Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Parlemen Indonesia Bawa Empat Isu Penting di WWF 2024
Akurat.co Jenis Media: News
AKURAT.CO DPR RI akan mendorong empat isu besar dalam pertemuan World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali yang digelar 18-25 Mei 2024.
"Ada empat hal yang akan didorong oleh parlemen Indonesia melalui BKSAP DPR RI. Pertama, mendorong pembahasan isu air dan sanitasi dalam bingkai pencapaian SDGs khususnya SDG 6 tentang air dan sanitasi," jelas Anggota Komisi VI DPR, Putu Supadma Rudana, dalam keterangannya, Minggu (19/5/2024).
Menurutnya, isu air dan sanitasi dalam bingkai pencapaian SDGs penting karena situasinya adalah hal yang sangat mendasar bagi kebutuhan manusia.
Juga dalam upaya mewujudkan target-target pembangunan berkelanjutan.
Baca Juga: Presiden Jokowi Harap Kolaborasi Peserta WWF ke-10 Dapat Diperkuat
Kedua, Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) berkeinginan agar kearifan lokal, kekuatan sejarah adat dalam menghormati air, membuka ruang secara inklusif dan merata bagi komunitas lokal untuk memanfaatkannya menjadi kekayaan tak benda yang dapat diakui pengambil kebijakan.
"Bahkan, pengambil kebijakan dapat belajar dari kekuatan dan kearifan lokal ini," kata Putu.
Ketiga, seiring fenomena perubahan iklim yang semakin tak terbendung, BKSAP ingin melihat dan membahas bersama-sama dengan komunitas parlemen global, mengenai konektivitas kedua isu dan bagaimana keduanya sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia.
"Oleh karenanya, perlu langkah-langkah yang urgen untuk mengatasi tantangan-tantangan yang muncul akibat situasi air dan perubahan iklim," ujar Putu.
Agenda yang tak kalah penting yakni keinginan BKSAP mendorong potensi kolaborasi, kerja sama saintifik, peluang-peluang diplomasi air (hydrodiplomacy) untuk koeksistensi antarbangsa.
Baca Juga: Indonesia Jadi Tuan Rumah, Puan Maharani Pimpin Pertemuan Parlemen Internasional dalam WWF ke-10
Menurut Putu, perspektif diplomasi BKSAP melihat air sebagai komoditas yang mampu menjembatani manusia lintas wilayah, mengingat sifat air yang mengalir dan alirannya juga tak kenal batas wilayah.
"Berbagai contoh kerja sama pengelolaan air lintas batas menjadi satu isu yang menarik bila dikaitkan dengan hydrodiplomacy ini," ujarnya.
Di samping itu, suara kaum muda akan menjadi titik awal dalam pertemuan untuk memberikan perhatian kepada legislator global mengenai kaum muda, yang merupakan penerima manfaat bumi saat ini dan di masa depan, mengenai air dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi mereka di masa depan dan jenis intervensi apa yang akan dilakukan.
"Suara pemuda sangat penting bagi negara kita," kata Putu.
Oleh karena itu, acara pra-pertemuan parlemen telah diselenggarakan pada April lalu dengan melibatkan ratusan pemuda melalui pertemuan Balai Kota Pemuda tentang air.
"Balai kota ini membuahkan hasil karena memberikan harapan generasi muda terhadap masa depan air," katanya.
Putu menekankan bahwa isu air tidak bisa dianggap remeh. Terlebih kaitannya dengan tantangan global yang saat ini dalam hal perubahan iklim.
Data World Resources Institute (WRI) Aqueduct Water Risk Atlas menemukan sedikitnya 25 negara, seperempat dari populasi dunia, terekspos pada tingkat water stress yang sangat tinggi secara menahun.
Sekitar empat miliar penduduk terancam kelangkaan air sedikitnya sebulan sekali per tahun. Pada 2050, angka tersebut dapat meningkat ke 60 persen dari penduduk global.
Di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat hingga Tanimbu (Maluku), pada 2030, diperkirakan mengalami kelangkaan air dari tinggi hingga sangat tinggi.
"Tantangan terkait water stress ini berlipat, tidak hanya dari perubahan iklim tetapi juga akibat konflik dan peperangan. Bisa dibilang air ini untuk kesejahteraan dan perdamaian dunia," jelas Putu.
Data SDGs 2023 dari PBB juga mencatat miliaran penduduk masih mengalami kekurangan akses ke air minum layak, sanitasi dan higienitas.
Sementara di Indonesia, cakupan layanan air minum telah berada di 91,05 persen dengan target pemerintah 100 persen pada 2024 ini.
Tetapi akses air minum perpipaan, menurut data Perpamsi, baru 19,74 persen pada 2023.
Sisanya adalah akses air minum dari sumber lain seperti galon, air permukaan hingga air tanah.
"Tentu tanpa pengelolaan atau penyaringan memadai, potensi pencemaran bakteri e-coli sangat tinggi," jelas Putu yang juga Anggota Biro Komite Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Sentimen: positif (98.3%)