Sentimen
Kata Demokrat soal Yusril Diusulkan Pj Ketum PBB Jadi Menko Polhukam
Detik.com Jenis Media: Metropolitan
Pj Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Fahri Bachmid mengusulkan Yusril Ihza Mahendra menjadi Menko Polhukam di kabinet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming mendatang. Partai Demokrat menegaskan penunjukan menteri menjadi hak prerogatif Prabowo sebagai presiden terpilih.
Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani awalnya mengatakan pihaknya menghormati setiap aspirasi dari partai koalisi Prabowo. Kendati begitu, Kamhar menegaskan bahwa Prabowo berhak mengatur porsi maupun komposisi kabinet.
"Kami menghormati aspirasi dari setiap partai politik yang tergabung di Koalisi Indonesia Maju terkait dengan usulan posisi di kabinet pada pemerintahan mendatang. Termasuk aspirasi PBB," kata Kamhar kepada wartawan, Kamis (23/5/2024).
"Namun meski pun demikian, terkait siapa-siapa saja, berapa porsi dari tiap-tiap partai politik, dan menduduki pos apa saja pada komposisi kabinet mendatang, diserahkan sepenuhnya kepada Pak Prabowo," sambungnya.
Kamhar menyatakan Partai Demokrat menyerahkan penunjukan menteri kepada Prabowo. Prinsipnya, partainya akan menaati asas yang berlaku.
"Ini menjadi hak prerogatif Presiden. Kami taat asas," tegasnya.
Sebelumnya, Fahri Bachmid menjelaskan alasan mengusulkan Yusril menjadi Menko Polhukam di kabinet Prabowo. Fahri melihat jabatan tersebut sesuai dengan kapasitas dan keilmuan Yusril.
"Ya, jadi kan sampai saat ini kan belum tahu dia jabatannya di mana. Tapi kalau andaikan ditanya tentang idealnya beliau, posisi-posisi kementerian itu mungkin lebih tepat sesuai dengan kapasitas dan keilmuannya, itu di Menko Polhukam. Mungkin tempatnya di situ. Karena lebih luas, lebih kepada aspek kebijakan yang jauh lebih holistik, kira-kira beliau bisa pikirkan tentang bagaimana bangun sistem dan sebagainya," kata Fahri kepada wartawan di kediamannya, Kamis (23/5/2024).
Fahri menilai Yusril harus mendapatkan jabatan yang lebih tinggi dari Jaksa Agung. Menurutnya, itu juga sejalan dengan keinginan Yusril untuk membangun sistem.
"Ya kalau Pak Yusril kan harus jabatan yang lebih besar kan. Karena yang beliau pikirkan selama ini kan bagaimana membangun sistem. Kalau menjadi Jaksa Agung kan tidak bangun sistem. Itu eksekutor," ucapnya.
Selain itu, Fahri menyebut Yusril juga terhalang aturan MK terkait Jaksa Agung harus terbebas dari partai politik selama 5 tahun. Menurutnya, itu yang juga menjadi kendala.
"Jadi memang sangat kelihatannya tidak terlalu cocok kalau Pak Yusril jadi Jaksa Agung. Dari segi perundang-undangannya tidak mendukung, ada batasan yang memang sudah diputuskan oleh MK. Dari aspek kapasitas Pak Yusril itu harus lebih kepada bagaimana membangun sistem tata negara. Yang paling cocok untuk nahkodai itu kan ada di menko. Supaya lebih holistik. Kira-kira gitu konsep pikirnya yang bisa tereksekusi menjadi kebijakan negara dan terdukung oleh perubahan-perubahan regulasi. Itu Prof Yusril cocoknya yang kayak gitu. Karena beliau sosok besar," jelasnya.
Meski demikian, Fahri membantah Yusril mundur demi mengejar jabatan Menko Polhukam. Menurutnya, Yusril mundur atas keinginan pribadi.
(taa/dhn)Sentimen: positif (99.9%)