak pada 9 Juni 2004.
Astini dieksekusi mati
Ilustrasi peluru tajam senjata api.
Setelah mendekam di Lapas Wanita Sukun, dia dipindahkan ke Rutan Medaeng, tepat lima hari sebelum dieksekusi mati, 15—19 Maret 2005. Dia sempat dijenguk suaminya, Supilin, dan beberapa anaknya. Astini pun menanti ajalnya tiba di tangan 12 personel regu tembak Brigade Mobil Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Enam peluru menghunjam jantung Nyonya Astini, Ahad, 20 Maret 2005. Jasadnya lantas di bawa kr RSUD Dr. Soetomo Surabaya untuk diautopsi. Keluarga Puji Astutik pun puas dengan hukuman mati itu.
"Saya sudah senang, saya sudah puas," begitu kata Suharti, ibu Puji Astutik, seperti dilaporkan Liputan 6.
Selain Suharti, ketiga adik Puji, yakni Yulianto, Lilik, dan Agus Purwanto berteriak, memecah hening di kamar mayat RSUD Dr. Soetomo. "Astini telah mati, kami puas... Utang nyawa dibayar nyawa. Terima kasih bapak polisi!" begitu teriakan ketiga adik Puji itu, seperti dilaporkan Tempo.
Jenazah Astini dikebumikan di Wonokusumo Kidul, Surabaya. Sesuai dengan permintaan keluarga, jenazah Astini diurus pemakamannya oleh pemerintah.***
Sentimen: negatif (100%)