Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
Kasus Ghufron dengan Dewas, 3 Pimpinan KPK Diminta Turun Tangan
Medcom.id Jenis Media: News
Jakarta: Tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, dan Johanis Tanak diminta turun tangan soal konflik rekan kerjanya Nurul Ghufron dengan Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Antirasuah. Masalah itu dinilai sudah meruncing menjadi antarinstansi. “Itulah sebabnya, maka, seharusnya pimpinan KPK yang lain jangan berlepas tangan terhadap apa yang dilakukan oleh Nurul Ghufron. Seharusnya mereka ikut bertanggung jawab, karena ini permasalahan yang terjadi adalah permasalahan yang meruncing ke konflik antara Dewas dengan pimpinan KPK,” kata mantan Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap kepada Medcom.id, Minggu, 26 Mei 2024. Yudi mengatakan permintaannya itu dikarenakan konflik Ghufron dengan Dewas KPK dinilai sudah merusak kepercayaan publik. Sehingga, kata dia, pimpinan lainnya tidak boleh diam saja. “Dan tentu saja ini tentu akan merugikan kinerja KPK, kemudian makin merusak, menurunnya kepercayaan publik kepada KPK, sehingga yang disorot adalah kontroversi-kontroversi yang terjadi di KPK dibandingkan dengan prestasi memberantas korupsi,” ujar Yudi. Sikap tegas dari pimpinan KPK lainnya diharap dilakukan dengan cepat. Sebab, kata Yudi, reputasi Lembaga Antirasuah itu yang dipertaruhkan saat ini. Sebelumnya, laporan Nurul Ghufron ke Bareskrim Polri membuat problematika di Lembaga Antirasuah bertambah. Setidaknya, perbincangan hangat lainnya soal eks akademisi itu berupa sidang etik, gugatan di PTUN Jakarta, dan Mahkamah Agung (MA). Menanggapi itu, Ghufron menolak dicap sebagai pimpinan paling problematik di KPK. Menurutnya, sikapnya masih legal dilakukan di Indonesia. “Memanfaatkan, menggunakan, dan kemudian juga ya, melakukan advokasi, atau upaya hukum atas masalah-masalah saya itu adalah hal yang legal dalam negara hukum,” tegas Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 20 Mei 2024. Ghufron mengeklaim sikapnya merupakan pembelajaran bagi masyarakat. Sebab, lanjutnya, Dewas KPK memaksanya menjalankan sidang etik saat laporan sudah kedaluwarsa. “Materi peristiwa yang diduga melanggar etik kepada saya, itu peristiwa tanggal 15 Maret (2022), terbukti di saksi-saksi saat ini, 15 Maret 2022. Pasal 23 (Perdewas KPK) menyatakan bahwa kedaluwarsanya satu tahun, tapi masih diproses ini,” tegas Ghufron.
Jakarta: Tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, dan Johanis Tanak diminta turun tangan soal konflik rekan kerjanya Nurul Ghufron dengan Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Antirasuah. Masalah itu dinilai sudah meruncing menjadi antarinstansi.“Itulah sebabnya, maka, seharusnya pimpinan KPK yang lain jangan berlepas tangan terhadap apa yang dilakukan oleh Nurul Ghufron. Seharusnya mereka ikut bertanggung jawab, karena ini permasalahan yang terjadi adalah permasalahan yang meruncing ke konflik antara Dewas dengan pimpinan KPK,” kata mantan Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap kepada Medcom.id, Minggu, 26 Mei 2024.
Yudi mengatakan permintaannya itu dikarenakan konflik Ghufron dengan Dewas KPK dinilai sudah merusak kepercayaan publik. Sehingga, kata dia, pimpinan lainnya tidak boleh diam saja.
“Dan tentu saja ini tentu akan merugikan kinerja KPK, kemudian makin merusak, menurunnya kepercayaan publik kepada KPK, sehingga yang disorot adalah kontroversi-kontroversi yang terjadi di KPK dibandingkan dengan prestasi memberantas korupsi,” ujar Yudi.
Sikap tegas dari pimpinan KPK lainnya diharap dilakukan dengan cepat. Sebab, kata Yudi, reputasi Lembaga Antirasuah itu yang dipertaruhkan saat ini.
Sebelumnya, laporan Nurul Ghufron ke Bareskrim Polri membuat problematika di Lembaga Antirasuah bertambah. Setidaknya, perbincangan hangat lainnya soal eks akademisi itu berupa sidang etik, gugatan di PTUN Jakarta, dan Mahkamah Agung (MA).
Menanggapi itu, Ghufron menolak dicap sebagai pimpinan paling problematik di KPK. Menurutnya, sikapnya masih legal dilakukan di Indonesia.
“Memanfaatkan, menggunakan, dan kemudian juga ya, melakukan advokasi, atau upaya hukum atas masalah-masalah saya itu adalah hal yang legal dalam negara hukum,” tegas Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 20 Mei 2024.
Ghufron mengeklaim sikapnya merupakan pembelajaran bagi masyarakat. Sebab, lanjutnya, Dewas KPK memaksanya menjalankan sidang etik saat laporan sudah kedaluwarsa.
“Materi peristiwa yang diduga melanggar etik kepada saya, itu peristiwa tanggal 15 Maret (2022), terbukti di saksi-saksi saat ini, 15 Maret 2022. Pasal 23 (Perdewas KPK) menyatakan bahwa kedaluwarsanya satu tahun, tapi masih diproses ini,” tegas Ghufron.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(AGA)
Sentimen: negatif (88.8%)