Sentimen
Netral (84%)
23 Mei 2024 : 16.16
Informasi Tambahan

Grup Musik: BTS

Institusi: UNAIR

Istana Puja-puji Starlink, Henri Subiakto: Mereka Lebih Dahulukan Perusahaan Asing daripada Milik Sendiri

23 Mei 2024 : 23.16 Views 1

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Istana Puja-puji Starlink, Henri Subiakto: Mereka Lebih Dahulukan Perusahaan Asing daripada Milik Sendiri

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Sikap Istana yang memberi karpet merah dan puja-puji layanan Starlink milik Elon Musk jadi sorotan berbagai pihak. Sejumlah menteri pun jadi sasaran usai foto mereka duduk di belakang Elon Musk tersebar luas.

Salah satu yang mengkritik hal itu adalah Guru Besar Unair, Henri Subiakto, melalui akun pribadinya di X, @henrysubiakto.

"Persoalan utama kasus Starlink ini adalah, kita bangsa Indonesia punya UUD 45 pasal 33 yang berbunyi “Bumi Air dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh negara," katanya dikutip Rabu (22/5/2024).

Kekayaan yang ada di dalam bumi, yang ada di ruang udara harusnya ada dalam kontrol negara, kenapa sekarang diizinkan dikelola Asing? Apa UUD 45 mmg sudah diabaikan?

Padahal, lanjut Henri Subiakto, pemerintah Indonesia sudah punya Satelit sendiri beli dan sudah dipasang tahun 2023 namanya Satelit Republik Indonesia (Satria 1) dan akan menyusul Satria 2 yang penggunaannya masih sekitar 15% dari kapasitas.

"Bahkan kita juga sudah bangun jaringan fiber optik palapa Ring yang panjangnya ribuan kilometer yang dikenal dengan Tol Langit, apa pada tidak ingat tol langit?" ujar Henri.

Lalu punya puluhan ribu BTS, semua itu sudah dibeli dan dibangun tapi belum difungsikan secara optimal. Tiba-tiba datang Elon Musk diberi karpet Merah oleh pak Luhut dan Kemenkes. "Mereka lebih dahulukan perusahaan Asing daripada milik sendiri yang sudah direncanakan dan disiapkan sejak sepuluh tahun lalu," kritiknya.

Kalau kurang optimal, lanjut Henri, seharusnya ini dibenahi. Jangan lalu diberikan ke perusahaan asing yang jelas-jelas tidak sesuai dengan kedaulatan dan keamanan digital. Ini jelas menunjukkan inkonsistensi kebijakan dan lemahnya sinergi antar kementerian. Tampak ada kebijakan top down yang memotong keberlanjutan kebijakan digitalisasi nasional.

Satelit Starlink yang jumlahnya banyak mmg berada di atas 450 km sampai 1200 km dari muka bumi memang dikatakan sudah di luar kewenangan udara nasional.

"Tapi saat satelit ini melayani pelanggan di bumi Indonesia bukanlah berarti juga menggunakan ruang udara negeri kita untuk berlabuh ke permukaan bumi. Kenapa Satelit asing didahulukan menggunakan itu dari pada milik negeri atau bangsa sendiri yang sudah kita miliki? Ayo dijawab silahkan," tutup Henri Subiakto. (sam/fajar)

Sentimen: netral (84.2%)