Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Krakatau Steel
Institusi: Universitas Indonesia
Kab/Kota: Karawang
Kasus: Tipikor, korupsi, kecelakaan
Tokoh Terkait
Dulu Sengaja Dibuat Bergelombang Supaya Pengemudi Tidak Ngantuk, Kini Saksi Sebut Mutu Beton Tol Layang MBZ di Bawah SNI
TVOneNews.com Jenis Media: News
Jakarta, tvOnenews.com - Saksi kasus korupsi pembangunan Jalan Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) Jakarta-Cikampek (Japek) II, Andi mengungkapkan mutu beton Tol Layang MBZ di bawah standar nasional Indonesia (SNI).
Andi, yang merupakan Direktur PT Tridi Membran Utama tersebut, mengatakan temuan itu didapat dari pemeriksaan fisik berdasarkan permintaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Ditemukan bahwa mutu beton yang terpasang di lokasi pekerjaan di bawah atau tidak memenuhi persyaratan SNI," ujar Andi dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis kemarin.
Dia bercerita pada awalnya BPK menghubungi pihaknya untuk meminta bantuan dalam verifikasi teknis untuk pemeriksaan struktur jalan layang MBZ pada akhir 2020.
Pemeriksaan fisik tersebut, kata dia, memakan waktu 6 bulan. Namun, pemeriksaan hanya dilakukan untuk struktur jalan tol yang di atas.
Dalam pemeriksaan, Andi menuturkan pihaknya menggandeng Ahli Struktur dari Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) untuk melakukan pengujian di lapangan.
Ia menjelaskan pemeriksaan dilakukan dengan mengambil 75 sampel yang diuji dengan core drill test atau pengambilan sampel secara in situ di lapangan.
Berdasarkan pemeriksaan, dia mengungkapkan ditemukan dua kondisi, yakni kuat rata-rata tekanan dari sampel tersebut dan setiap sampel harus memenuhi 75 persen dari kuat tekan rencana.
"Dari hasil pemeriksaan tersebut, kami menilai memang ada beberapa yang kurang memenuhi persyaratan, yaitu syarat tegangan maupun syarat lendutan dan juga untuk mutu beton itu sendiri," tuturnya.
Adapun Andi bersaksi dalam kasus korupsi pembangunan Jalan Tol MBZ Japek II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat dengan terdakwa Direktur Utama PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama Tbk. (BUKK) Sofia Balfas, serta tenaga ahli jembatan PT LAPI Ganesatama Consulting Toni Budianto Sihite.
Padalahal Jalan Tol MBZ memeiliki kontur jalan yang tak biasa. Pasalnya, jalan tol sepanjang 36,4 kilometer itu terlihat bergelombang tidak seperti jalan layang pada umumnya.
Kondisi jalan bergelombang itu sempat diperdebatkan oleh warganet di media sosial. Beberapa dari mereka mempertanyakan keamanan jalur bergelombang itu dan alasan kenapa harus dibuat bergelombang.
Jika dilihat secara kasat mata, jalan tol itu memang bisa dibuat lurus seperti pada umumnya. Tapi ternyata, Direktur Utama PT Waskita Persero Tbk Bambang Rianto memiliki alasannya sendiri.
Jalan tol ini dibangun di atas jalan tol eksisting yang dimana disekitarnya terdapat SUTET dan JPO.
Perlu diketahui, area SUTT, SUTET, dan SUTTAS tidak diperbolehkan ada benda atau material lain yang dibangun di sekitarnya dengan maksud aspek keselamatan manusia, makhluk hidup, dan benda lain di sekitarnya.
Maka dari itu, pembangunan jembatan ini harus mengikuti Permen ESDM No.20 Tahun 2019 dengan memberikan jarak sedikitnya 5 meter sesuai dengan ketentuan Jarak Aman Bebas Vertikal Konduktor demi menjaga keamanan masyarakat sekitar.
Bambang Rianto juga menjelaskan alasan kenapa jalan tol ini sengaja dibuat bergelombang.
Salah satu alasannya, jalan tol ini memiliki ketinggian 18 meter atau setara 5 lantai gedung. Dia juga mengatakan bahwa ketinggian itu cukup berbahaya bagi pengemudi karena faktor angin yang kencang dan faktor lainnya.
Berdasarkan aspek lingkungan dan keselamatan pengemudi, akhirnya PT Waskita memutuskan untuk membuat jalan bergelombang sesuai dari hasil analisa perhitungan geometrik.
Hasilnya, jalan tol itu memiliki kelandaian maksimal sebesar 4 persen dengan jarak pandang henti tak kurang dari 110 meter.
Jarak ini dinilai ideal dan cukup aman bagi pengemudi. Sebab, mereka bisa melihat tanjakan dari jarak 110 meter dan melihat kondisi lalin sejauh 110 meter saat turun.
Dengan begitu pengemudi bisa melakukan respon dengan jarak yang cukup jika terjadi kecelakaan lalu lintas di depannya.
Selain itu, jalan bergelombang ini sengaja dibuat untuk mengakomodir batas kecepatan antara 60-80 km per jam.
Sebelumnya, Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp510 miliar dalam kasus korupsi tersebut, dengan perincian memperkaya KSO Waskita-Acset sebesar Rp367 miliar dan KSO Bukaka Krakatau Steel senilai Rp142 miliar.
Korupsi dilakukan bersama-sama dengan Sofiah Balfas, Djoko Dwijono, Tony Budianto Sihite, dan Yudhi Mahyudin.
Keempat terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ebs)
Sentimen: negatif (98.1%)