Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Grup Musik: APRIL
Institusi: Universitas Indonesia, Universitas Trisakti
Kab/Kota: bandung, Gunung, Depok, Yogyakarta
Kasus: KKN, nepotisme, korupsi
Tokoh Terkait
Reformasi 98: Soeharto Mundur usai 30 Tahun Berkuasa, Orde Baru Jatuh
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - 21 Mei 1998 merupakan sejarah Indonesia yang tak akan bisa dilupakan, era baru demokrasi. Pada tanggal tersebut, jatuhnya Orde Baru dan dikenal sebagai Reformasi 98. Presiden Soeharto—menjabat sejak 27 Maret 1968—mundur dari jabatannya, wakil presiden B.J. Habibie menggantikan jabatan sakral itu melalui UUD 1985 Pasal 8 yang diatur Soeharto.
Sejak awal, gerakan reformasi menyoal praktik kekuasaan rezim Orde Baru. Banyak yang terlibat dalam jatuhnya Soeharto. Reformasi 98 juga muncul lantaran krisis ekonomi yang menimpa Indonesia akhir 1997.
Mahasiswa dari berbagai universitas, pun sivitas akademika, maupun tokoh turun gunung, menggelar aksi. Selain Universitas Trisakti, Universitas Indonesia (UI) merupakan salah satu kampus yang ikut aksi bersejarah itu.
UI kali pertama menggelar aksi pada 19 Februari 1998 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Kampus UI Depok. Orasi lantang menuntut Orde Baru mundur lantaran dianggap gagal menjalankan amanat rakyat.
Belum sepekan, kini giliran Kampus UI Salemba yang menggelar aksi. Dalam aksinya pada 25 Februari 1998 itu, mahasiswa menutup papan bertuliskan Selamat Datang di Kampus Perjuangan Orde Baru di pertigaan Jalan Salemba—Diponegoro—Matraman. Kain putih dibentangkan menutupi tulisan itu.
Selain di sana, di dekat Masjid Arief Rachman Hakim pun tulisan serupa dihilangkan. Berbeda dengan di pertigaan Jalan Salemba—Diponegoro—Matraman yang ditutup pakai kain putih, di lokasi itu ditimpa cat semprot berwarna hitam. Media massa kala itu menganggap, aksi itu sebagai aksi pertama yang mencetuskan ide reformasi lantaran aksi itu menjadi sorotan media nasional.
Esoknya, aksi kembali digelar di Kampus UI Depok. Kala itu, mahasiswa menutup tugu selamat datang dengan tulisan "Kampus Perjuangan Rakyat". Spanduk kain dibentangkan di depan markas Komando Resimen Mahasiswa UI bertuliskan Turunkan harga. Hapuskan Monopoli, korupsi dan kolusi. Tegakkan kedaulatan rakyat. Tuntut suksesi kepemimpinan nasional. Mahasiswa dan rakyat bersatulah.
Mahasiswa UI bak tak ada habisnya, serangkaian aksi terus digelar, salah satunya rapat akbar. Bahkan, mereka melakukannya sampai Mei 1998. Bukan cuma mahasiswanya saja, akademisi UI juga.
UI sebagai sebuah institusi pendidikan tinggi bahkan melaksanakan audiensi langsung dengan Presiden Soeharto di kediamannya Jalan Cendana, Jakarta Pusat, 16 Mei 1998. Audiensi tersebut dipimpin Prof. Dr. Asman Boedisantoso Ranakusuma didampingi Pembantu Rektor I dr. Usman Chatib Warsa, Ph.D, Pembantu Rektor II Muhammad Nazif, S.E., MBA, Pembantu Rektor III Drs. Umar Mansur, M.Sc, Dekan Fakultas Ekonomi UI Prof. Dr. Anwar Nasution, eks Rektor UI Prof. dr. M.K. Tadjudin, Prof. Miriam Budiardjo, dan Zen Umar Purba, S.H.,L.L.M.
Dalam audiensinya, sivitas akademika UI menyampaikan rangkuman simposium Kepedulian UI Terhadap Tatanan Masa Depan Indonesia yang digelar 30—31 Maret 1998 dan 1 April 1998. Prof. Miriam Budiardjo membacakan pernyataan yang menyatakan, staf pengajar UI menyambut baik kesediaan Soeharto mundur dari jabatannya.
Kerusuhan 12—15 Mei 1998
Sejumlah mahasiswa menari dan bergembira di halaman gedung MPR/DPR RI usai pengumuman pengunduran diri Presiden Soeharto di Jakarta, Kamis, 21 Mei 1998.
Tragedi 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti juga merupakan salah satu aksi lantaran kekecewaan karena krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak akhir 1997. Sama seperti UI, sivitas akademika Trisakti juga berbaur, turun gunung.
Kericuhan terjadi. Tembakan gas air mata diluncurkan. Bahkan, peluru yang ditembakkan penembak jitu kala itu. Ada empat orang dari massa aksi yang menjadi korban, yakni Hendriawan Sie (1977—1998), Heri Hertanto (1977—1998), Elang Mulia Lesmana(1978—1998), dan Hafidin Royan (1976—1998).
Mereka adalah mahasiswa Universitas Trisakti yang ikut aksi bersama mahasiswa dan sivitas akademika. Namun, sebelum empat mahasiswa itu, ada korban yang tewas pada 8 Mei 1998. Adalah seorang mahasiswa Sanata Dharma yang meregang nyawa ketika demonstrasi di Yogyakarta. Mahasiswa tersebut tewas akibat benda tumpul.
Api amarah berkobar sehari setelahnya, terjadi kerusuhan di Jakarta. Suasana genting, bahkan hingga 15 Mei 1998. Namun, bukan cuma di Jakarta, tragedi berdarah juga terjadi di Medan, Sumatra Utara, pada 6 Mei 1998. Sama seperti di kota-kota lainnya, kericuhan meninggalkan luka yang mendalam bagi para korban dan keluarga.
Suasana Jakarta mencekam pada 13—15 Mei 1998 itu. Utang Indonesia menumpuk. Krisis moneter menghantam. Tragedi penjarahan juga mewarnai Reformasi 98, kios-kios dibumihanguskan, etnis Tionghoa mendapat perlakuan yang tak pantas.
Soeharto coba selamatkan kekuasaan
Soeharto (tengah).
Sebelum lengser dari jabatannya, Soeharto sempat berupaya menyelamatkan kekuasaan dengan membentuk kabinet baru. Adalah Kabinet Pembangunan VII, kabinet baru pada 14 Maret 1998. Pada 15 April 1998, Soeharto sempat meminta mahasiswa agar menghentikan aksi, kembali ke kampus.
Melalui Menteri Dalam Negeri dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan, Soeharto bilang, reformasi baru bisa dimulai 2003. Namun, 1 Mei 1998, Soeharto meralat perkataannya itu dan bilang kalau reformasi sudah bisa dilaksanakan.
Tulat, mahasiswa di beberapa kota, yakni Bandung, Medan, dan Yogyakarta menggelar aksi lantaran harga bahan bakar minyak yang kala itu mengalami kenaikan. 5 Mei 1998, mahasiswa juga menggelar aksi besar-besaran di Medan hingga pecahnya kerusuhan di kota tersebut.
18 Mei 1998, sejarah tercipta. Mahasiswa menduduki Gedung DPR-MPR. Gelombang massa bergerak ke gedung tersebut, mereka datang dari berbagai arah, menggunakan pelbagai jenis kendaraan, salah satunya bus. Kubah gedung anggota dewan yang ikonik itu bahkan diduduki massa.
Pendudukan Gedung DPR/MPR itu adalah untuk menuntut Soeharto lengser dari jabatannya. Beberapa kelompok bernegosiasi supaya bisa masuk ke gedung parlemen itu, yang bisa masuk gedung tersebut adalah Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ). Hari itu, sejumlah tokoh berbaur dalam Gerakan Reformasi Nasional, salah satunya Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais.
Pimpinan MPR/DPR Harmoko mendukung tuntutan mahasiswa. Dia bahkan bikin konferensi pers, menyikapi tuntutan reformasi. Kala iut, Harmoko bahkan menegaskan, meminta Soeharto lengser. Aksi demonstrasi semakin besar, semakin banyak mahasiswa dan tokoh yang menuntut Soeharto mundur dari jabatan yang sudah diemban selama 30 tahun itu.
Ada enam tuntutan reformasi, yakni adili Soeharto dan kroninya, menghapus dwifungsi ABRI, hapus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), otonomi daerah seluas-luasnya, amandemen UUD 1945, dan menegakkan supremasi hukum.
Basuki Agus Suparno dalam bukunya bertajuk Reformasi dan Jatuhnya Soeharto (2012) mengungkapkan, sejak awal, gerakan reformasi sudah dimaknai berbeda-beda antara lain mencakup desain negara ideal, slogan klise, ataupun sebagai ekspresi pikiran seseorang. "Ada yang berpendapat bahwa reformasi tidak identik dengan pergantian individu melainkan berkaitan dengan sistem dan terstruktur."
Dari semua itu, menurutnya, masing-masing memberi tekanan pada aspek-aspek tertentu, sebagian sama, tetapi sebagian yang lain saling bertolak belakang. "Seperti yang kita ketahui, reformasi sebagai gerakan politik telah membuat Soeharto mundur dan sukses menempatkan Soeharto sebagai a device that unifies all those who share the same enemy. Namun, banyak pihak yang menyatakannya sebagai gerakan yang gagal membawa perubahan yang lebih baik sebagaimana dijanjikan."***
Sentimen: negatif (99.2%)